The Story of Indonesian Heritage

  • Istana Ali Marhum Kantor

    Kampung Ladi,Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat)

  • Gudang Mesiu Pulau Penyengat

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Benteng Bukit Kursi

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Kompleks Makam Raja Abdurrahman

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Mesjid Raya Sultan Riau

    Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

Tampilkan postingan dengan label Treinstation Geschiedenis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Treinstation Geschiedenis. Tampilkan semua postingan

Stasiun Kereta Api Sukowono

Stasiun Kereta Api Sukowono (SKW) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Sukowono merupakan salah satu stasiun kereta api kelas III/kecil yang berada di bawah manajemen PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 9 Jember dengan ketinggian +344  m di atas permukaan laut. Stasiun ini terletak di Jalan Panglima Besar Jenderal Sudirman, Desa Sukowono, Kecamatan Sukowono, Kabupaten Jember, Jawa Timur. Lokasi stasiun ini berada di sebelah timur Kantor Camat Sukowono ± 100 m.
Bangunan stasiun ini merupakan bangunan peninggalan kolonial Belanda, yang didirikan bersamaan dengan pengerjaan jalur rel kereta api Kalisat-Situbondo-Panarukan. Jalur tersebut dibuka untuk umum pada tanggal 1 Oktober 1897. Pembangunannya dilakukan oleh perusahaah kereta api milik Pemerintah Hindia Belanda, Staatsspoorwegen (SS), sebagai bagian dari proyek jalur kereta api untuk jalur timur yang kelas 2 (Oosterlijnen-2).

Foto: Stasiun Sukowono (Rossi)

SS sendiri terbagi dalam beberapa wilayah operasional. SS Oosterlijnen mendominasi area jalur kereta api di Jawa Timur (terutama wilayah selatan dan timur) dan sedikit di wilayah timur Jawa Tengah. Termasuk jalur SS yang menyatu dengan jalur NIS di lintas Yogyakarta-Solo, yang berlanjut dari Solo ke Madiun.
Pembangunan Stasiun Sukowono ini dilatarbelakangi oleh kepentingan ekonomi. Daerah Sukowono merupakan salah satu daerah yang direncanakan akan menjadi penghasil tembakau di wilayah Jember pada waktu itu. Keberadaan stasiun ini didirikan untuk mengantisipasi adanya perkebunan tembakau di daerah Sukowono (tabaksvelden op onderneming Soekowono) yang ketika itu masih berada di bawah Karesidenan Besuki.

Foto: Stasiun Sukowono tampak depan (Rossi)

Salah satu perusahaan tembakau yang cukup terkenal di Sukowono saat itu adalah NV Landbouw Maatschappij Soekowono (DLMS) te Amsterndam. Perusahaan yang didirikan pada tahun 1898 itu berlokasi di Sukowono tapi kantor pusatnya berada di Amsterdam, Belanda.
Perusahaan DLMS memiliki banyak tenaga kerja, baik pribumi maupun orang Eropa. Awal Stasiun Sukowono dioperasikan, banyak tenaga kerja orang Eropa yang menjadi penumpang kereta api menuju Jember maupun Penarukan pulang pergi (pp). Kemudian ketika tembakau sudah memasuki musim panen, pengangkutan tembakaunya juga berangkat dari stasiun tersebut menuju ke Pelabuhan Panarukan.

Foto: Beberapa karyawan perusahaan tembakau Sukowono di Stasiun Sukowono pada tahun 1910 (sumber: https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/)

Bangunan Stasiun Sukowono lebih besar daripada Stasiun Sukosari namun keduanya memiliki nasib yang sama, yaitu menjadi stasiun non aktif. Stasiun Sukowono dinonaktifkan pada tahun 2004 seiring meredupnya kereta api yang konon diperkirakan kalah bersaing dengan angkutan pribadi maupun angkutan umum lainnya.
Mangkraknya bangunan stasiun yang berlarut-larut tersebut menyebabkan kerusakan terhadap bangunan stasiun tersebut. Plester dinding banyak yang mengelupas, atap seng banyak berlubang, pintu dan jendela terlihat kusam, rel kereta api ada raib, dan emplasemennya tertutup semak belukar.
Dulu, stasiun ini memiliki dua jalur rel dengan jalur 2 sebagai sepur lurus. Arah selatan menuju ke Stasiun Sukosari, dan yang ke arah utara menuju ke Stasiun Tamanan.
Bangunan yang seharusnya menjadi cagar budaya dalam perkeretaapian Indonesia ini malah dibiarkan usianya digerogoti dengan kelapukan bila tiada perawatan yang semestinya. Hal ini mengundang keprihatinan tersendiri. *** [031219]

Kepustakaan:
Oegema, J.J.G. (1982). De Stoomtractie op Java en Sumatra. Deventer-Antwerpen: Kluwer Technische Boeken
Prayogo, Yoga Bagus., dkk. (2017). Kereta Api di Indonesia: Sejarah Lokomotif Uap. Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher
https://www.colonialbusinessindonesia.nl/en/database-en/catalog/item/soekowono-landbouw-7
https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/view/item/912904?solr_nav%5Bid%5D=da2cc8bd98d7ec3e1a71&solr_nav%5Bpage%5D=2&solr_nav%5Boffset%5D=3
http://www.studiegroep-zwp.nl/halten/Halte-13-Trajecten2.htm

Share:

Stasiun Kereta Api Sukosari

Stasiun Kereta Api Sukosari (SKS) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Sukosari, merupakan salah satu stasiun kereta api halte (kecil) yang berada di bawah manajemen PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 9 Jember dengan ketinggian +321 m di atas permukaan laut. Stasiun ini terletak di Desa Sukorejo, Kecamatan Sukowono, Kabupaten Jember, Jawa Timur. Lokasi stasiun ini berada di sebelah selatan Toko Serba Murah Maju Jaya, atau Ahli Gigi Maju Jaya.
Menurut catatan sejarah yang ada, stasiun ini didirikan pada tahun 1901 selang 4 tahun jalur rel kereta api Kalisat-Situbondo-Panarukan diresmikan pada tanggal 1 Oktober 1897. Jalur tersebut merupakan bagian dari proyek jalur kereta api untuk jalur timur yang kelas 2 (Oosterlijnen-2), yang dikerjakan oleh perusahaah kereta api milik Pemerintah Hindia Belanda, Staatsspoorwegen (SS) pada tahun 1897.

Foto: Stasiun Sukosari (Rossi)

SS sendiri terbagi dalam beberapa wilayah operasional. SS Oosterlijnen mendominasi area jalur kereta api di Jawa Timur (terutama wilayah selatan dan timur) dan sedikit di wilayah timur Jawa Tengah. Termasuk jalur SS yang menyatu dengan jalur NIS di lintas Yogyakarta-Solo, yang berlanjut dari Solo ke Madiun.
Bangunan Stasiun Sukosari ini cukuplah sederhana dan kecil. Bangunan yang sebelah utara berdinding kayu, dan yang bagian selatan berdinding tembok plester. Memang sejak dididirikan, bangunan ini merupakan sebuah halte pemberhentian kereta api, atau lebih dari stasiun kelas III/kecil.
Yang menarik untuk digali lebih lanjut adalah perihal halte ini dibangun setelah 4 tahun jalur kereta Kalisat-Situbondo-Panarukan dibuka untuk umum. Umumnya halte maupun stasiun itu dibangun bersamaan dengan pembangunan jalur rel kereta api. Biasanya hal ini bisa terjadi bilamana di daerah tersebut memiliki keuunggulan tersendiri, seperti kepadatan penduduknya, dekat dengan lokasi pabrik gula maupun di daerah tersebut mempunyai komoditas pertanian unggulan yang bisa diangkut ke Pelabuhan Penarukan kala itu.

Foto: Emplasemen Stasiun Sukosari (Rossi)

Dulu, halte ini tergolong ramai bagi penumpang yang ingin bepergian ke Jember-Panarukan pulang pergi (pp). Namun, halte yang memiliki satu jalur ini kemudian dinonaktifkan pada tahun 2004 seiring meredupnya kereta api yang konon diperkirakan kalah bersaing dengan angkutan pribadi maupun angkutan umum lainnya. Semula, dari halte tersebut, arah rel yang menuju ke selatan adalah menuju ke Stasiun Ajung (sekarang sudah rata dengan tanah), dan yang mengarah ke utara menuju ke Stasiun Sukowono.
Bekas bangunan halte tersebut masih terlihat utuh. Fasadnya juga masih kelihatan, akan tetapi terlihat kurang terawat dengan baik. Kotor dan kumuh.
Terbersit kabar, halte ini akan dihidupkan kembali seiring dengan akan diaktifkan lagi jalur rel Kalisat-Situbondo-Panarukan. Geliat itu muncul karena aktivitas di Panarukan berdenyut kembali pada tahun 2010. PT Samudera Inti Perkasa, perusahaan penyuplai batu bara PT Semen Puger Jember, memelopori lagi bongkar muat di sana. Selama tiga hari, 260 dump truck mengangkut batu bara menuju Jember. Kondisi inilah yang menjadi alasan untuk mengaktifkan kembali kereta api di jalur tersebut. Kalau ada kereta diperkirakan hanya perlu satu kali pengiriman. *** [021219]

Kepustakaan:
Oegema, J.J.G. (1982). De Stoomtractie op Java en Sumatra. Deventer-Antwerpen: Kluwer Technische Boeken
Prayogo, Yoga Bagus., dkk. (2017). Kereta Api di Indonesia: Sejarah Lokomotif Uap. Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher
http://wikimapia.org/21277856/id/Stasiun-Sukosari
https://majalah.tempo.co/read/140989/napas-baru-spoorwegen-kalisat-panarukan?hidden=login

Share:

Stasiun Kereta Api Manonjaya

Stasiun Kereta Api Manonjaya (MNJ) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Manonjaya, merupakan salah satu stasiun kereta api kelas III/kecil yang berada di bawah manajemen PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasai (Daop) 2 Bandung dengan ketinggian +292 m di atas permukaan laut. Stasiun ini terletak di Jalan Stasiun, Desa Manonjaya, Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Lokasi stasiun ini berada di sebelah barat daya Masjid Agung Manonjaya ± 700 m.

Foto: Stasiun Manonjaya (Agus Krisnanto)

Bangunan Stasiun Manonjaya merupakan bangunan peninggalan kolonial Belanda. Pembangunannya bersamaan dengan adanya pembangunan jalur rel kereta api Cibatu-Tasikmalaya-Banjar-Maos sepanjang 174 kilometer, yang dilakukan oleh perusahaan kereta api milik Pemerintah Hindia Belanda, Staatsspoorwegen (SS). Pengerjaan dilaksanakan dari tahun 1893 hingga tahun 1894 sebagai bagian dari proyek jalur kereta api untuk jalur bagian barat (Westerlijnen).
Jalur Cibatu-Tasikmalaya-Banjar-Maos ini, pengerjaannnya dibagi ke dalam 5 seksi. Untuk pembangunan Stasiun Manonjaya termasuk dalam seksi 3. Seksi 3 berkedudukan di Ciamis dimulai dari Tasikmalaya sampai Citanduy menyeberang di Balokan sejauh 28.819 meter, dan seluruh jalur Cibatu-Tasikmalaya-Banjar-Maos  tersebut dapat diselesaikan dan dibuka untuk umum pada tanggal 1 November 1894.
Stasiun Manonjaya memiliki tiga jalur dengan jalur 2 sebagai sepur lurus. Arah barat menuju ke Stasiun Awipari, dan yang mengarah ke timur laut menuju ke arah Stasiun Ciamis. Sedangkan, jalur 1 dan 3 digunakan untuk pembelokan kereta api manakala terjadi persilangan atau persusulan antarkereta.
Saat ini Stasiun Manonjaya tergolong sepi karena di stasiun tersebut tidak ada aktivitas menaikkan maupun menurunkan penumpang. Layanan yang ada hanya untuk persilangan dan persusulan antarkereta api saja. *** [011219]

Kepustakaan:
Mulyana, Agus. (2017). Sejarah Kereta Api di Priangan. Yogyakarta: Penerbit Ombak
Oegema, J.J.G. (1982). De Stoomtractie op Java en Sumatra. Deventer-Antwerpen: Kluwer Technische Boeken
______ . (2014). Buku Informasi Perkeretaapian Tahun 2014. Jakarta: Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia
http://www.studiegroep-zwp.nl/halten/Halte-13-Trajecten1.htm
Share:

Stasiun Kereta Api Maos

Stasiun Kereta Api Maos (MA) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Maos, merupakan salah satu stasiun kereta api kelas besar tipe C yang berada di bawah manajemen PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 5 Purwokerto yang berada pada ketinggian +8 m di atas permukaan laut. Stasiun ini terletak di Jalan Stasiun, Desa Karangreja, Kecamatan Maos, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Lokasi stasiun ini berada di sebelah utara SMP Negeri 2 Maos ± 140 m, atau sebelah timur laut SMPN Negeri 3 Maos ± 140 m.
Pembangunan Stasiun Maos ini bersamaan dengan pembangunan jalur rel kereta api Yogyakarta-Maos sepanjang 155 kilometer yang kemudian diteruskan dengan jalur rel Maos-Kesugihan-Cilacap sejauh 21 kilometer. Pengerjaan dua jalur rel tersebut dilakukan oleh Staatsspoorwegen (SS) di bawah pimpinan SS yang kedua H.G. Derx (1880-1889) pada tahun 1887, dan jalur kereta api tersebut diresmikan pada tanggal 20 Juli 1887.

Foto: Stasiun Maos (Agus Krisnanto)

Pada tahun 1893 hingga 1894, dari Stasiun Maos terhubung dengan jalur rel kereta api Cibatu-Tasikmalaya-Banjar-Maos sepanjang 174 kilometer, dan dibuka untuk umum pada tanggal 1 November 1894. Pengerjaan jalur rel ini juga merupakan bagian dari proyek jalur kereta api untuk jalur bagian barat (Westerlijnen).
Kemudian pada tahun 1896 dari Stasiun Maos ini dilakukan pengerjaan jalur rel menuju ke Purwokerto sepanjang 29 kilometer, yang dilaksanakan oleh perusahaan kereta api swasta Serajoedal Stoomtram Maatschappij (SDS). SDS membangun jalur kereta api dan beroperasi di wilayah Banyumas. Jalur SDS dimulai dari Maos, menuju utara melewati Purwokerto (jalur Maos-Purwokerto tidak menyatu dengan jalur milik SS, dan tidak aktif lagi (opgebroken) sejak 1943). Dari Purwokerto, jalur SDS berlanjut ke Purbalingga, Banjarnegara, dan berakhir di Wonosobo. Jadi, Stasiun Maos adalah titik temu antara stasiun pemerintah SS dengan SDS.

Foto: Gempa Bumi Maos 15 Mei 1923 (sumber: https://twitter.com/potretlawas)

Karena letaknya yang strategis yang menghubungkan Yogyakarta, Cilacap, Purwokerto maupun Bandung kala itu maka bangunan Stasiun Maos didirikan besar dan megah. Sejumlah foto lawas bangunan stasiun tersebut memperlihatkan kemegahan bangunannya dengan gaya arsitektur Indische Empire.
Namun ketika terjadi gempa bumi pada tanggal 15 Mei 1923 (De aardbeving van Maos op 15 Mei 1923) yang berepisentrum dekat Maos, Stasiun Maos mengalami rusak berat. Akibatnya, aktivitas kereta ekspres Surabaya-Bandung terhenti beberapa hari. Tak hanya itu, gempa tersebut juga meluluhlantakan 246 rumah tembok serta 6.629 rumah bambu, serta teridentifikasi 3 orang meninggal.

Foto: Gempa Bumi Maos 15 Mei 1923 (sumber: https://twitter.com/potretlawas)

Bangunan Stasiun Maos yang rusak berat, lalu dirobohkan agar supaya tidak membahayakan pengguna jasa SS pada masa itu. Setelah itu, dibangun kembali Stasiun Maos yang bangunannya masih bertahan sampai sekarang ini.
Stasiun Maos memiliki 7 jalur (track) kereta api dengan jalur 2 sebagai sepur lurus. Arah barat menuju ke Stasiun Kesugihan, dan yang mengarah ke timur menuju ke Stasiun Sikampuh. Jalur 1,3, dan 4 digunakan untuk pembelokan kereta api ketika terjadi persilangan atau persusulan antarkereta, atau untuk menaikkan maupun menurunkan penumpang di Stasiun Maos. Sedangkan jalur 5 dan 6 biasa digunakan untuk memarkir gerbong, dan jalur 7 terhubung dengan Dipo Gerbong maupun menuju ke Depo Pertamina.
Sebagai stasiun yang menyandang kelas besar tipe C, Stasiun Maos termasuk ramai akan aktivitas layanan penumpang maupun barang. Sehingga beraneka kereta api, baik kelas eksekutif, campuran maupun ekonomi bisa ditemui di stasiun ini. *** [301119]


Kepustakaan:
Oegema, J.J.G. (1982). De Stoomtractie op Java en Sumatra. Deventer-Antwerpen: Kluwer Technische Boeken
Prayogo, Yoga Bagus., dkk. (2017). Kereta Api di Indonesia: Sejarah Lokomotif Uap. Yogyakarta: Jogja Bangkit Publisher
Reitsma, S.A. (1925). Gedenkboek van Staatsspoor- en Tramwegen in Nederlands-Indie 1875-1925. Weltevreden: Topografische Inrichting
https://twitter.com/potretlawas/status/876299127302135808
https://www.indopedia.nl/articles.php?lng=nl&pg=51&tconfig=0
Share:

Stasiun Kereta Api Langen

Stasiun Kereta Api Langen (LN) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Langen, merupakan salah satu stasiun kereta api kelas III/kecil yang berada di bawah manajemen PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 5 Purwokerto yang berada pada ketinggian +16 m di atas permukaan laut. Stasiun ini terletak di Jalan Garuda, Kelurahan Muktisari, Kecamatan Langensari, Kota Banjar, Jawa Barat. Lokasi stasiun ini berada di sebelah barat laut Alun-alun Langensari ± 350 m.
Stasiun Langen merupakan stasiun yang berada di Daop 5 Purwokerto tapi berlokasi di Jawa Barat, dan kebetulan letaknya berada paling timur di jalur selatan di Jawa Barat.
Menurut Koloniale Verslag  1893-1894 (Agus Mulyana, 2017: 108) disebutkan bahwa, seluruh jalur rel kereta api Warungbandrek-Cilacap dapat diselesaikan dan dibuka untuk umum pada tanggal 1 November 1894. Jalur ini merupakan bagian dari proyek pembangunan jalur rel Cibatu-Tasikmalaya-Banjar-Maos sepanjang 174 kilometer, yang dikerjakan oleh perusahaan kereta api milik Pemerintah Hindia Belanda, Staatsspoorwegen (SS), dari tahun 1893 sampai dengan tahun 1894, sebagai bagian dari proyek jalur kereta api untuk jalur bagian barat (Westerlijnen).

Foto : Stasiun Langen (Agus Krisnanto)

Pada saat jalur tersebut diresmikan, Stasiun Langen masih merupakan perhentian (stoplat atau halte). Fungsinya masih untuk persinyalan atau persilangan kereta api saja sehingga bangunannya pun diperkirakan masihlah cukup sederhana. Namun seiring perkembangan di daerah Banjar dan Langensari, berdasarkan Haltestempels Nederlands Indië 1883-1891/1950 terdapat perubahan titik garis jumlah pemberhentian. Stasiun Langen yang semula berupa stoplat kemudian pada tahun 1922 dibangun menjadi stasiun kecil seperti sekarang ini.
Hal ini tidak terlepas dari latar belakang sejarah wilayah dan komunitas Langen yang begitu erat kaitannya dengan keberadaan perkebunan karet yang bernama Perkebunan Karet Langen. Pada masa itu tampaknya Belanda berhasil mengelola perkebunan karet Langen dengan baik hingga luas wilayahnya pun mencapai 1.500 hektar lebih. Sudah tentu dengan perkebunan seluas itu, mereka memerlukan tenaga kerja yang lumayan banyak dan sarana transportasi yang memadai untuk mengirim hasil karetnya menuju keluar Langen.
Pembangunan kereta api yang melintasi daerah Langen diharapkan dapat meningkatkan arus pengiriman komoditas pertanian yang ada di daerah tersebut dengan cepat dan aman dibandingkan ketika masih menggunakan angkutan pedati yang ditarik oleh sapi atau kerbau.
Stasiun Langen ini memiliki tiga jalur kereta api dengan jalur 2 sebagai sepur lurus. Arah barat menuju ke Stasiun Banjar, dan yang arah timur menuju ke Stasiun Meluwung.
Sedangkan jalur 1 dan 3 digunakan sebagai jalur belok untuk perhentian kereta api ketika terjadi persilangan atau persusulan antarkereta. Panjang masing-masing jalur berbeda-beda, jalur 1 mempunyai panjang 323 m sementara jalur 2 dan 3 memiliki panjang yang sama, yaitu 345 m. Kendati Stasiun Langen ini tergolong kecil akan tetapi stasiun ini telah menggunakan sistem persinyalan elektrik.
Dulu stasiun ini pernah ramai karena adanya aktivitas menaikkan maupun menurunkan penumpang dengan kereta api kelas ekonomi, namun sekarang aktivtas tersebut sudah tidak ada lagi sehingga stasiun ini terlihat sepi. Layanan yang dimiliki saat ini hanya untuk persilangan atau persusulan antarkereta api saja. Meskipun demikian, keberadaan Stasiun Langen ini menjadi keunikan tersendiri bagi Kota Banjar, karena dalam satu kota terdapat dua stasiun kereta api yang berlainan Daop. Stasiun Banjar yang berada di sebelah baratnya masuk dalam Daop 2 Bandung sedangkan Stasiun Langen masuk dalam Daop 5 Purwokerto. *** [291119]

Kepustakaan:
Mulyana, Agus. (2017). Sejarah Kereta Api di Priangan. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Oegema, J.J.G. (1982). De Stoomtractie op Java en Sumatra. Deventer-Antwerpen: Kluwer Technische Boeken.
Sumarsono. & Sucipto, Toto. & Indonesia. Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Kebudayaan Masa Kini.  (1998).  Budaya masyarakat perbatasan : studi tentang corak dan pola interaksi sosial pada masyarakat Kecamatan Langensari, Propinsi Jawa Barat.  Jakarta :  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Bagian Proyek Pengkajian dan Pembinaan Kebudayaan Masa Kini.
http://www.studiegroep-zwp.nl/halten/Halte-13-Trajecten1.htm



Share:

Stasiun Kereta Api Warungbandrek

Stasiun Kereta Api Warungbandrek (WB) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Warungbandrek, merupakan salah satu stasiun kereta api kelas III/kecil yang berada di bawah manajemen PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop 2) Bandung yang berada pada ketinggian +612 m di atas permukaan laut. Stasiun ini terletak di Jalan Raya Sukamerang, Desa Sukalilah, Kecamatan Cibatu, Kabupaten Garut, Jawa Barat. Lokasi stasiun ini berada di sebelah tenggara Masjid Al-Muawanah ± 230 m.
Pembangunan stasiun ini tidak terlepas dengan adanya pembangunan jalur rel kereta api Cibatu-Tasikmalaya-Banjar-Maos yang dikerjakan oleh perusahaan kereta api milik Pemerintah Hindia Belanda, Staatsspoorwegen (SS), dari tahun 1893 sampai dengan tahun 1894, sebagai bagian dari proyek jalur kereta api untuk jalur bagian barat (Westerlijnen).

Foto : Stasiun Warungbandrek (Agus Krisnanto)

Jalur sepanjang 174 kilometer ini, pengerjaannya dibagi ke dalam 5 seksi, yaitu seksi 1 dari halte Cibatu sampai dengan halte Trowek (sekarang dikenal dengan Stasiun Cirahayu), seksi 2 dari Trowek menuju Tasikmalaya, seksi 3 dari Tasikmalaya ke Citanduy menyeberang di Balokan, seksi 4 dari Balokan sampai Cilongkrang, dan seksi 5 dari Cilongkrang sampai sambungan di jalur Yogyakarta-Cilacap pada halte Kasugihan.
Semula, Stasiun Warungbandrek ini merupakan sebuah halte pemberhentian kereta api saja. Pada tahun 1893 jalur Cibatu-Tasikmalaya sudah selesai dibangun dan dapat digunakan untuk umum pada 16 September 1893. Hal ini sekaligus juga menandai diresmikannya halte Warungbandrek pada waktu itu.
Jalur Cibatu-Tasikmalaya ini merupakan jalur pegunungan (berglijn) dengan kemiringan mencapai 25‰. Kondisi geografi yang demikian ini menyebabkan pembangunan jalur tersebut dilaksanakan secara bertahap yang terbagi ke dalam beberapa seksi. Dari Cibatu hingga Ciawi jalan kereta yang dibangun pada daerah pegunungan dengan kondisi jalan yang berbelok-belok. Dalam Kolonial Verslag 1893-1894, yang dikutip dari Agus Mulyana (2017: 106), dijelaskan bahwa tanah yang berada di daerah pegunungan biasanya labil. Penggalian tanah pada seksi 1 dan 2 menimbulkan masalah. Masalah yang timbul adalah adanya cadas keras dan sering adanya getaran bumi. Pada seksi 1, penggalian tanah melewati daerah cadas yang keras. Untuk menghancurkan cadas yang keras di seksi 1 digunakan dinamit.
Tak mengherankan bila pembangunan jalur yang melintasi stasiun Warungbandrek ini dulunya memerlukan biaya yang tak kecil. Karena jalur tersebut harus mengitari Gunung Talagobodas yang rawan akan pergeseran tanah.
Stasiun Warungbandrek memiliki dua jalur kereta api dengan jalur 2 sebagai sepur lurus. Arah barat laut menuju Stasiun Cibatu, dan arah timur menuju ke Stasiun Bumi Waluya.
Setiap hari stasiun ini terlihat sepi, karena di stasiun itu sudah tidak ada aktivitas menaikkan maupun menurunkan penumpang. Layanan yang dimiliki saat ini hanya untuk persilangan dan persusulan antarkereta api. *** [271119]

Kepustakaan:
Mulyana, Agus. (2017). Sejarah Kereta Api di Priangan. Yogyakarta: Penerbit Ombak
Oegema, J.J.G. (1982). De Stoomtractie op Java en Sumatra. Deventer-Antwerpen: Kluwer Technische Boeken
______ . (2014). Buku Informasi Perkeretaapian Tahun 2014. Jakarta: Direktorat Jenderal Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia
https://opencorpdata.com/place/ChIJcQjq147KaC4RIMBbdNutr0A
http://www.studiegroep-zwp.nl/halten/Halte-13-Trajecten1.htm
Share:

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami