The Story of Indonesian Heritage

  • Istana Ali Marhum Kantor

    Kampung Ladi,Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat)

  • Gudang Mesiu Pulau Penyengat

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Benteng Bukit Kursi

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Kompleks Makam Raja Abdurrahman

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Mesjid Raya Sultan Riau

    Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

Tampilkan postingan dengan label Abdullah Al-Idris. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Abdullah Al-Idris. Tampilkan semua postingan

Kompleks Makam Engku Putri Raja Hamidah

Setelah melihat-lihat Gedung Tabib, sopir becak motor melanjutkan perjalanan mengelilingi Pulau Penyengat. Lokasi yang menjadi target kunjungan kedua adalah Kompleks Makam Engku Putri Raja Hamidah.
Kompleks makam ini terletak di Jalan Engku Putri, Kampung Jambat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. Lokasi makam ini berada di sebelah tenggara Masjid Raya Sultan Riau Penyengat ± 280 m, yang jarakanya tak begitu jauh dari Gedung Tabib Kerajaan.



Sosok Raja Hamidah yang bergelar Engku Putri, digambarkan sangat bersahaja. Kebersahajaannya merupakan hal yang sangat istimewa karena selain sebagai istri raja (permaisuri), ia juga merupakan salah satu putri Raja Haji Fisabilillah dari istrinya yang bernama Raja Perak binti Yang Dipertuan Muda Riau III Daeng Kamboja.



Raja Hamidah sendiri merupakan istri keempat yang dipersunting oleh Raja Mahmud Syah, Sultan Riau III, pada tahun 1803. Pada tahun 1803, Pulau Penyengat telah berkembang dari pusat pertahanan menjadi sebuah kerajaan, yang dijadikan mahar (mas kawin) oleh Sultan Mahmud Syah kepada Raja Hamidah. Selanjutnya Pulau Penyengat menjadi tempat kediaman resmi Yang Dipertuan Muda Kesultanan Riau Lingga, sementara Sultan (Yang Dipertuan Besar) berkedudukan di Daik-Lingga.
Raja Hamidah mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam sejarah politik di Kesultanan Riau Lingga karena beliaulah pemegang regalia kerajaan atau alat kebesaran Kesultanan Riau Lingga yang diamanahkan oleh suaminya (Raja Mahmud Syah). Ia mangkat dan dimakamkan di Pulau Penyengat pada tahun 1844. Makamnya terletak pada sebuah kompleks pemakaman diraja yang disebut Dalam Besar.



Dilihat dari denahnya, sebaran makam yang terdapat di Kompleks Makam Engku Putri Raja Hamidah terbagi menjadi dua, yaitu makam-makam yang terdapat di dalam bangunan berkubah dan makam-makam yang terdapat di luar kubah. Makam-makam yang terdapat di dalam bangunan berkubah antara lain Makam Raja Hamidah atau Engku Putri dan Makam Raja Abdullah yang bergelar Yang Dipertuan Muda Riau Lingga IX beserta permaisurinya yang bernama Raja Aisyah, sedangkan makam-makam yang terdapat di luar bangunan berkubah antara lain Makam Raja Ahmad yang dikenal sebagai Penasihat Kerajaan dan Raja Ali Haji yang menjadi Pujangga Kerajaan, terkenal dengan karyanya Gurindam Dua Belas.



Bangunan berkubah yang menaungi Makam Engku Putri berdenah segi enam dengan struktur beton dan di bagian baratnya terdapat semacam mihrab, sehingga dari luar tampak seperti masjid. Nisan pada kompleks makam ini berbahan batu andesit dengan tipe gada untuk laki-laki dan tipe pipih untuk wanita. Kompleks makam ini dibatasi oleh tembok keliling berstruktur permanen.
Saat ini kompleks makam ini masih ramai dikunjungi oleh penduduk sekitar yang akan berziarah, ataupun wisatawan domestik maupun mancanegara yang ingin melihat makam tersebut. Dilihat dari aspek historis maupun arkeologisnya, Kompleks Makam Engku Putri Raja Hamidah ini telah ditetapkan sebagai benda cagar budaya dengan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor KM 14/PW.007/KKP/2004 serta tercatat pada Nomor Inventaris Cagar Budaya 30/BCB-TB/C/01/2007 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Tanjungpinang. Sehingga, keberadaannya harus dijaga dan dilestarikan. *** [210918]

Kesputakaan:
Yulianty, Meitya. (2005). Partisipasi Masyarakat Dalam Memelihara Benda Cagar Budaya Di Pulau Penyengat Sebagai Upaya Pelestarian Warisan Budaya Melayu, Tesis Magister Teknik Pembangunan Kota, Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro Semarang
____________ . (2018). Deskripsi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau, Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat Wilayah Kerja Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau
Share:

Kartogafi, Peta Pelayaran Mengubah Wajah Dunia

Dalam pelayaran, selain alat-alat navigasi dan penguasaan astronomi, para pelaut juga membutuhkan peta. Maka, berkembanglah kartografi yang dapat diartikan sebagai suatu seni, ilmu, dan teknik pembuatan peta yang melibatkan ilmu geodesi, fotogrametri kompilasi, dan reproduksi peta.
Abdullah Al-Idris (1099-1166 M) atau Abu Abdullah Muhammad ibn Muhammad ibn Abdullah ibn Idris Ash-Sharif, asal Ceita (Spanyol) dikenal sebagai ahli geografi dan pembuat peta dunia. Ia membuat globe dari bahan perak seberat 400 kilogram, yang memuat ketujuh benua dengan rute perdagangannya, danau-danau dan sungai, kota-kota besar, dataran, serta pegunungan. Terdapat pula informasi tentang jarak, panjang, dan ketinggian dengan sangat tepat. Sehingga, umat manusia dapat mengetahui dengan tepat, letak benua atau kawasan yang dituju.
Sebagai pelengkap petanya, Al-Idris juga membuat teks geografi yang diberi nama Kitab Al-Rujari (Book of Roger). Kitab ini mendeskripsikan secara komprehensif mengenai informasi geografis yang terdapat pada peta bola dunia yang digambarkan itu. Al-Idris juga berhasil mengukur garis pusat bumi dan berjaya pada jarak 22.900 batu, setara dengan 42.185 kilometer. Keberhasilan ini tak banyak berbeda dengan ukuran garis pusat sebenarnya, yakni 40.068 km. Simbol-simbol dalam peta serta tulisan untuk menjelaskan isi peta ditulis dalam huruf kaligrafi Arab.
Peta lain yang cukup terkenal adalah peta Ptolomeus yang dibuat pada 1482. Di peta ini, dunia digambarkan tanpa Afrika Selatan, Pasifik, dan benua Amerika. Pasalnya, wilayah terebut saat itu belum diketahui oleh bangsa Eropa. Bahkan, Asia pun digambarkan secara sembarangan. Namun, pemetaan kawasan Mediterania tampak akurat.
Selain itu, pada 1588, Inggris menerbitkan Mariner’s Mirrour yang merupakan atlas laut pertama. Peta ini juga berisi sekumpulan gambar dan diagram yang menampilkan garis-garis pantai yang terkenal di dunia.
Penggunaan peta oleh para pelaut kita sebenarnya telah dicatat bangsa Portugis pada awal abad ke-16. Bangsa Portugis, dalam hal ini Alburquerque, berupaya keras untuk mendapatkan peta tersebut dan pernah mengirim sebuah peta berbahasa Jawa kepada rajanya, tetapi sayangnya kapal yang membawa peta tersebut tenggelam. Sampai kini, tak pernah ditemukan lagi peta kuno yang pernah dibuat bangsa Indonesia. ***
Share:

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami