The Story of Indonesian Heritage

  • Istana Ali Marhum Kantor

    Kampung Ladi,Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat)

  • Gudang Mesiu Pulau Penyengat

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Benteng Bukit Kursi

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Kompleks Makam Raja Abdurrahman

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Mesjid Raya Sultan Riau

    Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

Tampilkan postingan dengan label Bangunan Kuno di Sidoarjo. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Bangunan Kuno di Sidoarjo. Tampilkan semua postingan

Stasiun Kereta Api Porong

Stasiun Kereta Api Porong (PR) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Porong, merupakan salah satu stasiun kereta api yang berada di bawah manajemen  PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 8 Surabaya yang berada pada ketinggian + 4 m di atas permukaan laut, dan merupakan stasiun kelas III.
Stasiun ini terletak di Jalan Raya Porong, Kelurahan Porong, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur. Lokasi stasiun ini berada di belakang Taman Apkasi, dan tidak begitu jauh dari tanggul lumpur Lapindo.
Bangunan Stasiun Porong ini merupakan bangunan peninggalan masa Hindia Belanda. Pembangunan stasiun ini berkaitan dengan pembangunan jalur rel kereta api dari Surabaya-Bangil-Pasuruan sepanjang 63 kilometer oleh perusahaan kereta api milik pemerintah di Hindia Belanda, Staatspoorwegen (SS) dari tahun 1876 hingga 1878 sebagai bagian dari proyek jalur kereta api di Jawa untuk line menuju bagian timur (oosterlijnen). Pimpinan proyek ini dipegang oleh David Marschalk, seorang Inspektur Jenderal Staatspoorwegen dan insinyur sipil yang berpengalaman dalam membuat desain jalur rel. Marschalk memiliki pengalaman dalam mengerjakan jalur rel kereta api dari Batavia (kini Jakarta)-Buitenzorg (sekarang Bogor). Pengalamannya inilah yang menyebabkan ia dipercaya oleh Staatspoorwegen dalam mengerjakan proyek jalan kereta api yang pertama bagi perusahaan kereta api tersebut.


Setelah selesai, pembukaan jalur ini dilakukan secara meriah dan diresmikan oleh Gubenur Jenderal Hindia Belanda, Johan Wilhelm van Lansberge pada 16 Mei 1878. Peresmiannya dilakukan di Stasiun Surabaya Kota, dan kemudian dilanjutkan dengan mencoba jalur tersebut yang diikuti oleh para pejabat hingga Stasiun Porong ini.
Stasiun Porong memiliki 3 jalur. Jalur 1 sebagai sepur lurus, jalur 2 untuk persilangan, dan jalur 3 jalur buntu/darurat. Kemudian setelah menyeberang Sungai Porong yang berada di selatan stasiun ini, jalur ini bercabang dua. Yang lurus menuju ke Bangil, sedangkan yang menikung ke arah kanan mengarah ke Japanan-Bangsal-Mojokerto. Dulu, dari Stasiun Japanan juga ada jalur yang bercabang ke Pandaan. Begitu pula yang dari Stasiun Bangsal juga ada jalur rel yang bercabang ke Pugeran. Jalur-jalur tersebut dikerjakan oleh Modjokerto Stoomtram Maatschappij (MSM) dan ukuran relnya tidak seperti yang dikerjakan oleh Staatspoorwegen. Sejak tahun 1969, jalur yang menuju Pandaan maupun Mojokerto melalui Japanan dan Bangsal ini sudah tidak aktif lagi.
Meski stasiun ini pernah mendapat kehormatan untuk uji coba jalur Surabaya-Bangil-Pasuruan oleh pejabat-pejabat Hindia Belanda ketika meresmikan stasiun ini, namun stasiun ini tidaklah sesibuk aktivitasnya dengan Stasiun Siodarjo maupun Stasiun Bangil. Hal ini kemungkinan karena stasiun ini merupakan stasiun kecil saja. Namun sejak dilanda banjir lumpur panas akibat pengeboran Lapindo Brantas Inc. di daerah Porong ini pada 29 Mei 2006, stasiun ini malah menjadi dikenal lebih luas. Karena ketika muncul pemberitaan dari media cetak maupun televisi, jalur kereta api antara Stasiun Tanggulangin dan Stasiun Porong ini senantiasa muncul dalam topic news kala itu. *** [010815]

Share:

Stasiun Kereta Api Tanggulangin

Stasiun Kereta Api Tanggulangin (TGA) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Tanggulangin, merupakan salah satu stasiun kereta api yang berada di bawah manajemen  PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 8 Surabaya yang berada pada ketinggian + 6 m di atas permukaan laut, dan merupakan stasiun kelas III.
Stasiun ini terletak di Jalan Raya Tanggulangin, Desa Kalitengah, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur. Lokasi stasiun ini berada di sebelah timur laut Kantor Kecamatan Tanggulangin ± 500 meter, atau tepat berada di rel yang membelah jalan utama Sidoarjo – Malang.


Bangunan Stasiun Tanggulangin ini merupakan bangunan peninggalan masa Hindia Belanda. Pembangunan stasiun ini berhubungan dengan pembangunan jalur rel kereta api dari Surabaya-Bangil-Pasuruan sepanjang 63 kilometer oleh perusahaan kereta api milik pemerintah di Hindia Belanda, Staatspoorwegen (SS) dari tahun 1876 hingga 1878 sebagai bagian dari proyek jalur kereta api di Jawa untuk line menuju bagian timur (oosterlijnen). Pimpinan proyek ini dipegang oleh David Marschalk, seorang Inspektur Jenderal Staatspoorwegen dan insinyur sipil yang berpengalaman dalam membuat desain jalur rel. Marschalk memiliki pengalaman dalam mengerjakan jalur rel kereta api dari Batavia (kini Jakarta)-Buitenzorg (sekarang Bogor). Pengalamannya inilah yang menyebabkan ia dipercaya oleh Staatspoorwegen dalam mengerjakan proyek jalan kereta api yang pertama bagi perusahaan kereta api tersebut.
Setelah selesai, pembukaan jalur ini dilakukan secara meriah dan diresmikan oleh Gubenur Jenderal Hindia Belanda, Johan Wilhelm van Lansberge pada 16 Mei 1878. Peresmiannya dilakukan di Stasiun Surabaya Kota, dan kemudian dilanjutkan dengan mencoba jalur tersebut yang diikuti oleh para pejabat hingga StasiunPorong saja. Sehingga, Stasiun Tanggulangin ini termasuk salah satu stasiun yang dilewati oleh rombongan Gubernur Jenderal tersebut.


Stasiun Tanggulangin awalnya memiliki 4 jalur dengan jalur 2 sebagai sepur lurus serta jalur 1,3, dan 4 untuk persilangan. Akan tetapi, sekarang jalur 4 sudah dibongkar. Dulu, stasiun ini memegang peranan yang cukup strategis dalam perindustrian gula yang berkembang pesat di Sidoarjo. Kebutuhan akan keperluan untuk pabrik gula dipasok lewat stasiun ini. Begitu pula, ketika gula dari pabrik akan didistribusikan juga melalui stasiun ini.
Stasiun yang memiliki bangunan stasiun seluas 177 m² di atas lahan 4.835 m² ini tercatat sebagai aset PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan nomor register 118/08.61272/TGA/SDA. Stasiun ini mempunyai peron namun tidak memakai atap yang memayunginya seperti pada stasiun besar yang pada umumnya terdapat di ibukota kabupaten. Konstruksi stasiun ini mirip dengan Stasiun Singosari di mana untuk ruang tunggu maupun hall terbuat dari kayu, sedangkan untuk fasilitas administratif, seperti ruang kantor kepala stasiun dan staf serta ruang sinyal terbuat dari tembok yang kokoh dengan jendela yang lumayan tinggi. Hanya saja, bangunan stasiun ini masih dikatakan beruntung jika dibandingkan dengan Stasiun Singosari karena stasiun ini masih mempunyai halaman parkir yang agak luas. Stasiun Singosari sama sekali langsung mepet dengan jalan yang melintas di depan stasiun tersebut.  *** [020815]

Share:

Stasiun Kereta Api Tarik

Stasiun Kereta Tarik (TRK) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Tarik, merupakan salah satu stasiun kereta api yang berada di bawah manajemen  PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 8 Surabaya yang berada pada ketinggian + 16 m di atas permukaan laut.
Stasiun ini terletak di Jalan Jatisari-Tempuran, Desa Tarik, Kecamatan Tarik, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur. Lokasi stasiun ini berada di depan Kantor Kepolisian Sektor (Polsek) Tarik.
Bangunan Stasiun Tarik ini merupakan bangunan peninggalan masa Hindia Belanda. Diperkirakan pembangunan stasiun ini bersamaan dengan pembangunan jalur rel kereta api dari Sidoarjo-Mojokerto-Sembung yang dikerjakan oleh perusahaan kereta api milik pemerintah di Hindia Belanda, Staatspoorwegen (SS) dari tahun 1880 hingga 1881 sebagai bagian dari proyek jalur kereta api di Jawa untuk line menuju bagian timur (oosterlijnen). Jalur sepanjang 64 kilometer ini, pengerjaannya dimulai dari Sidoarjo menuju Tarik terus dilanjutkan ke arah barat yaitu Mojokerto.


Jadi pada waktu itu, kereta api yang ingin melakukan perjalanan dari Surabaya menuju Bandung melewati Stasiun Sidoarjo karena jalur rel kereta api dari Tarik melewati Sepanjang terus menuju Stasiun Wonokromo baru terwujud pada tahun 1898 dengan panjang 30 kilometer. Jalur ini mampu memperpendek hingga 34 kilometer dari Surabaya menuju Bandung.
Sejak dua jalur tersebut, yaitu Sidoarjo-Tulangan-Tarik dan Wonokrom-Sepanjang-Tarik, terhubung pada tahun 1898 maka Stasiun Tarik menjadi stasiun yang cukup strategis karena menjadi stasiun persilangan yang besar. Namun, dalam perjalanan sejarahnya jalur Sidoarjo-Tulangan-Tarik sempat dinonaktifkan pada tahun 1972 tapi sekarang ini jalur tersebut kembali difungsikan sebagai bagian dari relokasi rel ke arah barat sebagai akibat dari peristiwa lumpur Lapindo. Selain itu, juga mengurai jadwal perkeretapian di Daop 8 Surabaya yang kian berkembang dengan banyaknya kereta api baru maupun commuter line.
Stasiun ini memiliki 5 jalur. Jalur 1 dan 2 digunakan sebagai sepur lurus, jalur 3 menjadi jalur persilangan, dan jalur 4 merupakan jalur menuju Sidoarjo. Sedangkan jalur 5 dijadikan jalur darurat. *** [030614]

Share:

Stasiun Kereta Api Gedangan

Stasiun Kereta Api Gedangan (GDG) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Gedangan, merupakan salah satu stasiun kereta api yang berada di bawah manajemen  PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 8 Surabaya yang berada pada ketinggian + 4 m di atas permukaan lain, dan merupakan stasiun kereta api kelas 3.
Stasiun ini terletak di Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Gedangan, Kecamatan Gedangan, Kabupaten Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur. Lokasi stasiun ini berada di sebelah tenggara dari Kantor Kecamatan Gedangan.


Bangunan stasiun Gedangan ini merupakan bangunan peninggalan masa Hindia Belanda. Diperkirakan pembangunan stasiun ini bersamaan dengan pembangunan jalur rel kereta api dari Surabaya – Bangil - Pasuruan yang dikerjakan oleh Perusahaan Kereta Api milik Pemerintah Hindia Belanda, Staatsspoorwegen, dari tahun 1876 dan selesai pada tahun 1878. Kendati jalur rel yang dikerjakan tersebut bersamaan, namun diperkirakan stasiun Gedangan lebih dulu dibangun daripada stasiun Bangil. Karena pengerjaannya kala itu berawal dari Surabaya diteruskan ke Bangil hingga Pasuruan yang dipimpin oleh David Maarschalk, seorang anggota militer Belanda yang pernah terlibat dalam membuat desain jalur rel dari Batavia (jakarta) menuju Buitenzorg (Bogor).
Stasiun ini sekarang tinggal memiliki 2 jalur dengan jalur 2 sebagai spoor 1 untuk persilangan. Jalur 3  digunakan khusus untuk spoor 2 atau sepur lurus. Sedangkan, jalur 1 rel kereta api sudah ditutupi paving.
Stasiun Gedangan masih beraktivitas sebagai stasiun penumpang. Artinya, masih digunakan untuk menaikan maupun menurunkan penumpang untuk kereta api kelas ekonomi yang menghubungkan Surabaya hingga Banyuwangi maupun commuter line yang menghubungkan Surabaya hingga Sidoarjo. *** [180414]

Share:

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami