The Story of Indonesian Heritage

  • Istana Ali Marhum Kantor

    Kampung Ladi,Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat)

  • Gudang Mesiu Pulau Penyengat

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Benteng Bukit Kursi

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Kompleks Makam Raja Abdurrahman

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Mesjid Raya Sultan Riau

    Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

Tampilkan postingan dengan label Sejarah Kepanjen. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah Kepanjen. Tampilkan semua postingan

Kali Molek, Sungai Buatan Belanda Yang Membelah Kepanjen

Wilayah Kepanjen sebagai ibu kota Kabupaten Malang dilalui sebuah sungai yang dikenal dengan sebutan Sungai Molek. Masyarakat Kepanjen lebih akrab menyebut Kali Molek. Kata ‘kali’ menurut Bahasa Jawa dalam tingkatan ngoko dimaknai sebagai sungai.

Kali Molek yang membelah Kepanjen ini sesungguhnya merupakan daerah irigasi Induk Saluran Molek. Secara administratif daerah irigasi Molek yang diambil dari bendung (DAM) Blobo untuk mengairi jaringan irigasi di 3 kecamatan (Kepanjen, Kromengan dan Sumberpucung) yang meliputi 13 desa (Sukoraharjo, Penarukan, Kepanjen, Cepokomulyo, Talangagung, Jatikerto, Slorok, Ngebruk, Sambigede, Jatiguwi, Sumberpucung dan Karangkates).

Kali Molek (Foto diambil di Kelurahan Penarukan, Kepanjen/20/06/2021)

Kali Molek ini mengalir sepanjang 20 kilometer ke arah barat dan merupakan sumber penting bagi suplai air irigasi di daerah tersebut. Induk Saluran Irigasi ini mampu melayani daerah irigasi ribuan hektar luasnya.

Dalam buku De zegenrijke heeren der wateren: Irrigatie en staat op Java, 1832-1942 (1997: 162), Wim Ravesteijn membuat tabel yang berisikan Het Algemeen Irrigatieplan van 1890 (Rencana Irigasi Umum Tahun 1890). Pada urutan ke-21 tertulis proyek irigasi dengan nama Molek werken (pembangunan saluran irigasi Molek) yang pelaksanaan konstruksinya dilakukan dari tahun 1901 hingga tahun 1904.

Detail pembangunan Molek werken ini termaktub dalam Verslag over de burgerlijke openbare werken in Nederlandsch-Indië over het jaar 1902/1903 (‘S-Gravenhage, Gebrs. J. & H. Van Langenhuysen, 1904: 203-204), termasuk di dalamnya diulas perihal pembangunan jembatan talang yang membentang di atas Kali Sukun serta shypon di atas Kali Metro.

Jalur rel kereta api melintas di atas Kali Molek. Lokasi di selatan Stasiun Kepanjen

Pengerjaan proyek Molek werken ini dilakukan oleh Burgerlijke Openbare Werken (BOW) atau Dinas Pekerjaan Umum Sipil masa Hindia Belanda. Laporan Pekerjaan Umum Sipil Hindia Belanda meliputi jembatan dan jalan, pelabuhan, irigasi dan pengairan, tenaga air dan listrik serta kesehatan.

Melansir tulisan Hartveld dalam Raising cane : linkages, organizations and negotiations in Malang's sugar industry, East Java (1996: 77) disebutkan bahwa untuk mendukung kegiatan pabrik gula, Pemerintah Hindia Belanda membangun dua proyek irigasi di Kabupaten Malang, yakni irigasi Molek (Molek werken) dan irigasi Kedungkandang (Kedungkandang werken). Proyek Molek ini mampu mengairi sawah seluas 4.600 hektar di wilayah konsesi Pabrik Gula Panggungrejo, sedangkan proyek irigasi kedua mampu mengairi sawah seluas 4.700 hektar yang menjadi area konsesi Pabrik Gula Sempalwadak dan Krebet.

Daerah-daerah penghasil tebu di Malang antara lain Bululawang, Gondanglegi, Dampit, Kepanjen, Sumberpucung dan Wajak. Tanaman tebu dibudidayakan baik dalam skala besar oleh perkebunan besar maupun dalam skala lebih kecil secara swakarsa oleh rakyat.

Salah satu pintu air di Talangagung untuk mengaliri saluran sekunder

Kendati Pabrik Gula Panggungrejo sudah tinggal kenangan saja, irigasi Kali Molek ini tetap berfungsi mengairi ribuan hektar lahan persawahan yang ada, seperti untuk mengairi tanaman padi maupun tanaman tebu. Tanaman tebu itu akan dikirim ke pabrik gula yang masih beroperasi sampai sekarang, yaitu Pabrik Gula Kebon Agung dan Krebet.

Pada masa pendudukan Jepang, Kali Molek dikelola oleh Dobuku. Dobuku merupakan istilah bahasa Jepang untuk menyebut Dinas Pekerjaan Umum Sipil yang pada masa Hindia Belanda dikenal dengan BOW.

Kini, Kali Molek dikelola Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Kepanjen dan wilayah UPTD Sumberpucung wilayah Kabupaten Malang. Untuk yang melintas Kota Kepanjen, di sekitar sempadan Kali Molek digunakan untuk ruang terbuka hijau. Sementara itu, peninggalan Shypon Metro sebagai bagian dari Molek werken, sekarang ini selain berfungsi sebagai ruang terbuka hijau juga digunakan untuk wisata nan eksotis dengan pipa-pipa air raksasa peninggalan Belanda di atas Kali Metro yang dikitari oleh rerimbunan pepohonan dengan diselingi kicauan burung dan suara riak air Kali Metro. *** [240621]

Kepustakaan:

Hartveld, Aard J.  (1996).  Raising cane : linkages, organizations and negotiations in Malang's sugar industry, East Java.  Delft :  Uitgeverij Eburon. Diunduh dari https://edepot.wur.nl/138386

Ravesteijn, Wim.  (1997).  De zegenrijke heeren der wateren : irrigatie en staat op Java, 1832-1942.  Delft, The Netherlands :  Delft University Press

Verslag over de burgerlijke openbare werken in Nederlandsch-Indië over het jaar ..., 1902, 1902. Geraadpleegd op Delpher op 20-06-2021, https://resolver.kb.nl/resolve?urn=KBNA001:002620001:00005



Share:

Riwayat Pasar Kepanjen Malang

Pada masa Kerajaan Sengguruh, wilayah yang sekarang bernama Penarukan ini menjadi hunian seorang panji (gelar bangsawan) maka disebut Kepanjen (ke-panji-an). Di lingkungan bangsawan itu serta merta akan diikuti oleh para pembantu yang menjadi abdi dalem dan keluarganya. Sehingga Kampung Penarukan itu dulu sudah cukup ramai sampai dengan kedatangan orang-orang Belanda.
Foto lawas (sekitar tahun 1900) yang diunggah oleh Universiteit Leiden dalam Leiden University Libraries: Digital Colletions terpampang foto dengan judul Pasar te Kepandjen, ten zuiden van Malang dengan kode rak penyimpanan KITLV 27581 memperlihatkan suasana keramaian pasar di sekitar Penarukan. Judul foto itu bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, berarti Pasar Kepanjen, selatan Malang.
Foto yang kemudian menjadi kartu pos itu dicetak oleh penerbit Boekhandel Visser & Co., Weltevreden, dikumpulkan oleh Olivier Johannes Raap, seorang asrsitek Belanda dan kolektor benda kuno. Kartu pos inilah yang menjadi salah satu bahan utama Raap dalam menulis Kota di Djawa Tempo Doeloe (Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia).

Pasar Kepanjen ketika masin berada di Jalan Penarukan, Kepanjen, sekitar tahun 1900 (Sumber: https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/)

Dalam buku itu, di halaman 78, Raap menjelaskan foto lawas itu akan keramaian pasar sekitar penghujung abad ke-19. Para pedagang berjualan di sepanjang jalan secara berderet dengan bangunan nonpermanen. Sebelah kanan tampak warung tenda, sebelah kiri terlihat bagian gapura kampung.
Foto pasti dibuat pada hari pasaran karena sangat ramai dan pasar dikunjungi penduduk desa di sekitarnya. Dari bayangan matahari, diketahui foto yang mengarah ke barat laut ini dibuat di pagi hari.
Saat itu pasar masih berada di Jalan Panarukan. Namun, pada awal abad ke-20 pembangunan aliran irigasi Kali Molek telah menyebabkan pasar bergeser ke barat beberapa ratus meter. Lokasinya sekitar Masjid Agung Baiturrahman yang saat itu belum dibangun atau masih berupa lapangan Sawunggaling.
Pada 1926 pasar direlokasi ke kawasan pecinan yang sekarang menjadi lokasi Pasar Kepanjen, yaitu terletak di Jalan Ahmad Yani, Kelurahan Kepanjen, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur.
Pada waktu itu Pasar Kepanjen yang baru sudah dibuat dengan bangunan yang permanen, dan penataannya pun telah diatur secara per blok berdasarkan barang yang diperjualbelikan di pasar tersebut. Pedagang yang menjual bahan mentah untuk makanan, seperti sayur mayur, daging maupun bahan bumbu dibedakan dengan pedagang pakaian, perkakas maupun jajan pasar. Begitu pula untuk yang jualan ayam maupun bebek yang masih hidup juga disendirikan di sisi timur.
Pada 1980 Pasar Kepanjen mengalami pemugaran. Separuh bagian pasar yang berada di sebelah barat dibongkar untuk digunakan menjadi pasar kering untuk menempatkan pedagang elektronik, pakaian, perhiasan maupun bahan-bahan kecantikan, sedangkan dibagian pasar sebelah timur difungsikan sebagai pasar basar untuk menempatkan pedagang sayur, bumbu-bumbu, los daging maupun buah-buahan.
Seiring semakin ramainya pasar tersebut, pada 1994 kembali Pasar Kepanjen mengalami pemugaran lagi. Pada bagian depan yang digunakan sebagai pasar kering dibuat bertingkat atau menjadi dua lantai. Hal ini untuk menampung perkembangan Pasar Kepanjen menjadi Pasar Besar Kepanjen. Di lantai 2 selain digunakan untuk Kantor Dinas Pasar, juga terlihat untuk para penjahit. Di lantai 1 masih dipertahankan sebagai pasar kering.
Sementara itu, di lokasi lama (Penarukan) masih terlihat kesibukan masa silam yang berlanjut dalam bentuk pasar krempyeng. Dalam bahasa Jawa, kata krempyeng berarti suara serangga bersayap berdengung. Sebuah pasar krempyeng tiba-tiba muncul dan tiba-tiba hilang lagi, seperti dengungan lalat yang lewat dengan cepat. Di pasar semacam ini, yang di kota lain disebut juga dengan pasar kaget, biasanya para mlijo (Penjual bahan pangan keliling) menghabiskan stok mereka dengan harga murah, jelang siang. *** [240320]

Kepustakaan:
Raap, Olivier Johannes. & Udiani, Christina M.  (2015).  Kota di Djawa tempo doeloe.  Jakarta :  Kepustakaan Populer Gramedia
https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/view/item/802560?solr_nav%5Bid%5D=1e0cd4d3e305a1d2ef6d&solr_nav%5Bpage%5D=0&solr_nav%5Boffset%5D=3

Share:

PG Panggungrejo Kepanjen: Tinggal Kenangan

Mengalirnya modal swasta ke pedalaman Pulau Jawa terjadi setelah muncul Undang-Undang Gula (Suikerwet) dan Undang-Undang Agraria (Agrarisch Wet) pada tahun 1870. Semenjak adanya kedua UU tersebut, sistem tanam paksa berganti menjadi tanam bebas. Setelah sistem tanam paksa dihentikan, perkebunan tebu dilakukan oleh pengusaha-pengusaha swasta.
Kendati tanam paksa pada tanaman tebu ini paling akhir dihapuskan bersama dengan kopi, UU Gula tahun 1870 menyebabkan Pemerintah Hindia Belanda menarik diri atas penanaman tebu yang telah berlangsung selama 12 tahun, yang dimulai pada tahun 1878.
Di tengah melimpahnya produksi tanaman tebu di Kabupaten Malang bagian selatan dan timur, sekitar tahun 1890 Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan konsesi kepada empat pengusaha asing untuk membangun pabrik gula. Salah satunya adalah pengusaha Belanda yang diberi hak sebagai pemegang konsensi untuk berinvestasi membangun Pabrik Gula (PG) Panggungrejo (Suikerfabriek Panggoongredjo) di daerah Distrik Sengguruh (sekarang Kepanjen), Afdeeling Malang.

Suikerfabriek Panggoongredjo - Kepandjen: Kookpan Suikermachinerie (Sumber: https://geheugen.delpher.nl/)

PG Panggungrejo didirikan pada tahun 1898, dan merupakan pabrik gula yang ketiga didirikan di Kabupaten Malang setelah PG Sempalwadak (1891) dan PG Krebet (1894). Selang empat tahun beroperasi, pabrik gula tersebut kolaps karena pemiliknya mengalami krisis keuangan. Akibatnya, PG Panggungrejo diambil alih oleh para kreditornya dengan membentuk Naamlooze Vennootschap (NV) Cultuurmaatschappij “Panggoongredjo” yang berkantor pusat di Den Haag, sebagai badan hukum perusahaan yang menaungi dan mengelola PG Panggungrejo berikutnya.
Pada awal berdiri, kebutuhan pabrik bergantung pada tebu yang diperoleh melalui kontrak pembelian dengan petani lokal saja yang tersebar di beberapa desa, seperti Ngadilangkung, Talangagung, Panggungrejo, Mangunrejo, Sengguruh dan Jenggolo dari sub distrik Kepanjen, desa Palaan dan Ngasem dari sub distrik Maguwan serta desa Jatikerto, Slorok dan Kebonsari yang berada di sub distrik Sumberpucung.
Setelah adanya saluran irigasi Molek yang dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda sekitar tahun 1905, PG Panggungrejo berusaha mengembangkan juga perkebunan tebu sendiri untuk menambah volume produksi gulanya. Kemudian karena semakin meluasnya jangkauan tanaman tebu tersebut, PG Panggungrejo juga menambah panjang rel lori (decauville line) hingga mencapai 75 kilometer.

Peta lawas jalur Malang Stoomtram Maatschappij menuju Suikerfabriek Panggoongredjo (Sumber: Universiteit Leiden, Nederland)

Selain itu, perusahaan gula ini juga menjalin kerja sama dengan perusahaan tram swasta Malang Stoomtram Maatschappij (MSM) untuk mengangkut hasil perkebunan dan pengolahan gula, setelah dibukanya jalur tram Gondanglegi-Kepanjen sejauh 17 kilometer pada 10 Juni 1900. Peta lawas yang berjudul Overzichtskaart Van De Lijnen Der Kediri-Stoomtram Maatschappij/Malang-Stoomtram Maatschappij memperlihatkan bahwa di lingkungan PG Panggungrejo dulu terdapat halte tram yang terhubung dengan jalur tram Stasiun Gondanglegi-Stasiun Kepanjen MSM maupun Stasiun Kepanjen SS.
Sebelum ada jalur MSM ini, PG Panggungrejo terlebih dahulu telah bekerja sama dengan Staatsspoorwegen (SS) untuk masalah pengangkutan gula menuju ke Surabaya melalui Stasiun Kepanjen, yang berjarak sekitar 2 kilometer dari PG Panggungrejo
Dengan kecukupan bahan baku untuk produksi gula yang didukung dengan infrastruktur angkutan dari dan menuju perkebunan tebu, maka PG Panggungrejo mengalami peningkatan produksi gula di tengah melambungnya harga gula di pasaran internasional kala itu.
Pada tahun 1925 PG Panggungrejo sempat menjadi pabrik gula terbesar di Kabupaten Malang. Namun kegembiraan itu hanya mampu bertahan sampai dengan tahun 1930. Deraan depresi ekonomi ketika itu berasa sekali dampaknya terhadap Hindia Belanda. Perkebunan gula mengalami kesulitan yang paling hebat karena cadangan gula telah mencapai tingkat sedemikian tinggi pada 1930-1931 tetapi produksi harus dipotong secara drastis
Akibatnya banyak dari pabrik gula itu terpaksa menutup usahanya. Di antara pabrik gula yang ditutup itu adalah PG Panggungrejo dengan cara menghentikan penanaman dan pengolahan tebunya.  Pada tahun 1934 para pemilik perusahaan menjual seluruh kilang PG Panggungrejo ke NV Tjeweng Lestari Suikerfabriek, dan kemudian pabrik yang berdiri di atas 6 persil itu dibongkar (dismantled). Bongkaran kilang itu kemudian digunakan pembelinya untuk memperluas atau tambal sulam pabrik gulanya.
Dengan dibongkarnya kilang pengolahan gula milik PG Panggungrejo oleh pembelinya, maka kisah tersebut mengakhiri sejarah keberadaan pabrik gula di Panggungrejo, Kepanjen.
Kini lokasi PG Panggungrejo telah berubah menjadi Kompleks Batalyon Zeni Tempur 5/Arati Bhaya Wighina, atau yang biasa disingkat Yon Zipur 5/ABW yang berada di Desa Panggungrejo, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. *** [220320]

Kepustakaan:
Hartveld, Aard J.  (1996).  Raising cane : linkages, organizations and negotiations in Malang's sugar industry, East Java.  Delft :  Uitgeverij Eburon. Diunduh dari https://edepot.wur.nl/138386
https://digihum.leidenuniv.nl/view/item/1422946/datastream/OCR/download
https://geheugen.delpher.nl/en/geheugen/view?identifier=HCO01%3AFDSTORK-A154-19
http://webopac.hwwa.de/PresseMappe20E/Digiview_MID.cfm?mid=F048169
Share:

Jembatan Talang Kepanjen

Sepulang dari pertemuan dengan Co-Project Manager SMARTHealth Extend Indonesia di Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Malang, saya pulang melalui Jalan Kawi yang mengarah ke Jalan Bromo di Kepanjen. Ketika melintas jembatan Sukun sambil menoleh ke kiri dari arah timur, saya menyaksikan bangunan kuno yang masih berdiri kokoh di atas Sungai Sukun. Bangunan lawas tersebut dikenal dengan Jembatan Talang Kepanjen.
Jembatan ini berada di dua kelurahan – Kelurahan Kepanjen dan Cepokomulyo - dalam wilayah Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Lokasi jembatan ini berada di sebelah selatan jembatan Sukun, atau di belakang Kantor Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air Kabupaten Malang.



Sesuai judulnya, kata Jembatan Talang Kepanjen terdiri atas 3 kata, yaitu jembatan, talang, dan kepanjen. Jembatan, dalam istilah ilmu teknik sipil, adalah sebuah struktur yang sengaja dibangun untuk menyeberangi jurang atau rintangan seperti sungai, lembah, rel kereta api maupun jalan raya. Sehingga, jembatan itu berfungsi untuk menghubungkan dua bagian wilayah yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan tersebut.
Talang merupakan salah satu bangunan persilangan yang dibangun untuk mengalirkan debit yang dibawa oleh saluran yang jalurnya terpotong oleh lembah dengan bentang panjang atau terpotong oleh sungai. Bangunan talang berupa saluran terbuka yang dipasang membentang dari tebing yang satu ke tebing yang lainnya, yang fungsinya untuk menyeberangkan debit air. Sedangkan, Kepanjen adalah sebuah kecamatan yang juga merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Malang. Jadi, Jembatan Talang Kepanjen maksudnya adalah saluran irigasi berbentuk jembatan di atas Sungai Sukun di Kepanjen.



Jembatan Talang ini merupakan bangunan peninggalan Hindia Belanda. Berdasarkan tulisan yang ada di pilar utama dari bangunan itu, jembatan ini dibangun pada tahun 1903. Pembangunannya berbarengan dengan pengerjaan Syphon Metro yang berada di sebelah baratnya berjarak sekitar 600 meter. Secara historis,  bangunan Jembatan Talang ini merupakan bagian dari proyek pembangunan Daerah Irigasi Molek yang panjangnya sekitar 20 kilometer, di mulai dari Bendung (Dam) Blobo di Dusun Blobo, Desa Sukoraharjo, Kecamatan Kepanjen sampai ke Dusun Krajan, Desa Sumberpucung, Kecamatan Sumberpucung. Masyarakat sekitar Daerah Irigasi Molek menyebut saluran irigasi ini dengan sebutan Sungai Molek.
Pembangunan Sungai Molek sendiri diperkirakan antara tahun 1888 hingga tahun 1903, dan menyedot tenaga kerja yang cukup banyak. Tenaga kerja yang mengerjakan proyek besar tersebut tidak hanya datang dari daerah Malang tapi juga didatangkan dari daerah Jawa Tengah.



Daerah Irigasi Molek ini mampu mengaliri areal persawahan dengan luas 3.971 hektar dari saluran irigasi yang diairi dari Bendung Blobo yang membendung Sungai Brantas dengan debit antara 6811,106 lt/dt sampai 7563,47 lt/dt serta mendapat suplesi dari Sungai Palaan.
Bangunan irigasi peninggalan pemerintah Hindia Belanda ini dulunya dibangun untuk menyuplai air ke hampir seluruh areal lahan persawahan yang ada di empat kecamatan yang mengalami kelangkaan air. Empat kecamatan itu adalah Kecamatan Kepanjen, Kromengan, Ngajum, dan Sumberpucung. Pemerintah Hindia Belanda merespon kelangkaan air dengan membangun Sungai Molek ini, karena sebagian besar penduduk di empat wilayah kecamatan itu dulunya bermatapencaharian sebagai petani, di samping juga untuk mengembangkan perkebunan-perkebunan besar yang telah dirintis oleh orang Belanda maupun Eropa di daerah Malang selatan sebelumnya.
Selain berfungsi sebagai jembatan saluran air, Jembatan Talang ini juga dimanfaatkan oleh warga setempat sebagai jembatan penyeberangan bagi pejalan kaki yang menghubungkan antara Cepokomulyo yang berada di sebelah timur jembatan dengan Kepanjen yang berada di sebelah barat jembatan. Mereka umumnya menyeberangi jembatan dengan memanfaatkan trotoar dari saluran irigasi Sungai Molek tersebut yang berada di kiri kanannya. *** [280518]
Share:

Syphon Metro Kepanjen

Kepanjen adalah sebuah kecamatan yang juga merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Kecamatan Kepanjen terletak 20 kilometer sebelah selatan Kota Malang. Sebagai kota kecil, Kepanjen memiliki jejak masa lalu yang ditandai dengan adanya beberapa peninggalan tempo doeloe yang masih bisa disaksikan hingga sekarang. Salah satunya adalah Syphon Metro, yang terletak di daerah Sukun RT. 05 RW. 05 Kelurahan Kepanjen, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Lokasi syphon ini berada di sebelah barat daya Kuburan Cina Sukun Kepanjen, yang membentang di atas sungai Metro.


Sesuai namanya, yaitu Syphon Metro, syphon ini memang membentang di atas sungai Metro yang menghubungan Kepanjen dengan Talangagung. Menurut prasasti yang ada di ujung barat Sungai Molek di wilayah Kepanjen, syphon ini dibangun pada tahun 1903 semasa pemerintahan Kolonial Belanda. Keberadaan syphon ini pada waktu itu sangatlah dibutuhkan oleh masyarakat Talangagung, Jatikerto, Slorok, Ngebruk, Sumberpucung hingga Karangkates. Pembangunan syphon ini merupakan bagian dari pembangunan saluran irigasi sungai Molek dari daerah Ketapang sampai daerah Karangkates di sebelah barat sungai Metro yang pada waktu dulu sering mengalami kekurangan air untuk mengairi sawah.
Syphon, yang merupakan bagian yang ada pada sistem irigasi ini, adalah bagian bendung yang dipakai untuk mengalirkan air irigasi dengan menggunakan gravitasi di bawah saluran pembuang, cekungan, anak sungai atau sungai. Syphon juga dipakai untuk melewatkan air di bawah jalan, jalan kereta api, atau bangunan-bangunan yang lain. Syphon merupakan salauran tertutup yang direncanakan untuk mengalirkan air secara penuh dan sangat dipengaruhi oleh tinggi tekanan.


Syphon Metro ini mampu mengaliri baku sawah seluas 3.029 hektar. Luas baku sawah adalah luas bersih dari suatu daerah irigasi, yang berdasarkan perencanaan teknis dapat diairi oleh jaringan irigasi. Syphon ini memiliki legger D.105 dengan debit 8.000 m³/detik. Panjang syphon ini berukuran 2 x 189,75 meter, dengan diameter 1.800 mm.
Dalam perjalanannya, syphon ini pernah direhabilitasi pada tahun anggaran 1988/1989 dan sebagai pelaksananya dimenangkan oleh PT Barata Indonesia Cabang Surabaya. Selain mempunyai nilai sejarah, lokasi syphon yang berada di lingkungan yang masih alami bisa menjadi tujuan wisata untuk yang gemar pemandangan yang masih hijau dan asri. Karena lingkungan di sekitar syphon ini masih mencirikan miniatur belantara dengan kicauan burung liar yang ada. *** [070417]
Share:

Stasiun Kereta Api Kepanjen

Stasiun Kereta Api Kepanjen (KPN) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Kepanjen, merupakan salah satu stasiun kereta api yang berada di bawah manajemen  PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 8 Surabaya yang berada pada ketinggian + 335 m di atas permukaan lain, dan merupakan stasiun kelas 1 yang berada di Kabupaten Malang. Stasiun ini terletak di Jalan Banurejo, Desa Kepanjen, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Lokasi stasiun ini berada di sebelah barat laut Kantor Dinas Pendidikan Kabupaten Malang.
Bangunan Stasiun Kepanjen ini merupakan bangunan peninggalan masa Hindia Belanda, yang pembangunannya bersamaan dengan pembangunan jalur rel kereta api Malang-Kepanjen sepanjang 19 kilometer. Pengerjaan jalur kereta api ini dilakukan oleh Staatsspoorwegen (SS), perusahaan kereta api milik Pemerintah Hindia Belanda, pada tahun 1896.


Proyek jalur kereta api Malang-Kepanjen ini merupakan bagian dari proyek besar jalur kereta api jalur Timur jilid 2 (Oosterlijnen-2), yaitu jalur rel Blitar-Wlingi-Kepanjen-Malang. Pengerjaan proyek jalur kereta api ini dilaksanakan dua arah. Arah barat dimulai dari Kediri-Tulungagung-Blitar selesai pada 1884, terus dilanjutkan pembangunan jalur rel Blitar-Wlingi sepanjang 19 kilometer yang diresmikan pada 10 Januari 1896 dan Wlingi-Kepanjen sepanjang 36 kilometer yang diresmikan pada 30 Januari 1897. Sedangkan, dari arah utara ke selatan dimulai dari Malang-Kepanjen sepanjang 19 kilometer yang selesai pada 1896. Jadi, proyek besar tersebut akhirnya bertemu di Stasiun Kepanjen.
Stasiun ini hanya memiliki 2 jalur dengan jalur 2 sebagai sepur lurus, arah selatan terus ke barat menuju ke Stasiun Ngebruk, dan arah utara menuju Stasiun Pakisaji. Sedangkan, jalur 1 merupakan jalur sebagai rel buntu (sepur badug) dan jalur 3 digunakan untuk jalur persilangan kereta api.


Dulu, dari Stasiun Kepanjen ini terdapat jalur trem yang menghubungkan ke Gondanglegi sepanjang 17 kilometer yang dibangun oleh Malang Stoomtram Maatschappij (MSM) pada tahun 1900. MSM ini merupakan perusahaan trem yang mendapat konsensi pada tahun 1894 untuk membangun jaringan rel trem. Pada waktu membangun jalur trem tersebut di Kepanjen, MSM berusaha mendirikan juga sebuah stasiun yang lokasinya berada di belakang Masjid Agung Baiturrahman Kepanjen (sekarang menjadi SMP Islam). Namun jalur trem ini juga terhubung dengan Stasiun Kepanjen juga.
Sebenarnya kiprah MSM tak hanya sebatas jalur trem Gondangegi-Kepanjen saja. Sebelumnya, MSM sudah memulai membuat jalur trem yang menghubungkan Malang-Bululawang-Gondanglegi sepanjang 23 kilometer, yang pengerjaannya dimulai pada tahun 1897 dan selesai pada tahun 1898, kemudian dilanjutkan dari Gondanglegi-Talok-Dampit sepanjang 15 kilometer (1898-1899). Tak hanya itu saja, MSM pun pernah menghubungkan jalur trem dari Talok-Turen pada tahun 1908.
Jadi, pada waktu itu perkeretaapian dari Malang-Kepanjen dan sebaliknya tergolong cukup maju. Jalurnya bukan hanya melewati Stasiun Pakisaji saja tapi bisa mengambil jalur trem sebagai alternatif yang melewati Gondanglegi. Namun sayang, jalur trem tersebut sudah tak aktif lagi (opgebroeken).  *** [110516]

Share:

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami