Kebo Iwa adalah seorang raksasa yang bertubuh besar. Tubuhnya gendut dan doyan makan. Makin hari tubuhnya bertambah besar. Makanannya banyak sekali. Ia suka membantu penduduk desa membuat rumah, mengangkat batu besar dan membuat sumur. Ia tidak minta imbalan apa-apa, hanya saja penduduk desa harus menyediakan makanan yang cukup untuknya.
Jika sampai dua hari Kebo Iwa tidak makan maka ia akan marah. Jika marah ia akan mengamuk dan merusak apa saja yang ada di depannya. Tak peduli rumah atau pura akan dirusaknya. Kebun dan sawah juga dirusaknya.
Karena tubuhnya sangat besar, makannya pun sangat banyak. Porsi makan Kebo Iwa sama seperti menyiapkan makanan seratus orang. Walau penduduk desa sudah tidak membutuhkan tenaganya, mereka harus tetap menyediakan makanan untuk Kebo Iwa. Karena jika Kebo Iwa lapar ia akan marah dan menghancurkan apa saja.
Hingga tibalah musim kemarau. Semua lumbung padi milik penduduk mulai kosong. Beras dan bahan makanan lain mulai sulit diperoleh. Setelah sekian lama, hujan tidak kunjung dating. Penduduk mulai khawatir keadaan Kebo Iwa. Sebab, jika ia lapar pasti akan mengamuk.
Benar saja kekhawatiran penduduk. Suatu hari Kebo Iwa merasa lapar, tapi makanan belum siap karena persediaan penduduk desa sudah habis. Jangankan untuk Kebo Iwa, untuk mereka makan sendiri saja sudah tidak ada.
Kebo Iwa pun marah dan mengamuk. Ia menghancurkan rumah-rumah milik penduduk. Pura sebagai tempat ibadah juga tidak luput dari amukan Kebo Iwa.
Penduduk melarikan diri ke desa tetangga. Tapi Kebo Iwa terus mengejar sambil berteriak-teriak, “Mana makanan untukku! Atau kalian lebih suka kuhancurkan!”
Kebo Iwa semakin ganas. Ia tidak hanya menghancurkan bangunan, tetapi juga memakan hewan-hewan ternak milik penduduk. Para penduduk pun juga menjadi korban keganasan Kebo Iwa.
Melihat kerusakan yang ditimbulkan Kebo Iwa maka penduduk menjadi kesal dan marah. Mereka mengatur siasat untuk membunuh Kebo Iwa. Mereka mengajak berdamai Kebo Iwa. Dengan segala macam cara akhirnya mereka bisa mengumpulkan makanan yang banyak lalu mendekati Kebo Iwa.
Pada saat itu Kebo Iwa baru saja menyantap seekor kerbau. Ia kekenyangan dan berbaring di atas rumput.
“Hai Kebo Iwa …!” tegur Kepala Desa.
“Ada apa? Mau apa kalian mendekatiku?” tanya Kebo Iwa dengan curiga.
“Sebenarnya kami masih membutuhkan tenagamu. Rumah-rumah dan pura banyak yang kau hancurkan. Bagaimana kalau kau membantu kami membangunnya kembali. Kami akan menyediakan makanan yang banyak untukmu sehingga kau tak kelaparan lagi,” kata Kepala Desa.
“Makanan …? Kalian akan menyediakan makanan yang enak untukku?” mata Kebo Iwa berbinar mendengar kata makanan.
“Aku setuju … aku akan buatkan untuk kalian!”
Kebo Iwa senang, tidak curiga sedikit pun. Keesokan harinya, Kebo Iwa mulai bekerja. Dengan waktu yang terhitung singkat, beberapa rumah selesai dikerjakan oleh Kebo Iwa. Sementar itu, para warga sibuk mengumpulkan batu kapur dalam jumlah bear. Kebo Iwa merasa bingung mengapa para warga sangat banyak mengumpulkan batu kapur. Padahal kebutuhan batu kapur untuk rumah dan pura sudah cukup.
“Mengapa kalian mengumpulkan batu kapur begitu banyak?” tanya Kebo Iwa.
“Ketahuilah Kebo Iwa. Setelah kamu selesai membuat rumah dan pura milik kami, kami akan membuatkanmu rumah yang besar dan sangat indah,” kata Kepala Desa.
Kebo Iwa sangat senang mendengarnya. Tidak ada kecurigaan sedikit pun darinya. Ia semakin semangat membantu warga. Hanya dalam beberapa hari, rumah-rumah dan pura milik penduduk selesai dikerjakan. Pekerjaannya hanya tinggal menggali sumur besar. Pekerjaan ini memakan waktu cukup lama dan memerlukan lebih banyak tenaga. Kebo Iwa menggunakan kedua tangannya yang besar dan kuat untuk menggali tanah sampai dalam. Semakin hari lubang yang dibuatnya semakin dalam. Tubuh Kebo Iwa pun semakin turun ke bawah. Tumpukan tanah bekas galian yang berada di mulut lubang pun semakin menggunung. Karena kelelahan, Kebo Iwa berhenti untuk istirahat dan makan. Ia makan sangat banyak. Karena kelelahan setelah makan ia mengantuk, ia pun tertidur dengan mengeluarkan suara dengkuran yang sangat keras.
Suara dengkuran Kebo Iwa terdengar oleh para penduduk yang sedang berada di atas sumur. Akhirnya, para penduduk segera berkumpul di tempat lubang sumur tersebut. Mereka melihat Kebo Iwa sedang tertidur pulas di dalamnya. Pada saat itulah Kepala Desa memimpin warganya untuk melemparkan batu kapur yang sudah mereka siapkan sebelumnya ke dalam sumur. Karena tertidur lelap, Kebo Iwa belum tidak menyadari dirinya dalam bahaya.
Ketika air di dalam sumur yang bercampur kapus sudah mulai meluap dan menyumbat hidung Kebo Iwa, barulah raksasa itu tersadar. Namun, lemparan batu kapur dari para warga semakin banyak. Kebo Iwa tidak dapat berbuat apa-apa. Meskipun memiliki badan sangat besar dan tenaga yang sangat kuat, ia tidak mampu melarikan diri dari tumpukan kapur dan air sumur yang kemudian menguburnya hidup-hidup. Kebo Iwa menggelepar-gelepar selama beberapa saat, gerakannya menimbulkan gempa sesaat tapi kemudian reda dan diam. Kiranya Kebo Iwa telah tewas terkubur di dalam sumur.
Sementara itu air sumur semakin lama semakin meluap. Air sumur itu membanjiri desa dan membentuk danau. Danau itu kini dikenal dengan nama Danau Batur. Sedangkan timbunan tanah yang cukup tinggi membentuk bukit menjadi sebuah gunung dan disebut Gunung Batur. ***
Sumber:
MB. Rahimsyah, Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara 33 Provinsi, Surabaya: Serba Jaya. Hal. 102 – 106.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar