The Story of Indonesian Heritage

  • Istana Ali Marhum Kantor

    Kampung Ladi,Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat)

  • Gudang Mesiu Pulau Penyengat

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Benteng Bukit Kursi

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Kompleks Makam Raja Abdurrahman

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Mesjid Raya Sultan Riau

    Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

Tampilkan postingan dengan label Gereja di Malang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Gereja di Malang. Tampilkan semua postingan

Gereja Katolik Katedral Santa Perawan Maria dari Gunung Karmel Malang

Kawasan Ijen merupakan bagian Kota Malang dalam lingkup urban space direncanakan untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan akan daerah hunian sebagai akibat dari peningkatan jumlah penduduk Kota Malang yang berkembang seiring dengan dibangunnya infrastruktur perkotaan seperti jalan dan rel kereta api. Secara umum oleh Pemerintah Hindia Belanda, Malang diarahkan selain sebagai salah satu pusat pemerintahan, juga sebagai daerah peristirahatan untuk para petinggi dan pejabat pemerintahan Hindia Belanda.
Sehingga, wajah kawasan Ijen ini banyak peninggalan kolonial Belanda yang pada mulanya direncanakan oleh Ir. Herman Thomas Karsten dengan konsep lingkungan garden city dan sampai saat ini sebagian masih terjaga keasliannya serta dapat dinikmati oleh masyarakat umum.
Salah satu bangunan lawas yang masih berdiri sampai sekarang adalah Gereja Katolik Katedral Santa Perawan Maria dari Gunung Karmel. Gereja ini terletak di Jalan Buring No. 60 Kelurahan Oro Oro Dowo, Kecamatan Klojen, Kota Malang, Provinsi Jawa Timur. Lokasi gereja ini berada di seberang SMAN 12 Malang, atau RSIA Husada Bunda Malang.
Awalnya, gereja ini bernama Gereja Santa Theresia atau Rooms Katholiek Theresiakerk, yang peletakan batu pertamanya dilakukan pada 11 Februari 1934 dan pada 28 Oktober 1934 gereja ini diberkati serta diresmikan penggunaannya yang kemudian dipersembahkan kepada Santa Theresia, pelindung karya misi. Pengerjaan bangunan gereja ini hanya memerlukan waktu selama 8 bulan dengan pemborongnya adalah NV Bouwundig Bureau Sitzen en Louzada, sedangkan perancangnya dipercayakan kepada Henri Louis Joseph Marie Estourgie (1885-1964) dari Architectenbureau Rijksen en Estourgie.



Pembangunan gereja ini berkaitan dengan daya tampung atau kapasitas gereja Katolik di Kayutangan (dikenal dengan Gereja Paroki Hati Kudus Yesus) yang sudah tidak memadai lagi. Pada tahun 1929 Mgr. Clemens Van Der Pas, O. Carm mencita-citakan pembangunan suatu Gereja Katedral di Malang. Pada waktu itu baru ada satu gereja, yaitu Gereja Paroki Hati Kudus Yesus di Kayutangan yang dibangun pada 1905. Mgr. Clemens Van Der Pas, O. Carm menyatakan keinginannya membangun suatu Gereja Katedral yang diharapkan sudah berfungsi pada Hari Kristus Raja pada tahun 1934.
Lalu, dicarilah lahan yang akan digunakan untuk pembangunan gereja tersebut, dan dapat lokasi di sekitar Jalan Ijen. Kemudian diusahakan penggalangan dana untuk mewujudkan pembangunan gereja tersebut. Pada saat penghimpunan dana, tepatnya pada 16 Desember 1933, Mgr. Clemens Van Der Pas, O. Carm meninggal dunia. Pastor Linus Hecken, O. Carm yang melanjutkan tugas Mgr. Clemens Van Der Pas, O. Carm selaku Pro-Prefek meneruskan rencana pembangunan gereja tersebut.
Pada tahun 1961, berdasarkan Konstitusi Apostolik Paus Yohanes XXIII Quod Christus tentang pendirian Hirarki Gereja Katolik Indonesia yang mandiri, nama Gereja Santa Theresia secara resmi berganti menjadi Gereja Katolik Katedral Santa Perawan Maria dari Gunung Karmel. Sejak saat itu, tak ada dokumen resmi lain yang menyatakan pergantian nama Santa Perawan Maria dari Gunung Karmel dengan nama yang lain.
Namun demikian, di tengah-tengah masyarakat Malang gereja ini sering juga dikenal dengan sebutan Gereja Ijen, dan akrab dengan sebutan Gereja Katedral. Disebut Gereja Ijen, karena lokasi gereja ini berada di lingkungan kawasan Ijen yang dulu merupakan kawasan perumahan orang-orang Belanda, dan disebut Gereja Katedral karena Katedral berarti pusat atau area yang berada di tengah-tengah gereja atau area keuskupan utama.
Gereja ini pernah mengalami renovasi pada tahun 2002, tetapi masih mempertahankan bentuk asli arsitektur gereja. Renovasi hanya dalam rangka merawat bangunan, yaitu mengganti bahan plafon dari bahan gypsum buatan lama dengan gypsum buatan pabrik modern serta mengecat ulang dinding interior.
Dilihat dari fasad bangunan, gereja ini berlanggam Neo-Gothic. Pada tampak depan gereja terdapat pintu utama sebanyak 3 buah, rose window yang menjadi ciri khas gereja Katedral, serta jendela pada bagian depan dan samping bangunan. Gereja ini juga mempunyai menara kembar pada bagian depan gereja, yang digunakan untuk menyimpan lonceng gereja. Selain itu, juga terdapat ventilasi dengan bentuk persegi panjang yang diulang pada bagian atas menara yang bertujuan supaya suara lonceng dapat terdengar sampai luar gereja.
Gereja yang menghadap ke barat ini memiliki denah bangunan utama berbentuk simetri dengan ukuran panjang 41 meter, lebar 23 meter, dan tinggi 18,25 meter. *** [190915]

Kepustakaan:
Hendra Wijaya, 2010. Studi Gaya Desain Kolonial Belanda Pada Elemen Interior Gereja Katedral Ijen Malang, dalam Skripsi di Fakultas Seni dan Desain Universitas Kristen Petra Surabaya
Asyra Ramadanta, Kajian Tipologi dalam Pembentukan Karakter Visual dan Struktur Kawasan (Studi kasus: Kawasan Ijen, Malang), dalam Jurnal SMARTek, Vol. 8, No. 2: 130-142, Mei 2010
Debora Budiyono dan Riyanto Djoko, Potensi Wisata Bangunan Kolonial di Kota Malang, dalam Buana Sains Vol. 10 No. 1: 83-92, 2010
https://www.genealogieonline.nl/genealogie-daudt/I11688.php
Share:

Gereja Katolik Paroki Hati Kudus Yesus Malang

Gereja merupakan salah satu bangunan tua yang bernilai historis. Perlunya belajar sejarah melalui gereja dikarenakan gereja merupakan peninggalan sejarah dan menjadi saksi dari kolonialisme Belanda di Kota Malang. Beberapa gereja tua yang mencetak sejarah Kota Malang memang wajib untuk dikunjungi oleh para wisatawan. Salah satu gereja lawas yang memiliki memori historis adalah Gereja Katolik Paroki Hati Kudus Yesus, atau biasa disebut sebagai Gereja Kayutangan. Disebut Gereja Kayutangan karena gereja ini berdiri menjulang di ujung timur kawasan Kayutangan.
Gereja ini terletak di Jalan Monseigneur Sugiyopranoto No. 2 Kelurahan Kidul Dalem, Kecamatan Klojen, Kota Malang, Provinsi Jawa Timur. Lokasi gereja ini berada di sebelah utara Mall Sarinah atau bersebarangan dengan Toko Oen.


Gereja Katolik Paroki Hadi Kudus Yesus dibangun pada akhir tahun 1905 dan merupakan gereja tertua di Kota Malang. Bangunan gereja ini merupakan hasil rancangan arsitek Ir. Marius J. Hulswit. Hulswit adalah arsitek tamatan Kunstniverheidschool Quellinus (Sekolah Seni Rupa Quellinus) di Amsterdam. Pada tahun 1876, ia bekerja di firma arsitektur milik Petrus Josephus Hubertus Cuypers (paman dari Eduard Cuypers yang kelak menjadi rekan kerjanya di Hindia Belanda). Di Belanda, Hulswit terlibat dalam pembangunan Rijkmuseum Amsterdam, dan juga mengajar di Sekolah Seni Rupa Quellinus yang dikepalai oleh P.J.H. Cuypers.



Pada tahun 1880, Hulswit pergi ke Hindia Belanda selama lima tahun, kemudian pada tahun 1890 ia kembali lagi ke Hindia Belanda. Ia sempat menetap di Surabaya sampai tahun 1895, sesudah itu ia pindah ke Batavia yang kemudian mendirikan biro arsitek bersama rekan-rekannya. Sebelum tergabung ke dalam biro arsitek, ia merancang Gereja Katedral (1901) di daerah yang dulu bernama Waterlooplein (sekarang Lapangan Banteng). Setelah menyelesaikan Gereja Katedral tersebut, Hulswit pergi ke Malang untuk mengerjakan Gereja Katolik Paroki Hati Kudus Yesus.
Sebelum dijadikan sebuah gereja, Gereja Katolik Paroki Hati Kudus Yesus merupakan tempat darurat yang sewaktu-waktu dapat digunakan apabila diperlukan. Kemudian pada bulan Juni 1897 stasi Malang secara resmi lepas dari stasi Surabaya dan usaha perbaikan gereja dilakukan agar dapat menampung orang-orang yang pergi ke gereja, di saat Malang masih menjadi daerah bagian dari Karesidenan Pasuruan.


Dilihat dari fasad bangunannya, gereja ini mengambil gaya Neo-Gothic sebagai ide gagasan desainnya. Sementara Neo-Gothic sendiri adalah gaya arsitektur yang berkembang di Belanda pada saat itu. Langgam Neo-Gothic ditunjukkan dengan penggunaan lancet, tracery, rose window, pointed arch dan menara. Namun, di Gereja Katolik Paroki Hati Kudus Yesus ini juga terdapat penyesuaian arsitekturalnya dengan kondisi geografis lokal. Keindahan arsitekturnya sangatlah memukai mata.
Pada tampilan depan tampak pintu utama gereja yang tinggi dengan lengkungan yang khas. Di kanan kiri pintu tersebut terdapat dua tower ciri khas gereja Neo-Gothic. Pada waktu awal pembangunan gereja ini belum memiliki menara, namun pada tanggal 14 Desember 1930 didirikan dua menara dengan pemberkatan dari Monseignur Clemens van der Pas.
Di dalam gereja terdapat prasasti yang ditulis dalam bahasa Belanda yang artinya “Gereja ini dipersembahkan kepada hati Kudus Yesus, didirikan berkat kemurahan hati Monseigneur Edmundus Sijbrandus (ES) Luypen, dirancang oleh Marius J. Hulswit dan semasa penggembalaan romo-romo Godefriedus Daniel Augustinus (GDA) Joncbloet dan FB Meurs pada tahun 1905, dilaksanakan pemborong YM. Monseigneur ES Luypen, Uskup Tituler dari Eropa, Vikaris Apostolik dari Batavia”.
Sampai saat ini, Gereja Katolik Paroki Hati Kudus Yesus ini masih berdiri kokoh dan menjulang. Sejak awal didirikan hingga saat ini bangunan gereja tersebut tidak mengalami perubahan, bentuk bangunan dan gaya arsitekturalnya tetap sama seperti awal berdirinya. Nilai historis yang dimilikinya telah mewarnai dan sekaligus menjadi landmark tersendiri bagi Kota Malang. *** [250415]

Kepustakaan:
Andrei Yusuf Ajie Wibowo, 2008. Kajian Fenomenologi Rose Window pada Gereja Paroki Hati Kudus Yesus Malang, dalam DIMENSI INTERIOR Vol. 6 No. 1, Juni 2008
Idham Maulana, 2009. Bentuk dan Gaya Bangunan Panti Asuhan (weeshuis) Vincentius Putra Jakarta, dalam Skripsi di Program Studi Arkeologi, FIB UI
Malang Documentary Board, Yayasan Inggil 2007
Share:

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami