The Story of Indonesian Heritage

  • Istana Ali Marhum Kantor

    Kampung Ladi,Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat)

  • Gudang Mesiu Pulau Penyengat

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Benteng Bukit Kursi

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Kompleks Makam Raja Abdurrahman

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Mesjid Raya Sultan Riau

    Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

Tampilkan postingan dengan label Stasiun di Malang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Stasiun di Malang. Tampilkan semua postingan

Stasiun Kereta Api Pakis

Stasiun Kereta Api Pakis (PKS 1) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Pakis, merupakan salah satu stasiun kereta api kelas III/kecil non aktif yang berada di bawah manajemen PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 8 Surabaya yang dengan ketinggian ± 369 m di atas permukaan laut. Stasiun ini teletak di Jalan Pakiskembar, Dusun Krajan, Desa Pakiskembar, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Lokasi stasiun ini berada di sebelah timur Polsek Pakis ± 62 m, atau samping Toko Anik Fashion.
Menurut sejarahnya, Stasiun Pakis (Station Pakis van de Malang Stoomtram Maatschappij) ini diresmikan pada 27 April 1901 bersamaan dengan dibukanya jalur rel trem Tumpang-Pakis-Blimbing sejauh 23 kilometer. Baik stasiun maupun jalur relnya dibangun oleh perusahaan kereta api swasta di Hindia Belanda bernama Malang Stoomtram Maatschappij (MS).
MS beroperasi di sekitar Kabupaten Malang dan menggunakan konsep trem. Beberapa ruas jalur MA antara lain Malang-Bululawang-Dampit, Gondanglegi-Kepanjen, Tumpang-Singosari, Sidayu-Turen. dan Malang-Blimbing.

Stasiun Pakis Tahun 1919 (Sumber: https://geheugen.delpher.nl/)

Semula pembangunan jalur rel Tumpang-Pakis-Blimbing ditujukan untuk mengangkut hasil komoditas perkebunan yang tersebar di daerah sepanjang jalur rel tersebut. Di kawasan Pakis dulu banyak ditemukan onderneming, baik yang dimiliki oleh orang-orang Belanda/.Eropa lainnya maupun milik bumiputra dengan perkebunan rakyatnya.
Di kawasan Pakis dulu terhampar perkebunan tebu yang lumayan luas. Bila musim panen tebu-tebu tersebut akan diangkut dengan trem untuk dikirim menuju pabrik gula yang ada di Kabupaten Malang, seperti PG Sempalwadak, PG Krebet maupun PG Panggungrejo yang sudah terkonek dengan jalur trem milik MS. Setelah menjadi produk gula, komoditas tersebut juga akan diangkut oleh trem MS ke stasiun-stasiun milik Staatsspoorwegen (SS) untuk kemudian diangkut menuju ke pelabuhan Surabaya. Dari pelabuhan Tanjung Perak itu, komoditas gula maupun komoditas perkebunan lainnya dari daerah Pakis seperti kopi dan tembakau, akan dikapalkan menuju Belanda maupun negara-negara di Eropa lainnya.
Awalnya, Stasiun Pakis ini hanya difungsikan untuk mengangkut barang (alleen goederen) berupa komoditas hasil perkebunan, akan tetapi seiring perkembangan penduduk yang ada di daerah Malang, MS kemudian juga melayani jasa pengangkutan penumpang.

Peta Jalur Tumpang-Pakis-Blimbing Malang Stoomtram Maatschappij

Dilihat dari lokasi bekas stasiun, terlihat bahwa Stasiun Pakis memiliki ukuran luas yang hampir sama dengan ukuran stasiun-stasiun yang didirikan oleh MS. Stasiun ini mempunyai dua jalur lintasan rel. Jalur 1 digunakan untuk jalur trem yang menuju ke arah Stasiun Tumpang, dan jalur 2 digunakan untuk jalur trem yang mengarah ke Halte Wendit hingga Stasiun Blimbing.
Lingkungan Stasiun Pakis ini dulunya diperkirakan memiliki lahan yang luas. Hal ini bisa dilhat dari peninggalan-peninggalan yang berhubungan dengan stasiun tersebut berupa bangunan-bangunan yang berjarak sekitar 50 m di sebelah barat stasiun. Kawasan bangunan tersebut dikenal oleh masyarakat setempat dengan Gang PJKA. Di situ bisa dilihat bangunan-bangunan yang dilabeli oleh PT KAI (Persero) sebagai asetnya.
Trem-trem milik MS ini terus beroperasi hingga masa PJKA. Namun, kemudian pada tahun 1968, Stasiun Pakis ditutup. Alasan ditutup karena pada jalur rel trem tersebut kalah bersaing dengan moda transportasi darat lainnya. Semenjak meredupnya booming gula di masa Hindia Belanda, jalur rel tersebut sudah tidak pernah mengalami peremajaan. Hal ini mengakibatkan trem sering terlambat datang.
Lalu, penumpang banyak yang beralih ke angkutan umum maupun pribadi yang pada masa Orde Baru difasilitasi dengan jalan-jalan yang mulus dan moda transportasi yang banyak didatangkan dari Jepang pada waktu itu.
Kini, Stasiun Pakis tinggal menyisakan bangunannya saja. Dilihat dari luarnya masih menandakan bahwa bangunan tersebut dulunya bekas bangunan stasiun, namun di dalamnya telah berubah menjadi tempat memajang barang dagangan sebuah toko bernama Toko Berkat Baru. Toko tersebut menjajakan aneka macam dos kue, mika, foam dan plastik gelas. Selain itu, di depannya juga dipasang plakat nama yang bertuliskan “Tanah Milik PT Kereta Api Indonesia (Persero) Nomor Aset 6601.” *** [280520]

Kepustakaan:
HUDIYANTO, R. Reza. Kopi dan Gula: Perkebunan di Kawasan Regentschap Malang 1832-1942. Sejarah dan Budaya : Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya, [S.l.], v. 9, n. 1, p. 96-115, oct. 2017. ISSN 2503-1147. Available at: <http://journal2.um.ac.id/index.php/sejarah-dan-budaya/article/view/1565/853>. Date accessed: 27 may 2020.
Oegema, J. (1982). De Stoomtractie op Java en Sumatra. Deventer-Antwerpen: Kluwer Technische Boeken B.V.
http://desa-pakiskembar.malangkab.go.id/read/detail/544/letak-geografis-desa-pakiskembar.html
https://geheugen.delpher.nl/en/geheugen/view/groep-mannen-voor-gebouw-jahns-drukkerij-nv?coll=ngvn&maxperpage=36&page=1&query=toempang&identifier=PKL01%3AS-33-005
https://www.wikiwand.com/id/Malang_Stoomtram_Maatschappij
Share:

Stasiun Kereta Api Tumpang

Stasiun Kereta Api Tumpang (TMP) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Tumpang, merupakan salah satu stasiun kereta api kelas III/kecil non aktif yang berada di bawah manajemen PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 8 Surabaya dengan ketinggian ± 597 m di atas permukaan laut. Stasiun ini terletak di Jalan Stasiun No. 194 Dusun Ledoksari, Desa Tumpang, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Lokasi stasiun ini berada di sebelah timur Puskesmas Tumpang ± 280 m, atau utara SDN Tumpang 04 ± 89 m.
Pembangunan Stasiun Tumpang bersamaan dengan pembangunan jalur rel trem Tumpang-Pakis-Blimbing sepanjang 23 kilometer. Pengerjaan jalur rel trem ini dilakukan oleh Malang Stoomtram Maatschappij (MS), dimulai pada tahun 1900 dan selesai pada tahun 1901 serta diresmikan pada 27 April 1901 dengan sebutan lengkap Station Toempang van de Malang Stoomtram Maatschappij.

Eplasemen Stasiun Tumpang (Sumber: Indopedia)

MS adalah perusahaan kereta api swasta Hindia Belanda yang dahulu mengoperasikan jalur trem di sekitar Kabupaten Malang. Perusahaan kereta api (Spoorwegmaatschappij) ini mendapat konsesi pada tahun 1894 dari Pemerintah Hindia Belanda untuk mengerjakan jaringan rel trem (tramwegnet) hingga tahun 1901. Akan tetapi konstruksi yang dilakukan oleh MS mundur hingga tahun 1908, dan menghasilkan jalur rel trem sepanjang 85 kilometer.
Pembangunan jalur rel Tumpang-Pakis-Blimbing dilatarbelakangi oleh banyaknya komoditas hasil perkebunan yang ada di sepanjang jalur rel tersebut, baik itu perkebunan yang diusahakan oleh orang-orang Belanda/Eropa maupun yang dilakukan oleh bumiputra dengan perkebunan rakyatnya.
MS mengincar daerah-daerah subur di wilayah Malang Raya agar supaya perusahaan tremnya mampu mendatangkan pundi-pundi dengan mengangkut komoditas perkebunan tersebut. Istilah yang dikemukakan oleh Oegema dalam bukunya, De Stoomtractie op Java en Sumatra (1982: 205) ialah ‘allen goederen’ (hanya barang).

Peta Jalur Trem Tumpang-Pakis-Blimbing

Di daerah Distrik Tumpang pada waktu itu merupakan sentra-sentra onderneming. Kawasan tersebut banyak dijumpai perkebunan kopi, tembakau dan tebu. Komoditas tersebut diangkut dengan jasa trem MS menuju ke pabrik-pabrik. Setelah menjadi produk olahan, komoditas tersebut dikirim menuju ke stasiun milik Staatsspoorwegen (SS) untuk dilanjutkan menuju ke pelabuhan Surabaya guna dikapalkan menuju ke Belanda atau kawasan Eropa lainnya.
Seiring perkembangan di daerah tersebut, trem ini kemudian juga untuk mengangkut karyawan-karyawan onderneming maupun keluarganya dari Tumpang ke Malang atau sebaliknya.
Dilihat dari foto lawas yang diunggah di situs De Indische Encyclopedie, atau Indopedia, bangunan Stasiun Tumpang cukup sederhana. Emplasemennya terbuka, tidak dipayungi oleh overkapping.
Ada dua jalur rel dalam emplasemen tersebut. Jalur 1 digunakan untuk keberangkatan menuju ke Pakis hingga Blimbing, sedangkan jalur 2 digunakan untuk kedatangan trem dari Blimbing maupun Pakis. Di Stasiun Tumpang tidak ada jalur sepur lurus karena stasiun tersebut merupakan terminus atau stasiun di ujung jalur kereta api (kopstation). Tidak ada lanjutan jalurnya lagi. Isitlah dalam bahasa Jawa adalah mentok (tidak dapat terus atau buntu).
Trem peninggalan MS ini terus beroperasi pada masa-masa PNKA hingga PJKA. Namun pada tahun 1968 jalur rel trem ini ditutup karena kalah bersaing dengan moda transportasi darat lainnya. Sarana dan prasarana perkeretaapian atau trem di jalur Tumpang-Pakis-Blimbing tidak pernah mengalami peremajaan seiring meredupnya komoditas gula. Selain itu, akses jalan dari Tumpang menuju Blimbing sudah semakin mudah.
Meski sudah dinonaktifkan cukup lama, bangunan stasiun tersebut masih bisa dijumpai. Hanya saja bangunan stasiun tersebut kini sudah ditempati oleh warga. *** [270520]

Kepustakaan:
HUDIYANTO, R. Reza. Kopi dan Gula: Perkebunan di Kawasan Regentschap Malang 1832-1942. Sejarah dan Budaya : Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya, [S.l.], v. 9, n. 1, p. 96-115, oct. 2017. ISSN 2503-1147. Available at: <http://journal2.um.ac.id/index.php/sejarah-dan-budaya/article/view/1565/853>. Date accessed: 27 may 2020.
Oegema, J. (1982). De Stoomtractie op Java en Sumatra. Deventer-Antwerpen: Kluwer Technische Boeken B.V.
https://www.indopedia.nl/articles.php?lng=nl&pg=4591&tconfig=0
https://www.wikiwand.com/id/Malang_Stoomtram_Maatschappij
Share:

Stasiun Kereta Api Kendalpayak

Stasiun Kereta Api Kendalpayak (KDY) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Kendalpayak, merupakan salah satu stasiun kereta api kecil non aktif yang berada di bawah manajemen PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 8 Surabaya yang berada pada ketinggian ± 445 m di atas permukaan laut. Stasiun ini terletak di Jalan Adi Mulya No. 35 Dusun Watudakon RT. 04 RW. 05 Desa Kendalpayak, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Lokasi stasiun ini berada di sebelah selatan Niaga Motor atau selatan Gang Pisang Candi I.
Pembangunan Stasiun Kendalpayak bersamaan dengan pembangunan jalur rel trem Malang-Bululawang-Gondanglegi sepanjang 23 kilometer. Pengerjaan jalur rel itu dilakukan oleh Malang Stoomtram Maatschappij (MS) dimulai pada tahun 1897 dan selesai pada tahun 1898.
MS adalah perusahaan kereta api swasta yang beroperasi di sekitar Kabupaten Malang dan menggunakan konsep trem. Beberapa ruas jalur MSM antara lain Malang-Bululawang-Dampit, Gondanglegi-Kepanjen, Tumpang-Singosari, Sidayu-Turen, dan Malang-Blimbing.

Stasiun Kendalpayak Tahun 1919 (Sumber: https://digitalcollections.universiteitleiden.nl)

Dulu di sepanjang jalur rel Malang-Bululawang-Gondanglegi terdapat puluhan halte pemberhentian trem. Salah satunya adalah stasiun kecil yang berada di Kendalpayak. Pemberhentian kereta api yang lebih kecil dari stasiun kereta api pada umumnya, sering disebut sebagai halte atau perhentian (stopplaat).
Dalam sejumlah peta lawas memperlihatkan bahwa Stasiun Kendalpayak tertulis sebagai Halte Kendalpayak (Halte Kendalpajak van de Malang Stoomtram lijn Kotalama-Gondanglegi te Zuiden van Malang, Oost Java). Karena bangunannya kecil dan sedikit fasilitasnya serta hanya memiliki satu jalur rel saja.

Peta lokasi Stasiun Kendalpayak (Sumber: https://twitter.com/MalangTramway/)

Dalam pembangunan jalur rel Malang-Bululawang-Gondanglegi dibagi ke dalam dua segmentasi lintas dalam tahapannya. Tahap pertama yaitu mengerjakan jalur rel Malang Kotalama-Bululawang sejauh 11 kilometer, dan kemudian disusul tahap berikutnya yaitu perpanjangan jalur rel dari Bululawang hingga Gondanglegi sejauh 12 kilometer.
Untuk Stasiun Kendalpayak ini merupakan bagian dari pembangunan jalur rel tahap pertama pada lintas tersebut. Rute sepanjang 11 kilometer tersebut merupakan rute trem pertama yang dibuka untuk umum bersamaan dengan peresmian Stasiun Kendalpayak oleh maskapai Malang Stoomtram pada 14 November 1897.
Tak jauh dari stasiun itu, tepatnya ke arah tenggara menuju Sempalwadak, dulu dibangun sebuah jembatan untuk lintasan trem yang membentang Sungai Brantas dengan lima kolom penopang yang lumayan tinggi dalam konstruksinya. Foto jembatan ini menjadi koleksi khusus Universiteit Leiden (Bijzondere Collecties Leiden) dengan deskripsi “Brug over de Kali Brantas bij Kendalpajak.”

Jembatan trem Malang Stoomtram Maatschappij di jalur Kendalpayak-Sempalwadak (Sumber: https://geheugen.delpher.nl)

Jaringan rel trem yang pertama kali dibangun oleh MSM ini, semula ditujukan untuk mengangkut tebu dari perkebunan tebu yang banyak ditemui di daerah Bululawang dan sekitarnya menuju ke pabrik gula dan kemudian gulanya juga diangkut dengan trem untuk dikirim ke berbagai pelabuhan melalui stasiun yang lebih besar. Selain mengurusi pengiriman barang-barang hasil perkebunan yang ada di Malang, MS juga melayani jasa pengangkutan penumpang.
Stasiun Kendalpayak mulai tidak beroperasi seiring dengan ditutupnya jalur rel yang melintasinya pada tahun 1978 oleh PJKA (PT KAI saat ini) karena dianggap merugi. Konon kabarnya karena kalah bersaing dengan moda transportasi darat lainnya. Sering terlambat lantaran sarana dan prasarana perkeretaapiannya tidak pernah mendapat kucuran dana untuk peremajaan, sementara itu di periode yang sama frekuensi angkutan umum maupun pribadi terus melonjak dengan sarana dan prasarana jalan beraspal mulus.
Penutupan jalur rel tersebut membawa konsekuensi terhadap bangunan stasiun tersebut. Perlahan tapi pasti bangunan stasiun tersebut menjadi tidak terawat dan terurus pada mulanya, kemudian bangunannya menjadi rusak karena pembiaran, dan ujung-ujungnya “lenyap” atas nama alih fungsi atau ditempati oleh warga. Di lokasi itu hanya tersisa bangunan rumah dinas petugas kereta api saja, yang berada di selatan lokasi bekas stasiun tersebut. *** [260520]

Kepustakaan:
http://balitkabi.litbang.pertanian.go.id/profil/kebun-percobaan-2/
https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/view/item/818325?solr_nav%5Bid%5D=9a5d3dc69b5054e2d851&solr_nav%5Bpage%5D=0&solr_nav%5Boffset%5D=0
https://geheugen.delpher.nl/en/geheugen/view/brug-anoniem?coll=ngvn&maxperpage=36&page=2&query=malang&identifier=PKL01%3APKL-0613
https://twitter.com/MalangTramway/status/1062534649421787136/photo/2
https://www.wikiwand.com/id/Malang_Stoomtram_Maatschappij

Share:

Stasiun Kereta Api Bululawang

Stasiun Kereta Api Bululawang (BLL) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Bululawang, merupakan salah satu stasiun kereta api yang berada di bawah manajemen PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 8 Surabaya yang berada pada ketinggian ± 425 m di atas permukaan laut. Stasiun ini terletak di Jalan Stasiun RT. 18 RW. 05 Desa Bululawang, Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Lokasi stasiun ini berada di sebelah timur Puskesmas Bululawang, atau timur laut Pasar Bululawang.
Bangunan Stasiun Bululawang ini merupakan bangunan peninggalan masa Hindia Belanda, yang pembangunannya bersamaan dengan pembangunan jalur rel trem Malang-Bululawang-Gondanglegi sepanjang 23 kilometer. Pengerjaan jalur kereta api ini dilakukan oleh Malang Stoomtram Maatschappij (MSM) dimulai pada tahun 1897 dan selesai pada tahun 1898.
MSM adalah perusahaan kereta api swasta Hindia Belanda yang dahulu mengoperasikan jalur trem di sekitar Kabupaten Malang. Perusahaan kereta api (Spoorwegmaatschappij) ini mendapat konsesi pada tahun 1894 dari Pemerintah Hindia Belanda untuk mengerjakan jaringan rel trem (tramwegnet). Konstruksi dilakukan dari tahun 1897 sampai dengan tahun 1908 dengan menghasilkan jalur rel trem sepanjang 85 kilometer.


Trem dan kereta api memiliki kesamaan yaitu sama-sama ditarik oleh lokomotif uap, mempunyai gerbong yang sama dan jalan yang sama yaitu rel dengan lebar 1067 mm, sedangkan untuk perbedaannya adalah ukuran dan rute perjalanan yang dilayani. Trem melayani rute-rute pendek yakni antar distrik dalam satu kota dan hanya terdapat paling banyak 4 rangkaian gerbong, sedangkan kereta api beroperasi beroperasi melayani rute antar kota dan provinsi serta mempunyai rangkaian gerbong yang lebih panjang.
Jalur sepanjang 23 kilometer tersebut, pembangunan dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah Malang-Bululawang sepanjang 11 kilometer yang diresmikan pada 14 November 1897 bersamaan dengan berdirinya Stasiun Bululawang. Kemudian dilanjutkan pembangunan tahap kedua, yaitu Bululawang-Gondanglegi sejauh 12 kilometer yang diresmikan pada 4 Februari 1898, dan juga bersamaan dengan dibukanya Stasiun Gondanglegi.
Pada saat peresmian Stasiun Bululawang, stasiun ini dikenal sebagai Stasiun Trem MSM Bululawang. Trem yang beroperasi di jalur ini umumnya menggunakan lokomotif dengan tenaga kayu bakar. Makanya dulu, di Stasiun Bululawang ini senantiasa terdapat tumpukan kayu bakar yang dijadikan sebagai bahan bakar lokomotif untuk menarik rangkaian kereta.


Semula bangunan stasiun ini berukuran sekitar 20 m², akan tetapi sekarang bangunan tersebut tinggal tersisa sekitar 6 m². Stasiun ini ditutup (dienst gestaakt) secara resmi pada 1 Juli 1979. Alasan dihentikan layanannya karena semakin sepinya pengguna trem tersebut lantaran kalah bersaing dengan moda transportasi darat lainnya, seperti kendaraan umum maupun kendaraan pribadi pada waktu itu.
Jaringan rel trem yang pertama kali dibangun oleh MSM ini, semula ditujukan untuk mengangkut tebu dari perkebunan tebu yang banyak di temui di daerah Bululawang dan sekitarnya menuju ke pabrik gula (baca: PG Krebet) dan kemudian gulanya juga diangkut dengan trem untuk dikirim ke berbagai pelabuhan melalui stasiun yang lebih besar. Selain mengurusi pengiriman barang-barang hasil perkebunan yang ada di Malang, MSM juga melayani jasa pengngkutan penumpang.
Dilihat dari artefak yang masih ada di stasiun, terlihat bahwa Stasiun Bululawang memiliki 2 jalur rel. Jalur 1 digunakan sebagai sepur lurus, dan jalur 2 digunakan untuk persusulan atau persilangan trem. Jalur yang mengarah ke arah selatan menuju ke Stasiun Gondanglegi, sedangkan jalur yang ke utara menuju ke Stasiun Malang Kotalama atau Stasiun Pusat Trem Djagalan.
Kini, Stasiun Bululawang tinggal menyisakan bangunan kecil saja yang sekarang difungsikan sebagai toko sembako yang bernama Toko Alilah.. Bangunan stasiun yang awalnya berukuran 20 m² ini sudah terkapling menjadi deretan tempat tempat usaha. Hal ini mengingat lokasinya yang berada tepat di belakang Pasar Bululawang. Padahal aset milik PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sudah tercatat dengan nomor register 066/08.65171/DLW/ML. *** [160418]
Share:

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami