Sebuah
kehormatan mendapatkan ‘sponsorship’
dari teman konsultan penelitian – namanya Mugi Gumanti - untuk berkelana di
Kota Kediri. Dengan menggunakan mobil Daihatzu Hijet 1000 rakitan tahun 1980,
perjalanan tersebut sempat melewati perempatan Jam-jam. Kawasan ini berada di
ujung utara Jalan Dhoho yang sekarang lebing sering disebut sebagai perempatan
BI. Dulu, di tengah perempatan ini ada jam besar yang menjadi ciri khas
perempatan ini, sehingga orang Kediri menyebut kawasan ini sebagai perempatan
Jam-jam. Yang menarik di seputar perempatan tersebut terdapat bangunan
bernuansa kolonial yang menawan menghadap ke selatan. Bangunan peninggalan
kolonial Hindia Belanda tersebut adalah Gedung Bank Indonesia (BI).
Gedung
ini terletak di Jalan Brawijaya No. 2 Kelurahan Pocanan, Kecamatan Kota, Kota
Kediri, Provinsi Jawa Timur. Lokasi gedung BI ini tepat berada di depan gedung
OJK (Otoritas Jasa Keuangan) atau bersebelahan dengan gedung Asuransi Jiwa
Sinar Mas MSIG yang joint venture with
Mitsui Sumitomo Insurance.
Awalnya,
gedung BI ini merupakan Kantor De
Javasche Bank (DJB) Kediri. Semula bangunanya bergaya Indische Empire dengan ditopang oleh dua pilar di bagian depannya
dan memiliki tiga pintu utama. Lalu pada tahun 1927, seiring perkembangan
kantor DJB tersebut, dilakukan perombakan bangunan sesuai kebutuhan kala itu.
Pada waktu itu, Kediri berkembang menjadi kota strategis untuk mengendalikan
peredaran uang yang dinamis. Hal ini dikarenakan pada saat itu, Kediri menjadi
pusat pertanian, perkebunan, dan industri (gula). Saat itu, Kediri memiliki
beberapa pabrik gula (PG) dengan skala besar, seperti PG Jengkol (tutup), PG
Pesantren, PG Ngadiredjo, PG Mritjan serta PTPN X yang mengelola cacao dengan
ekspor poduksinya ke Eropa.
Perombakan bangunan tersebut bersifat menyeluruh, dari bangunan satu lantai menjadi bangunan dua lantai seperti yang bisa dilihat hingga sekarang ini. Gedung tersebut masih dipercayakan kepada biro arsitek yang menjadi rekanan De Javasche Bank untuk merancang kantornya yang berada di Hindia Belanda, yaitu N.V. Architecten-Ingenieursbureau Fermont te Weltevreden en Ed. Cuypers te Amsterdam, atau secara singkat dikenal dengan nama Biro Fermont-Cuypers.
Ihwalnya,
biro arsitek yang menjadi rekanan De Javasche Bank adalah Biro Arsitek Ed.
Cuypers en Hulswit, sebuah kantor konsultan arsitektur yang didirikan di
Batavia pada 1908 oleh dua arsitek, yaitu Marius J. Hulswit dan Eduard Henricus
Gerardus Hubertus Cuypers sebagai kantor cabang dari biro yang sama di
Amsterdam. Pada 1910, biro ini berkerja sama dengan arsitek A.A. Fermont di
Batavia, dan bironya pun berganti nama menjadi N.V.
Architecten-Ingenieursbureau Hulswit en Fermont te Weltevreden en Ed. Cuypers
te Amsterdam. Namun, setelah Marius J. Hulswit meninggal pada 1921, kerja
sama itu dilanjutkan dengan membentuk perusahaan baru dengan nama N.V. Architecten-Ingenieursbureau Fermont te
Weltevreden en Ed. Cuypers te Amsterdam.
Gaya
bangunan Bank Indonesia di Kota Kediri tidak seperti Bank Indonesia yang ada di
Indonesia yang pada umumnya gaya arsitekturnya Neo-Klasik dengan kolom-kolom
Yunani yang tinggi, namun di Kediri mempunyai ciri arsitektur yang berbeda,
terutama terlihat pada bentuk atapnya yang menyerupai atap masjid. Atap
berbentuk limasan dengan di bagian puncak terdapat kubah. Gaya arsitektur
modern yang telah disesuaikan dengan iklim tropis yang ada di Kediri ini,
sedikit banyak dipengaruhi juga dengan gaya bangunan joglo.
De Javasche Bank kemudian
dinasionalisasi menjadi Bank Indonesia pada 1 Juli 1953 bersamaan dengan
berlakunya UU Pokok Bank Indonesia Nomor 11 Tahun 1953, dan sekarang menjadi
Kantor Bank Indonesia Perwakilan Dalam Negeri Regional II.
Kota
Kediri tergolong beruntung memiliki peninggalan De Javasche Bank sehingga
perjalanan sejarah Bank Indonesia di Kota Kediri bisa terekam dalam arsitktur
bangunan lawas gedung Bank Indonesia. Arsitektur yang mewarnai gedung tersebut
seolah menceriterakan dinamika yang terjadi pada masa lalu. *** [240515]
Wah keren sekali. Kebetetulan saya sedang ada tugas sejarah untuk arsitektur kolonial adaptasi tropis. Apakah di BI sendiri kita bisa belajar sejarahnya ya disana? Izin saran untuk penulis : bisa dicantumkan referensi agar bisa menambah wawasan pembaca. Terimakasih
BalasHapus