The Story of Indonesian Heritage

  • Istana Ali Marhum Kantor

    Kampung Ladi,Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat)

  • Gudang Mesiu Pulau Penyengat

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Benteng Bukit Kursi

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Kompleks Makam Raja Abdurrahman

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Mesjid Raya Sultan Riau

    Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

Tampilkan postingan dengan label Demak Heritage. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Demak Heritage. Tampilkan semua postingan

Stasiun Kereta Api Brumbung

Stasiun Kereta Api Brumbung (BBG) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Brumbung, merupakan salah satu stasiun kereta api yang berada di bawah manajemen  PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 4 Semarang yang berada pada ketinggian + 18 m di atas permukaan laut. Stasiun Brumbung terletak di Jalan Genefo Utara, Desa Kembangarum, Kecamatan Mranggen, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi stasiun ini berada di sebelah barat laut Pasar Ganefo, atau timur BRI Unit Mranggen ± 450 m.
Bangunan Stasiun Brumbung ini merupakan salah satu bangunan awal peninggalan masa Hindia Belanda dalam sejarah perkeretaapian. Pembangunan stasiun ini bersamaan dengan adanya pembangunan jalur rel yang pertama kali di Hindia Belanda, yaitu Semarang-Tanggung sepanjang 25 kilometer, pada tahun 1867. Proyek pembangunan jalur rel beserta stasiunnya dikerjakan oleh Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS) dengan ukuran rel 1435 mm (NIS breedspoor).



NIS adalah perusahaan perusahaan kereta api swasta yang didirikan pada 27 Agustus 1863, menjadi perusahaan pertama di wilayah Hindia Belanda. NIS didirikan setelah menerima konsesi dari pemerintah Hindia Belanda untuk pembangunan jalur kereta api pertama. Jalur ini menghubungkan Semarang dan Yogyakarta melalui Kedungjati dan Solo, termasuk jalur cabang dari Kedungjati menuju Ambarawa untuk mendukung kepentingan militer Hindia Belanda.
Jalur yang menghubungkan Semarang hingga Yogyakarta itu merupakan bagian dari proyek besar jalur kereta api Semarang-Vorstenlanden. Istilah vorstenlanden ini digunakan orang Belanda dalam sejarah Jawa untuk menyebut daerah-daerah yang berada di bawah kekuasaan empat monarki asli Jawa pecahan dari Dinasti Mataram, yaitu Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Kadipaten Mangkunegaran, dan Kadipaten Pakualaman.



Stasiun ini memiliki 7 jalur yang terbagi dalam dua emplasemen. Emplasemen selatan memiliki tiga jalur dengan jalur 2 sebagai sepur lurus,  yang arah barat laut menuju Stasiun Alastua dan yang arah tenggara menuju Stasiun Kedungjati. Sedangkan, emplasemen utara memiliki 4 jalur dengan jalur 5 dan 6 sebagai sepur lurus. Jalur 5 menuju ke Stasiun Tegowanu, dan jalur 6 menuju Stasiun Alastua.
Dilihat dari letaknya bangunan stasiun ini, bisa dikatakan tergolong unik bila dibandingkan dengan keberadaan stasiun lain pada umumnya. Keunikannya terletak keberadaan bangunan utama dari stasiun ini yang diapit oleh lintasan rel kereta api. Itulah kenapa Stasiun Brumbung dikatakan sebagai stasiun berperon pulau, karena stasiun ini memiliki dua emplasemen yang mengapit bangunan stasiun. Jadi, seolah-olah bangunan stasiun itu membentuk sebuah pulau.



Tipe stasiun seperti ini biasanya terjadi bila stasiun tersebut merupakan stasiun yang mempunyai percabangan. Karena mulai tahun 1922 dari stasiun dibuatkan jalur rel Brumbung-Gubug-Gabringan oleh NIS sepanjang 46 kilometer. Jalur ini merupakan bagian dari jalur Soerabaja-Gambringan-Samarang. Pembuatan jalur rel berukuran 1067 mm (NIS normaalspoorlijnen) rampung pada tahun 1924, dan kemudian dari jalur tersebut diteruskan dengan pembangunan jalur Brumbung-Samarang-Tawang. Jadi, semenjak tahun 1924 itu, dari Stasiun Brumbung terhubung dengan dua jalur utama, yaitu jalur rel Semarang-Vorstenlanden dan Semarang-Surabaya.
Stasiun Brumbung ini merupakan stasiun kelas III/keci namun memiliki bangunan stasiun yang lumayan besar yang berdiri di atas areal lahan yang cukup luas. Hal ini disebabkan karena di stasiun ini menjadi pertemuan dua jalur utama tersebut. Selain itu, stasiun ini masih ramai akan aktivitas stasiun pada umumnya, seperti menaikkan dan menurunkan penumpang maupun bongkar mudat barang. Setiap hari akan disinggahi KA Kedung Sepur (kereta komuter), dan menjadi tempat persilangan bagi sejumlah kereta api jarak jauh seperti KA Matarmaja maupun Brantas. *** [100518]

Fotografer: Nareisywari Yudha Kartika
Share:

Masjid Agung Demak

Masjid Agung Demak terletak di Jalan Sultan Fatah Kampung Kauman, Kelurahan Kadilangu, Kecamatan Demak, Kabupaten Demak, Provinsi Jawa Tengah, atau tepat berada di sebelah barat alun-alun Demak.
Masjid Agung ini merupakan salah satu masjid tertua di Indonesia, dan telah menjadi lokasi wisata religi yang sangat ramai. Diperkirakan nomor dua setelah keramaian Candi Borobudur.
Konon, masjid ini dibangun oleh Wali Songo (Sembilan Wali) secara bersama-sama dalam tempo satu malam. Babad Demak menunjukkan bahwa masjid ini didirikan pada tahun Saka 1399 (1477 M) yang ditandai oleh candra sengkala “Lawang Trus Gunaningjanmi”, sedang pada gambar bulus yang berada di mihrab masjid ini terdapat lambang tahun Saka 1401 yang menunjukkan bahwa masjid ini berdiri tahun 1479 M. Bangunan yang terbuat dari kayu jati ini berukuran 31 m x 31 m dengan bagian serambi berukuran 31 m x 15 m. Masjid Agung Demak didirikan dalam tiga tahap. Tahap pembangunan pertama adalah pada tahun 1466. Ketika itu masjid ini masih berupa bangunan Pondok Pesantren Glagahwangi di bawah asuhan Sunan Ampel. Pada tahun 1477, masjid ini dibangun kembali sebagai Masjid Kadipaten Glagahwangi Demak. Pada tahun 1478, ketika Raden Patah diangkat sebagai Sultan I Demak, masjid ini direnovasi dengan penambahan tiga trap. Raden Patah bersama Wali Songo memimpin proses pembangunan masjid ini dengan dibantu masyarakat sekitar. Para wali saling membagi tugasnya masing-masing. Secara umum, para wali menggarap soko guru yang menjadi tiang utama penyangga masjid. Namun, ada empat wali yang secara khusus memimpin pembuatan soko guru lainnya, yaitu: Sunan Bonang memimpin membuat soko guru di bagian barat laut; Sunan Kalijaga membuat soko guru di bagian timur laut; Sunan Ampel membuat soko guru di bagian tenggara; dan Sunan Gunungjati membuat soko guru di sebelah barat daya. Masing-masing soko guru memiliki tinggi 1630 cm. Serambinya dengan delapan buah tiang boyongan merupakan bangunan tambahan pada zaman Adipati Yunus (Pati Unus atau Pangeran Sabrang Lor), Sultan Demak ke-2 (1518-1521) pada tahun 1520 M.


Luas keseluruhan bangunan utama Masjid Agung Demak adalah 31 x 31 m2. Di samping bangunan utama, juga terdapat serambi masjid yang berukuran 31 x 15 m dengan panjang keliling 35 x 2,35 m; bedug dengan ukuran 3,5 x 2,5 m; dan tatak rambat dengan ukuran 25 x 3 m. Serambi masjid berbentuk bangunan yang terbuka. Bangunan masjid ditopang dengan 128 soko, yang empat di antaranya merupakan soko guru sebagai penyangga utamanya. Tiang penyangga bangunan masjid berjumlah 50 buah, tiang penyangga serambi berjumlah 28 buah, dan tiang kelilingnya berjumlah 16 buah.
Bentuk bangunan Masjid Agung Demak menggunakan gaya arsitektur tajug tumpang tiga, di mana tiang utamanya menopang langsung atap (brunjungan). Sedangkan, bangunan serambi menggunakan atap limasan yang disebut Limasan Trajumas.


Bentuk atap brunjungan terdiri atas 3 tingkat, yaitu atap 1 (terbawah) disebut atap panitih, melambangkan syariah. Atap 2 disebut atap pananggap, melambangkan thoriqoh. Atap 3 disebut atap brunjung, melambangkan hakikat. Atap limas ini berbeda dengan umumnya atap masjid di Timur Tengah yang lebih terbiasa dengan bentuk kubah. Ternyata model atap limas bersusun tiga ini mempunyai makna, yaitu bahwa seorang beriman perlu menapaki tiga tingkatan penting dalam keberagamaannya: iman, Islam, dan ihsan. Di samping itu, masjid ini memiliki lima buah pintu yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lain, yang memiliki makna rukun Islam, yaitu syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji. Masjid ini memiliki enam buah jendela, yang juga memiliki makna rukun iman, yaitu percaya kepada Allah SWT, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, kitab-kitab-Nya, hari kiamat, dan qadha-qadar-Nya.
Bentuk bangunan masjid banyak menggunakan bahan dari kayu jati. Dengan bahan ini, pembuatan bentuk bulat dengan lengkung-lengkungan akan lebih mudah. Interior bagian dalam masjid juga menggunakan bahan dari kayu dengan ukir-ukiran yang begitu indah.
Diluar bangunan utama masjid, terlihat situs kolam wudlu. Situs ini dibangun mengiringi awal berdirinya Masjid Agung Demak sebagai tempat untuk berwudlu. Hingga sekarang situs kolam ini masih berada di tempatnya meskipun sudah tidak dipergunakan lagi.
Di sebelah utara, situs kolam wudlu ini, saat ini tengah dikebut pembangunan sebuah Museum Masjid Agung, yang masih berada di halaman Masjid Agung Demak.
Sedangkan bila kita melihat menaranya yang berada di bagian timur, atau dekat pintu masuk halaman masjid. Bangunan sebagai tempat adzan ini didirikan dengan konstruksi baja. Pemilihan konstruksi baja sekaligus menjawab tuntutan modernisasi abad XX. Pembangunan menara diprakarsai para ulama, seperti KH.Abdurrohman (Penghulu Masjid Agung Demak), R.Danoewijoto, H.Moh Taslim, H.Aboebakar, dan H.Moechsin.
Masjid Agung Demak berada di tengah kota dan menghadap ke alun-alun yang luas. Secara umum, pembangunan kota-kota di Pulau Jawa banyak kemiripannya, yaitu suatu bentuk satu-kesatuan antara bangunan masjid, keraton, dan alun-alun yang berada di tengahnya. Pembangunan model ini diawali oleh Dinasti Demak Bintoro. Diperkirakan, bekas Keraton Demak ini berada di sebelah selatan Masjid Agung dan alun-alun.
Melihat dari sisi historis dan kekunaan bangunan Masjid Agung Demak, sudah sepantasnyalah bila Masjid Agung Demak ini menjadi benda cagar budaya yang harus dilindungi, dijaga dan dirawat, dan tanpa mengurangi ruh spiritualitasnya, aktivitas masjid senantiasa ditingkatkan sesuai yang telah dirintis di masjid ini oleh para wali yang terdiri dari sembilan orang (Wali Songo). *** [Diolah dari berbagai sumber] [211112]
Share:

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami