The Story of Indonesian Heritage

  • Istana Ali Marhum Kantor

    Kampung Ladi,Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat)

  • Gudang Mesiu Pulau Penyengat

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Benteng Bukit Kursi

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Kompleks Makam Raja Abdurrahman

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Mesjid Raya Sultan Riau

    Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

Tampilkan postingan dengan label Jombang Heritage. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Jombang Heritage. Tampilkan semua postingan

Stasiun Kereta Api Curahmalang

Stasiun Kereta Api Curahmalang (CRM) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Curahmalang, merupakan salah satu stasiun kereta api yang berada di bawah manajemen  PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 7 Madiun yang berada pada ketinggian + 25 m di atas permukaan laut, dan merupakan stasiun yang letaknya paling timur di Daop 7 Madiun. Stasiun ini terletak di Jalan Stasiun, Desa Budugsidorejo, Kecamatan Sumobito, Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur. Lokasi stasiun ini berada di sebelah timur Balai Desa Budugsidorejo.
Bangunan Stasiun Curahmalang ini merupakan bangunan peninggalan masa Hindia Belanda. Pembangunan stasiun ini bersamaan dengan pembangunan jalur rel kereta api Sidoarjo-Mojokerto-Sembung. Pembangunan jalur tersebut dimulai pada tahun 1880 dan selesai pada tahun 1881 oleh Staatsspoorwegen, perusahaan kereta api milik pemerintah di Hindia Belanda, sepanjang 64 kilometer yang merupakan bagian dari proyek Oosterlijnen atau State Railway Eastern Lines (lintas timur).
Stasiun ini memiliki 2 jalur dengan jalur 2 sebagai sepur lurus arah barat menuju Stasiun Sumobito dan arah timur menuju Stasiun Mojokerto, dan jalur 1 digunakan sebagai jalur persilangan atau persusulan dengan kereta yang lain yang akan melintas stasiun ini. Dulu, dari jalur 1 terdapat tambahan jalur jadug atau jalur buntu yang lokasinya berada di sebelah timur bangunan stasiun.
Kendati Stasiun Curahmalang merupakan stasiun kelas III atau kecil, namun masih beruntung bahwa di stasiun tersebut masih tampak ada aktivitas menaikkan maupun menurunkan penumpang, seperti KA kelas ekonomi AC dan KA lokal/komuter ekonomi AC. *** [300717]
Share:

Stasiun Kereta Api Peterongan

Stasiun Kereta Api Peterongan (PTR) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Peterongan, merupakan salah satu stasiun kereta api yang berada di bawah manajemen  PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 7 Madiun yang berada pada ketinggian + 33 m di atas permukaan laut, dan merupakan stasiun kelas III atau kecil. Stasiun ini terletak di Stasiun, Desa Peterongan, Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur. Lokasi stasiun ini berada di sebelah timur laut SMP Negeri 3 Peterongan ± 200 m, atau Pondok Pesantren Darul Ulum ± 500 m.
Bangunan Stasiun Peterongan ini merupakan bangunan peninggalan masa Hindia Belanda. Pembangunan stasiun ini bersamaan dengan pembangunan jalur rel kereta api Sidoarjo-Mojokerto-Sembung. Pembangunan jalur tersebut dimulai pada tahun 1880 dan selesai pada tahun 1881 oleh Staatsspoorwegen, perusahaan kereta api milik pemerintah di Hindia Belanda, sepanjang 64 kilometer yang merupakan bagian dari proyek Oosterlijnen atau State Railway Eastern Lines (lintas timur).
Stasiun ini memiliki 3 jalur dengan jalur 2 sebagai sepur lurus arah barat menuju Stasiun Jombang dan arah timur menuju Stasiun Sumobito. Jalur 1 dan 3 digunakan sebagai jalur persilangan atau persusulan dengan kereta yang lain yang akan melintas stasiun ini. Sedangkan, dari jalur 1 terlihat terhubung dengan sisa jalur badug atau buntu di sebelah timur bangunan stasiun.
Kendati Stasiun Sembung merupakan stasiun kelas III atau kecil, namun masih beruntung bahwa di stasiun tersebut masih tampak ada aktivitas menaikkan maupun menurunkan penumpang. *** [280717]
Share:

Stasiun Kereta Api Jombang

Stasiun Kereta Api Jombang (JG) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Jombang, merupakan salah satu stasiun kereta api yang berada di bawah manajemen  PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 7 Madiun yang berada pada ketinggian + 43 m di atas permukaan laut. Stasiun ini terletak di Jalan Basuki Rahmat No. 1, Kelurahan Jombatan, Kecamatan Jombang, Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur. Lokasi stasiun ini berada di selatan alun-alun Jombang.
Bangunan Stasiun Jombang ini merupakan bangunan peninggalan masa Hindia Belanda. Pembangunan stasiun ini bersamaan dengan pembangunan jalur rel kereta api Sidoarjo-Mojokerto-Sembung. Pembangunan jalur tersebut dimulai pada tahun 1880 dan selesai pada tahun 1881 oleh Staatsspoorwegen (SS) perusahaan kereta api milik pemerintah di Hindia Belanda, sepanjang 64 kilometer yang merupakan bagian dari proyek Oosterlijnen atau State Railway Eastern Lines (lintas timur).
Dilihat dari fasadnya, stasiun ini mengalami beberapa perubahan sehingga kesan kolonialnya sudah memudar. Perubahan ini terjadi karena adanya penambahan-penambahan sebagai konsekuensi stasiun ini menjadi sebuah stasiun kelas besar. Namun demikian, bila kita sudah berada di dalam stasiun, jejak kolonial dari stasiun ini masih bisa dijumpai, seperti bangunan emplasemennya dan bangunan pendukung lainnya yang berada di selatan rel kereta api.
Stasiun ini memiliki 9 jalur dengan jalur 2 sebagai sepur lurus arah barat menuju Stasiun Sembung dan arah timur menuju Stasiun Peterongan. Jalur lainnya digunakan sebagai jalur persilangan atau persusulan dengan kereta yang lain yang akan melintas stasiun ini maupun maintenance gerbong kereta api yang mengalami kerusakan.
Dulu, dari stasiun ini terdapat percabangan jalur menuju Pare hingga Kediri yang menuju ke selatan, dan Ploso hingga Babat ke arah utara. Pembangunan kedua jalur dilakukan oleh dua perusahaan kereta api swasta lainnya, yaitu Kediri Stoomtram Maatschappij (KSM) dan Babat-Djombang Stoomtram Maatschappij (BDSM). KSM adalah perusahaan kereta api swasta di Hindia Belanda yang mendapat konsesi pada tahun 1894 untuk membangun jalur kereta api ke seputaran Jombang dan Kediri, sedangkan BDSM adalah perusahaan kereta api swasta di Hindia Belanda yang mendapat konsesi pada tahun 1896 untuk membangun jalur kereta api di seputaran Jombang dan Lamongan.
Percabangan yang ke arah selatan terhubung dengan jalur 9, dan KSM pun mendirikan stasiun (Stasiun KSM) di selatan Stasiun Jombang. Sedangkan, percabangan yang ke arah utara terhubung dengan jalur 1, dan percabangannya berada di sebelah timur Stasiun Jombang.
KSM mulai membangun jalur Jombang – Pulorejo – Pelem – Gurah – Pesantren - Kediri sepanjang 50 kilometer pada tahun 1897. Dari jalur ini kemudian bercabang menjadi beberapa jalur lagi, seperti jalur Pesantren-Wates (1897) sepanjang 14 kilometer, jalur Pelem-Papar (1898) sejauh 14 kilometer, jalur Pare-Semanding-Kepung (1898) dengan panjang 12 kilometer, jalur Pulorejo-Ngoro-Kandangan-Kunto (1898-1899) sepanjang 13 kilometer, dan jalur Gurah-Jenkal-Brenggolo-Kawarassan (1898) sejauh 9 kilometer. Tak hanya itu, KSM pun juga menyambungkan ke beberapa jalur lagi dari percabangan yang lainnya, yaitu jalur Semanding-Kencong-Kunto (1899) sepanjang 9 kilometer, dan jalur Brenggolo-Plosoklaten (1900) sejauh 1 kilometer.
Sedangkan, BDSM membangun jalur Jombang-Jombangkota-Jombangpasar (1898-1899) sepanjang 3 kilometer. Kemudian dari Jombang Kota dilanjutkan ke jalur Dolok-Ploso-Kabuh-Ngimbang-Bluluk-Dradah-Babat sepanjang 32 kilometer, yang pembangunannya dimulai pada tahun 1899 dan selesai pada tahun 1902. Dari Ploso juga terhubung dengan PG Ponen pada tahun 1913 sejauh 2 kilometer, dan juga terhubung dengan jalur Krian-Gempolkerep-Ploso yang dibangun oleh Staatsspoorwegen.
Meski jalur yang dibangun oleh BDSM merupakan jalur yang strategis, akan tetapi pengelolaan jalur Jombang- Dolok-Ploso-Kabuh-Ngimbang-Bluluk-Dradah-Babat mulai mengalami kerugian setelah memasuki 20 tahun berjalan. Untuk menutup kerugian tersebut, pada 1903 BDSM menyewakan sebagian asetnya kepada Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) selama 15 tahun dengan nilai kontrak 250.000 gulden.
Jadi, bisa dibayangkan betapa ramainya Stasiun Jombang pada waktu itu. Selain berada di lintasan utama milik Staatsspoorwegen, Stasiun Jombang juga terhubung dengan sejumlah daerah yang di sebelah selatan dan utaranya berkat KSM dan BDSM. Namun sayang, jalur kereta api yang dibuat oleh KSM dan BDSM sudah tidak aktif lagi untuk saat ini. *** [260717]
Share:

Stasiun Kereta Api Sembung

Stasiun Kereta Api Sembung (SMB) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Sembung, merupakan salah satu stasiun kereta api yang berada di bawah manajemen  PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 7 Madiun yang berada pada ketinggian + 47 m di atas permukaan laut, dan merupakan stasiun yang lokasinya paling barat di Kabupaten Jombang. Stasiun ini terletak di Jalan Raya Perak, Desa Sembung, Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur. Lokasi stasiun ini berada di selatan Pegadaian Sembung, atau timur BPR Bank Jombang ± 200 m.
Bangunan Stasiun Sembung ini merupakan bangunan peninggalan masa Hindia Belanda. Pembangunan stasiun ini bersamaan dengan pembangunan jalur rel kereta api Sidoarjo-Mojokerto-Sembung. Pembangunan jalur tersebut dimulai pada tahun 1880 dan selesai pada tahun 1881 oleh Staatsspoorwegen, perusahaan kereta api milik pemerintah di Hindia Belanda, sepanjang 64 kilometer yang merupakan bagian dari proyek Oosterlijnen atau State Railway Eastern Lines (lintas timur).
Stasiun ini memiliki 3 jalur dengan jalur 2 sebagai sepur lurus arah barat menuju Stasiun Kertosono dan arah timur menuju Stasiun Jombang. Jalur 1 dan 3 digunakan sebagai jalur persilangan atau persusulan dengan kereta yang lain yang akan melintas stasiun ini. Sedangkan, di sebelah timur bangunan stasiun terlihat sisa jalur badug atau buntu.
Kendati Stasiun Sembung merupakan stasiun kelas III atau kecil, namun masih beruntung bahwa di stasiun tersebut masih tampak ada aktivitas menaikkan maupun menurunkan penumpang. *** [250717]
Share:

Klenteng Hong San Kiong

Gudo merupakan salah satu nama kecamatan yang ada di Kabupaten Jombang. Jaraknya sekitar 13 kilometer arah barat dari Jombang. Selain dikenal memiliki sentra industi kerajinan manik-manik bertaraf internasional berbahan limbah kaca, di daerah Gudo juga terdapat sebuah klenteng tua yang dikenal dengan nama Klenteng Hong San Kiong.
Klenteng Hong San Kiong terletak di Dusun Tukangan, Desa Gudo, Kecamatan Gudo, Kabupaten Jombang, Provinsi Jawa Timur. Lokasi klenteng ini berada di samping kanan Kantor Kepolisian Sektor (Polsek) Gudo, tepat di pertigaan jalan ke arah selatan menuju Kediri dan ke utara menuju Jombang.
Secara historis, keberadaan klenteng ini tidak bisa lepas dari kehidupan etnis Tionghoa yang berada di Gudo. Kedatangan orang-orang Tionghoa ke daerah Gudo telah berjalan ratusan tahun yang silam, mengingat lokasi Gudo di Jombang itu dekat dengan pusat Kerajaan Majapahit di Trowulan, Mojokerto. Bahkan, menurut keterangan yang beredar di masyarakat sekitarm penamaan Desa Gudo sendiri tidak terlepas dari keterlibatan etnis Tionghoa di daerah tersebut. Gudo berasal dari kata “Pagoda”, yaitu bangunan yang berbentuk menara yang atapnya terdapat pada tiap tingkat. Biasanya dibangun sebagai kuil atau tugu peringatan, seperti yang terdapat di India, Srilanka, Burma, Tiongkok dan Jepang. Bangunan itu konon ditemukan di mana Klenteng Hong San Kiong berdiri sekarang. Klenteng Hong San Kiong sendiri diperkirakan dibangun pada tahun 1700.


Keberadaan Klenteng Hong San Kiong bermula dari sebuah keluarga bermarga Tan yang melakukan pemujaan terhadap Kong Co Kong Tik Cun Ong. Sosok keluarga Tan memang memiliki peran cukup penting pada awal berdirinya Klenteng Hong San Kiong.
Di klenteng yang memiliki luas bangunan 3.500 m² di atas lahan seluas 16.200 m² ini, kelengkapan proses seni wayang potehi masih terjaga di Gudo. Proses produksi, pemain, dan pementasan seni wayang masih tetap terjaga hingga sekarang. Seni wayang potehi ini tidak bisa dilepaskan dari salah seorang imigran dari Tiongkok ratusan tahun silam yang bernama Tok Su Kwi. Ia merantau dari Tiongkok ke Laut Selatan hingga sampai di Pulau Jawa dengan membawa serta kesenian boneka dari wilayah Hokkian (Tiongkok Selatan) yang di daerah asalnya dikenal sebagai Pouw Tee Hie. Sesampainya di Pulau Jawa, Tok Su Kwi memilih menetap di Gudo, Jombang.
Seperti klenteng pada umumnya di Tanah Air, ketika memasuki klenteng tersebut, pengunjung akan menjumpai hiolo yang berisi abu hio. Kemudian masuk lagi ke dalam klenteng, pengunjung akan menemukan beberapa altar untuk pemujaan bagi dewa yang diyakini. Di tengah ruang ruang depan terdapat altar bagi Kong Co Kong Tik Cun Ong. Di sebelah kirinya terdapat, altar Kong Co Hong Tik Cun Sing atau Dewa Bumi. Sebelahnya Dewa Bumi, terdapat altar Kong Co Hyang Thian Sing Tee atau Dewa Langit. Sedangkan, di sisi kanan altar Kong Co Kong Tik Cun Ong terdapat altar Kwan Sing Tee Koen atau Dewa Kebenaran/Keadilan.
Klenteng Hong San Kiong ini merupakan tempat peribadatan bagi penganut Tri Dharma, yaitu agama Buddha, Konghucu dan Taois. Selain sebagai tempat bersembahyang bagi tiga penganut keyakinan tersebut, klenteng ini juga berfungsi sebagai balai pengobatan. Yang boleh berobat di balai pengobatan ini bukan hanya bagi pemeluk Tri Dharma saja, namun banyak warga sekitar klenteng yang pada umumnya muslim juga boleh berobat. Hal ini yang melahirkan interaksi antara penduduk sekitar dengan etnis keturunan Tionghoa. Interaksi yang demikian menjadikan klenteng itu tetap eksis sampai sekarang ini meski berada nun jauh dari suasana perkotaan besar pada umumnya. *** [260714]
Share:

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami