-
Istana Ali Marhum Kantor
Kampung Ladi,Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat)
-
Gudang Mesiu Pulau Penyengat
Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]
-
Benteng Bukit Kursi
Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]
-
Kompleks Makam Raja Abdurrahman
Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]
-
Mesjid Raya Sultan Riau
Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]
Tampilkan postingan dengan label Tujuan Wisata di Bali. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tujuan Wisata di Bali. Tampilkan semua postingan
Pantai Kuta Bali
Budiarto Eko KusumoKamis, Desember 03, 2015Bali Heritage, Kuta Beach in Bali, Pantai Kuta Bali, Sejarah Pantai Kuta Bali, Tujuan Wisata di Bali
Tidak ada komentar

Tiga
kali sudah saya mengunjungi pantai ini. Tapi baru kunjungan yang ketiga ini
yang memberi makna tersendiri. Agenda supervisi ke Manggarai Timur,
mengharuskan kami transit semalam di Bali. Dalam transit itu, saya yang
berkesempatan mendampingi seorang Data
Analyst dari EP-POM mendapat ‘keberuntungan’ yang tak
terbayangkan sebelumnya. Saya diajak menginap di jantung pariwisata di Pulau
Bali, tepatnya di Melasti Kuta Bungalows and Spa yang berada di Jalan Kartika Plasa No. 5, Kuta, Kabupaten Badung, Bali.
Laksana
sinetron, ceritanya pun bisa ditebak. Di Bali, kami bisa berlama-lama dan
memanjakan diri di sebuah pantai yang kondang sejagat itu. Pantai Kuta namanya!
Dinamakan demikian karena lokasi pantai ini awalnya bermula ada di Kelurahan
Kuta, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung, Provinsi Bali.
Pantai Kuta dari sisi utara |
Secara geografis, Pantai Kuta yang mempunyai panjang sekitar 1.500 meter ini berada di Teluk Kuta sehingga garis pantainya pun berbentuk bulan sabit. Pesona garis pantai yang panjang melengkung dengan hamparan pasir putih yang lembut, sangat digemari oleh wisatawan domestik maupun mancanegara yang berkunjung ke sini.
Sebelum
menjadi objek wisata yang mendunia, Kuta merupakan pelabuhan kecil yang dihuni
oleh para nelayan. Pada tahun 1839 Mads Johansen Lange, seorang pedagang
berkebangsaan Denmark, pernah mendarat di pelabuhan kecil tersebut. Lange lahir
di Rutkøbing
pada 18 September 1807. Rutkøbing adalah sebuah kota kecil yang
berada di Pulau Langeland, Denmark, yang terletak antara Sabuk Besar dan Teluk
Kiel.
Rerimbunan pepohonan di sepanjang Pantai Kuta, Bali |
Mads Lange pertama kali berlayar pada umur 18 tahun. Awalnya, Lange mengembangkan usaha dagangnya di Lombok bersama rekannya seorang Inggris kelahiran Denmark, John Burd. Pada perkembangan selanjutnya, Lange menetap di Tanjung Karang, sebuah pelabuhan di sebelah selatan Ampenan, sedangkan John Burd menetap di Canton (Tiongkok) atau Hongkong.
Dalam
pengembangan usahanya di Lombok, Lange menjadi saingan berat George Peacock
King, seorang pedagang Inggris. Karena ambisinya yang besar untuk memonopoli
perdagangan di Ampenan, King diusir dari Lombok dan menetap di Kuta (Bali).
Beberapa bulan kemudian King kembali lagi ke Lombok dan menempatkan dirinya di
bawah perlindungan Raja Mataram-Lombok. Sementara Lange mendapat perlindungan
dari Raja Karangasem-Lombok. Persaingan kedua pedagang ini, akhirnya
menimbulkan peperangan di antara kedua kerajaan tersebut. Peperangan ini
dimenangkan oleh Kerajaan Mataram-Lombok, sehingga Mads Lange pun akhirnya
terusir dari Lombok.
Deretan papan selancar yang direntalkan di Pantai Kuta, Bali |
Karena diusir dari Lombok, Lange dengan kapal dagang kecilnya, Venus, mendarat di Pelabuhan Kuta. Di daerah inilah dia kemudian mengembangkan kembali usahanya. Berkat kepiawaiannya dalam bergaul di semua kalangan, baik dengan penduduk lokal, raja-raja di Bali maupun orang Belanda, menyebabkan usaha dagangnya berkembang dengan cepat, dan diangkat sebagai syahbandar. Dia juga menikahi dua orang wanita Bali, yaitu Nyai Kenyer dan Ong San Nio, seorang wanita Tionghoa Bali.
Kepercayaan
yang diberikan oleh Raja Kesiman, seorang Raja Badung, dan petinggi Belanda di
Bali pada waktu itu, menjadikan Lange berhasil menjadi juru damai. Atas
usahanya, Lange dapat mempertemukan Bali dan Belanda di meja perundingan.
Setelah penandatangan perjanjian tersebut, diadakan pesta besar di rumah Lange
yang dihadiri oleh 30.000 orang. Berkat usahanya inilah, Lange dianugerahi Orde
Singa Belanda (Knight of Nederlandse
Leeuw) oleh Pemerintah Hindia Belanda dan menerima medali emas (Danish Gold Medal) dari Pemerintah
Denmark atas pencapaiannya.
Menuju ke laut untuk berselancar |
Pada tahun 1856, Lange sakit dan kemudian meninggal sebelum keinginannya untuk pulang ke Denmark kesampaian. Dia dikuburkan di dekat rumahnya yang dapat terlihat dari jalan Bypass Ngurah Rai yang menghubungkan Kuta-Sanur. Atas jasanya, Kuta berkembang sebagai kawasan perdagangan internasional pada awal abad ke-19.
Perkembangan
ini tidak berjalan lama, karena pada waktu itu situasi politik Bali mengalami
instabilitas. Hal ini disebabkan oleh adanya peperangan antar kerajaan yang ada
di Bali akibat hasutan dari pihak imperialis Belanda. Bahkan, perang tersebut
akhirnya merembet ke perang antara kerajaan yang ada di Bali dengan pihak
kolonial Belanda. Kondisi ini tentunya membuat perekonomian pun turut memburuk
akibat beberapa perang tersebut.
Peselancar bermain dengan deburan ombak di Pantai Kuta, Bali |
Beruntunglah, Bali memiliki keunikan budaya, keindahan alam, dan keramahtamahan penduduknya yang menjadikan Bali dapat berkembang menjadi destinasi wisata. Awalnya, Bali dikonotasikan dengan Paradise Island. Akan tetapi, bila ditinjau jauh ke belakang, sebutan itu sebetulnya bukanlah sesuatu yang jatuh dari langit ataupun diambil dari bawah. Bagaimanapun, Paradise Island adalah citra yang awalnya dikonstruksi pemerintah kolonial Belanda untuk menarik minat orang-orang Eropa agar berkunjung ke Bali. Dengan kata lain, genealogi pariwisata massal di Bali bisa ditelusuri dari zaman kolonial Belanda. Selanjutnya, ini kemudian diteruskan Presiden Soekarno dan Soeharto dengan pencitraan plus kepentingannya masing-masing.
Sejak
pencitraan Paradise Island itu
tercipta pada 1906, dan semakin menguat pada 1927, brosur, pamflet, dan majalah
panduan pariwisata, tak henti-henti mencitrakan Bali (manusia, budaya, dan
alamnya). Belanda kemudian, melalui tur pelayaran KPM (Koninklijke Paketvaart Maatschappij) yang mengangkut turis-turis
Eropa, menjadikan Bali sebagai destinasi. Meski perlu ditegaskan, awalnya KPM
sama sekali tidak menyentuh Bali mengingat citranya sebelum sekali tidak
menyentuh Bali mengingat citranya sebelum 1906 masih sangat menyeramkan.
Namun
seiring perjalanan waktu, Bali mulai dikenal oleh wisatawan. Keindahan dan
keelokan Pantai Kuta awalnya ditemukan oleh sekelompok wisatawan mancanegara
yang mengunjungi Pulau Bali sekitar tahun 1960-an. Pada waktu itu, masyarakat
masih kuat dengan budaya aslinya dan hidup sederhana yang sangat berbeda dengan
budaya atau kebiasaan para wisatawan mancanegara yang kebetulan adalah bule
hippies. Penduduk umumnya bekerja sebagai nelayan, bertani atau berkebun. Kuta
pada masa itu masih dipenuhi semak belukar, pohon kelapa, ketapang, dan pandan
duri. Selain itu, juga masih terrkenal angker, banyak leak, dan banyak kuburan
di sepanjang pantainya. Hanya ada satu dua bule hippies yang berkeliaran di
pantai, menikmati kebebasannya sebagai manusia.
Keindahan
Pantai Kuta ini semakin dikenal luas setelah Hugh Mills Mabbett melukiskan
dalam tulisannya dalam sebuah buku berjudul In
Praise of Kuta: From slave port to fishing village to the most popular resort
in Bali (January Books, New Zealand, 1987). Dalam buku tersebut, berisi
ajakan kepada masyarakat setempat untuk menyiapkan fasilitas akomodasi wisata.
Tujuannya untuk mengantisipasi ledakan wisatawan yang berkunjung ke Bali. Buku
ini kemudian menginspirasi banyak orang untuk membangun fasilitas wisata
seperti penginapan, restoran dan tempat hiburan.
Sejak
itu wisatawan mancanegara mulai datang menikmati pantai yang dikenal indah ini.
Keindahan ombak dan pasir putih Pantai Kuta yang luar biasa memunculkan
aktivitas sea-sand-sun. Selain itu,
Pantai Kuta juga dikenal dengan pemandangan matahari terbenamnya (sunset) dan berselancar (surfing).
Berkat
buku Hugh Mabbet, seorang jurnalis Selandia Baru tersebut, membuat kawasan
Pantai Kuta makin ramai dikunjungi oleh wisatawan mancanegara. Kuta pun
perlahan bertransformasi dari sebuah kampung nelayan menjadi kawasan wisata
internasional. Fasilitas pariwisata makin banyak bermunculan. Homestay, losmen, hotel, restoran, kafe,
pub, diskotik, pertokoan, mall dan berbagai bentuk bisnis lain saling berebut
tempat. *** [210915]
Kepustakaan:
Yudhis M. Burhanuddin, 2008. Bali yang Hilang: Pendatang, Islam, dan Etnisitas di Bali, Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
https://id.m.wikipedia.org/wiki/
www.balisaja.com/
Pura Tanah Lot
Budiarto Eko KusumoSenin, November 10, 2014Bali Heritage, kekunaan, Pura di Pulau Bali, Pura Tanah Lot, Tanah Lot Temple, Tujuan Wisata di Bali
Tidak ada komentar

Setelah
puas menikmati daya tarik wisata Ulun Danu Beratan, bersama rombongan REDI, bus
pariwisata diarahkan menuju ke Pura Tanah Lot. Seperti diketahui, di berbagai
tempat di Bali banyak ditemukan pura sebagai tempat persembahyangan umat Hindu.
Banyak kalangan spiritual menjadikan pura di Bali sebagai salah satu tempat
untuk berkunjung dan melakukan persembahyangan (Tirta Yatra), karena aura magis dari pura di Bali itu sendiri.
Pemandu
wisata yang menjadi satu paket dengan bus pariwisata bookingan REDI, sengaja memilihkan destini Pura Tanah Lot bukan
asal comot saja. Pura ini begitu terkenal, tidak hanya di Bali, Nusantara
bahkan hingga mancanegara. Keindahan Pura Tanah Lot dan alam sekitar
lingkungannya sangat mempesona dan eksotis, terlebih saat matahari menjelang
terbenam (sunset).
Pura
Tanah Lot terletak di Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan,
Provinsi Bali. Lokasi pura ini berjarak sekitar 33 km di sebelah barat Kota
Denpasar atau berjarak sekitar 11 km di sebelah selatan Kota Tabanan.
Keistimewaan Pura Tanah Lot semakin menonjol, terlebih lagi jika dikaitkan dengan sejarah berdirinya Pura Tanah Lot tersebut berkaitan dengan perjalanan suci (Dharmayatra) Danghyang Dwijendra atau yang pada waktu walaka bernama Danghyang Nirartha dalam proses penyebaran agama Hindu di Bali.
Danghyang
Nirartha adalah seorang baghawan yang
hidup pada masa Kerajaan Majapahit yang berkeliling Pulau Bali pada sekitar
tahun 1489. Sang baghawan tiba di
Bali melalui Blambangan pada abad ke-15, dan disambut dengan baik penguasa Bali
pada waktu itu, yaitu Raja Dalem Waturenggong. Ketika melakukan dharmayatra untuk mengajarkan agama
Hindu hingga ke pelosok, beliau sempat berhenti dan beristirahat. Tempat
berhenti tersebut berada di sebuah pulau kecil yang berdiri di atas batu
karang.
Tak
lama setelah Danghyang Nirartha beristirahat, berdatanganlah para nelayan
dengan membawa berbagai persembahan untuk beliau. Kemudian pada malam harinya,
Sang baghawan berkenan memberikan
nasihat keagamaan seperti kebajikan dan susila kepada masyarakat desa yang
datang menghadap, dan beliau menasihati kepada masyarakat desa untuk membangun parahyangan di tempat itu, karena
getaran batin (wisik) beliau serta
adanya petunjuk gaib bahwa tempat itu baik digunakan sebagai tempat untuk
memuja Sang Hyang Widhi. Kemudian,
setelah Danghyang Nirartha meninggalkan tempat itu, dibangunlah sebuah bangunan
suci di atas batu karang yang berada di tengah laut. Dari sinilah nama Tanah
Lot diambil. Tanah Lot terdiri atas dua kata, yaitu tanah dan lot. Pengertian
tanah di sini, oleh masyarakat
setempat diartikan sebagai batu karang yang menyerupai pulau kecil (gili), sedangkan lot berarti laut. Sehingga, nama Pura Tanah Lot diartikan sebagai
tempat pemujaan (pura) yang dibangun
di atas tanah di tengah laut.
Di kompleks pura yang berada di tengah laut tersebut, terdapat beberapa pelinggih seperti meru tumpang tujuh yang diperuntukkan sebagai tempat pemujaan bagi Dewa Baruna. Masyarakat Bali kerap menyebutnya dengan Bhatara Segara atau Dalem Tengahing Samudra. Sedangkan meru tumpang tiga digunakan untuk memuja Danghyang Nirartha atas jasa beliau dalam mengembangkan dan mengajarkan agama Hindu di daerah ini.
Di
bawah Pura Tanah Lot terdapat sebuah ceruk menyerupai goa yang mana di dalamnya
bisa ditemukan mata air tawar yang disucikan, karena meski persis berada di
bawah pura yang berada di tengah laut namun rasanya tetap tawar. Banyak
pengunjung yang berusaha masuk ke dalam goa tersebut sekadar untuk membasuh
muka yang diyakini dapat menyebabkan awet muda hingga bisa memberikan
keselamatan serta keberuntungan.
Tepat
di seberang goa ini, pengunjung juga bisa menemukan sebuah goa lain yang dihuni
oleh ular laut berwarna hitam dengan belang putih di tubuhnya. Masyarakat desa
setempat percaya bahwa ular-ular tersebut merupakan jelmaan dari selendang
Danghyang Nirartha yang bertugas untuk menjaga Pura Tanah Lot ini.
Selain
bisa mendengarkan kisah keberadaan pura ini, pengunjungnya juga dapat
menyempatkan diri untuk melihat maupun membeli souvenir khas Bali di deretan
kios sebelum menuju Pura Tanah Lot ini. ***
[111014]
Kawasan Wisata Ulun Danu Beratan
Budiarto Eko KusumoMinggu, November 09, 2014Kawasan Wisata Ulun Danu Beratan, kekunaan, Pura di Pulau Bali, Tujuan Wisata di Bali, Ulun Danu Beratan Tourist Area
Tidak ada komentar

Senangnya
hati ini berkesempatan keliling Bali. Berawal dari adanya hajatan pernikahan
seorang teman kantor, terciptalah gagasan menarik dari Kantor Regional Economic Development Instute
(REDI) untuk refreshing bagi
karyawan-karyawannya, dan gratis pula.
Pada
saat di Bali, kita dipandu oleh Event
Organizer (EO) dari hotel tempat kita menginap. Sehingga, para karyawan
REDI merasa senang dibuatnya. “Dari ketidaktahuan menjadi ketahuan,” kilah
salah seorang teman yang duduk di bagian belakang dari Bus Pariwisata yang kita
tumpangi.
Tujuan
pertama kita di Bali adalah mendatangi hajatan teman yang sedang prosesi
pernikahan di daerah Seririt, Kabupaten Buleleng. Sekitar sejam mengikuti
prosesi pernikahan teman sekantor, perjalanan dilanjutkan ke Bedugul.
Bedugul
adalah salah satu kawasan obyek wisata Bali yang banyak dikunjungi oleh
wisatawan domestik maupun mancanegara. Lokasinya yang berada di dataran tinggi
menawarkan geografis perbukitan dengan cuaca yang sejuk, kurang lebih 18ᵒC
- 22ᵒC,
menjadikan Bedugul menjadi salah satu tujuan wisata yang cukup menarik di Bali.
Bukan hanya itu, di daerah Bedugul terdapat kawasan wisata yang cukup ramai
menjadi destini wisata, yaitu salah satunya adalah Kawasan Wisata Ulun Danu
Beratan.
Kawasan Wisata Ulun Danu Beratan terletak di jalur jalan provinsi yang menghubungkan Denpasar dengan Singaraja. Lokasinya berada di Desa Candi Kuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Jaraknya kurang lebih 45 km dari pusat kota Kabupaten Tabanan dan 70 km dari Denpasar, Ibu Kota Provinsi Bali.
Sesuai
nama kawasan wisatanya, daya tarik utama bagi wisatawan adalah adanya sebuah
danau yang dikenal dengan Danau Beratan, atau biasa juga dikenal oleh
masyarakat setempat dengan sebutan Danau Bedugul.
Danau Beratan merupakan salah satu danau di Pulau Bali yang memiliki luas genangan 3,85 km², panjang danau sekitar 7,5 km, lebar 2,0 km, kedalaman maksimum sekitar 20 m serta berada di ketinggian 1.231 m di atas permukaan laut. Volume tamping air Danau Beratan adalah sebesar 49, 22 juta m³ dengan luas daerah tangkapan air seluas 13,40 km² (BPS Provinsi Bali, 2010).
Danau
Beratan tergolong danau kaldera dengan sistem perairan yang tertutup (enclosed lake), yang secara alamiah
terdapat pada kawasan ekosistem dengan bentuk wilayah yang bergunung pada
tingkat kemiringan lereng 30%-60%.
Danau
Beratan terbentuk karena adanya aktivitas vulkanik. Konon, Danau Beratan ini
awalnya merupakan danau terbesar di Pulau Bali. Akan tetapi ketika terjadi
gempa bumi yang sangat dahsyat pada masa silam, akhirnya Danau Beratan ini
terbagi menjadi 3 bagian, yaitu Beratan, Tamblingan, dan Buyan. Semenjak itu,
Danau Beratan menjadi danau terbesar kedua di Pulau Bali setelah Danau Batur
kemudian disusul oleh Danau Buyan.
Nama “Beratan” diambil dari kata “Brata” yang berarti mengendalikan diri dengan menutup Sembilan lubang kehidupan. Kata “Brata” dapat dijumpai dalam istilah “Tapa Brata” yang berarti bersemedi atau bermeditasi untuk mencapai ketenangan agar dapat manunggal dengan alam dan berkomunikasi dengan Yang Maha Gaib.
Istilah
tersebut menjadi signifikan, setelah menyaksikan bahwa di tepi Danau Beratan
berdiri sebuah bangunan pura yang digunakan oleh umat Hindu untuk melakukan
peribadatannya. Pura tersebut dikenal dengan Pura Ulun Danu Beratan. Pura ini
dipercaya oleh masyarakat setempat sebagai tempat bersemayamnya Sang Hyang Dewi
Danu atau Dewi Sri sebagai dewi kesuburan, sehingga pura ini didirikan untuk
memuja Dewi Danu. “Danu” sendiri adalah bahasa lokal Bali yang berarti “Danau”.
Pura ini biasa digunakan oleh masyarakat Bali sebagai tempat menghaturkan
sesaji atau bersemedi.
Berdasarkan
Lontar Babad Mengwi, Pura Ulun Danu Beratan dibangun pada tahun 1556 Çaka (1634 M) oleh I Gusti Agung
Putu yang bergelar I Gusti Agung Sakti. Namun ada juga yang meragukan dengan
tahun pendirian tersebut. Hal ini disebabkan dengan ditemukannya sebuah
sarkofagus dan papan batu yang berada di sebelah kiri halaman depan pura
tersebut yang diperkirakan berasal dari kebudayaan megalitik sekitar tahun 500
M. Akan tetapi, yang jelas pura ini sudah berumur ratusan tahun lebih.
Pura
Ulun Danu Beratan terdiri dari 4 bangunan suci, yaitu: Pura Lingga Petak dengan
3 tingkat meru sebagai tempat
pemujaan bagi Dewa Siwa, Pura Penataan Puncak Mangu dengan 11 tingkat meru sebagai tempat pemujaan Dewa Wisnu,
Pura Terate Bang sebagai pura utama, dan Pura Dalem Purwa sebagai tempat
pemujaan kepada Sang Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Trimurti guna
memohon kesuburan, kemakmuran dan kesejahteraan.
Selain
itu, pengunjung Kawasan Wisata Ulun Danu Beratan bisa berkeliling sejenak
dengan menggunakan boat yang tersedia
di kawasan tersebut. Sensasi lainnya, adalah adanya taman yang melingkungi
kawasan tersebut sehingga pengunjung bisa betah berlama-lama di kawasan ini
sambil bercengkerama dengan teman dan keluarga. *** [111004]