The Story of Indonesian Heritage

Gedung Tabib Kerajaan

Pada waktu bertugas ke Tanjungpinang dalam rangka penelitian dengan judul Analisa Segmentasi dan Profil Pelanggan Mobil Toyota, saya berkesempatan mengunjungi Pulau Penyengat. Seorang sopir yang mengantar saya di Pulau Bintan mengatakan bahwa, seseorang yang berkunjung ke Tanjungpinang tapi belum mengunjungi Pulau Penyengat dianggap belum lengkap. Kata-kata ini terus menggelayuti pikiran saya ketika sedang tracking responden dan malamnya menjelang tidur di Hotel Panorama yang tak jauh dari Pelabuhan Sri Bintan Pura. Ada apa pula di Pulau Penyengat yang kelihatan dari pelabuhan tersebut?



Di tengah penantian jadwal kapal menuju ke Batam esok harinya, waktunya saya manfaatkan untuk berkunjung ke Pulau Penyengat dengan menggunakan perahu Pompong (sebutan perahu kayu bermesin tempel). Sesampainya di Pulau Penyengat, kami pun menyewa becak motor yang sekaligus menjadi “guide” untuk mengantarkan di sejumlah situs-situs yang ada di pulau itu.
Kunjungan yang pertama, kami diajak oleh sopir becak motor menengok sebuah bangunan lawas yang dikenal dengan Gedung Tabib. Gedung ini terletak di Kampung Jambat, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. Lokasi gedung ini berada di sebelah barat  Madrasah Diniyah Awaliyah Salafiyah, atau tenggara Masjid Raya Sultan Riau ± 100 m.



Menurut sejarahnya, Gedung Tabib ini dulunya merupakan kediaman Raja Haji Daud yang dikenal sebagai tabib (dokter) Kerajaan Riau-Lingga. Ia adalah seorang tabib yang mengarang kitab-kitab pengobatan tradisional dan kitab perbintangan atau zodiak dalam bentuk syair.
Pada buku Dalam Berkenalan Persahabatan: Surat-surat Raja Ali Haji kepada Von de Wall (Putten, Jan van der dan Al Azhar, 2007: 335) dijelaskan bahwa, Raja Daud adalah  putra dari Raja Ahmad dengan Encik Fatimah. Ia dikenal sebagai seorang penulis yang menyusun Syair Peperangan Pangeran Syarif Hasyim dan sebuah karya tentang ilmu obat-obatan Melayu. Bakat literasi dan pengobatannya berasal dari Raja Ahmad, ayahnya.



Pada masa itu, Gedung Tabib ini tak ubahnya seperti klinik pada masa sekarang. Para pejabat maupun punggawa Kerajaan Kesultanan Riau-Lingga ini bisa berobat ke kediaman Raja Haji Daud, sedangkan untuk kalangan keluarga Sultan dan keturunannya bisa mendatangkan sang tabib ke dalam istana. Selain itu, di bangunan itu Raja (Engku) Haji Daud juga digunakan untuk meramu dan meracik obat-obatan yang bahannya berasal dari tanaman-tanaman yang ada di Pulau Penyengat dan sekitarnya. Karena Engku Haji Daud dikenal sebagai tabib kerajaan, rumah berlantai dua itu kemudian dikenal dengan Gedung Tabib.



Saat ini bangunan Gedung Tabib sudah tinggal sisa-sisa dinding dengan rangka pintu dan jendela yang di atasnya ditumbuhi pohon ara. Pada beberapa rangka pintu dan jendela masih tersisa kusen-kusennya yang terbuat dari kayu. Dinding yang masih ada berukuran panjang 15,80 m dan lebar 9,90 m.
Kendati bangunan Gedung Tabib yang berdiri ± 5 meter di atas permukaan laut ini tinggal puing-puing tembok dengan beberapa rangka pintu dan jendela serta kelihatan kurang terawat, namun melihat aspek histroris yang dimiliki dan bentuk bangunan berarsitektur peninggalan abad ke-19 serta letaknya yang berada di tengah-tengah pemukiman maka bangunan Gedung Tabib ini banyak mendapat perhatian pengunjung. *** [210910]

Kepustakaan:
Putten, Jan van der dan Al Azhar. (2007). Dalam Berkenalan Persahabatan: Surat-surat Raja Ali Haji kepada Von de Wall, Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia
Yuliaty, Meitya. (2005). Partisipasi Masyarakat Dalam Memelihara Benda Cagar Budaya Di Pulau Penyengat Sebagai Upaya Pelestarian Warisan Budaya Melayu, Tesis di Magister Teknik Pembangunan Kota Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro Semarang
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami