The Story of Indonesian Heritage

PG Panggungrejo Kepanjen: Tinggal Kenangan

Mengalirnya modal swasta ke pedalaman Pulau Jawa terjadi setelah muncul Undang-Undang Gula (Suikerwet) dan Undang-Undang Agraria (Agrarisch Wet) pada tahun 1870. Semenjak adanya kedua UU tersebut, sistem tanam paksa berganti menjadi tanam bebas. Setelah sistem tanam paksa dihentikan, perkebunan tebu dilakukan oleh pengusaha-pengusaha swasta.
Kendati tanam paksa pada tanaman tebu ini paling akhir dihapuskan bersama dengan kopi, UU Gula tahun 1870 menyebabkan Pemerintah Hindia Belanda menarik diri atas penanaman tebu yang telah berlangsung selama 12 tahun, yang dimulai pada tahun 1878.
Di tengah melimpahnya produksi tanaman tebu di Kabupaten Malang bagian selatan dan timur, sekitar tahun 1890 Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan konsesi kepada empat pengusaha asing untuk membangun pabrik gula. Salah satunya adalah pengusaha Belanda yang diberi hak sebagai pemegang konsensi untuk berinvestasi membangun Pabrik Gula (PG) Panggungrejo (Suikerfabriek Panggoongredjo) di daerah Distrik Sengguruh (sekarang Kepanjen), Afdeeling Malang.

Suikerfabriek Panggoongredjo - Kepandjen: Kookpan Suikermachinerie (Sumber: https://geheugen.delpher.nl/)

PG Panggungrejo didirikan pada tahun 1898, dan merupakan pabrik gula yang ketiga didirikan di Kabupaten Malang setelah PG Sempalwadak (1891) dan PG Krebet (1894). Selang empat tahun beroperasi, pabrik gula tersebut kolaps karena pemiliknya mengalami krisis keuangan. Akibatnya, PG Panggungrejo diambil alih oleh para kreditornya dengan membentuk Naamlooze Vennootschap (NV) Cultuurmaatschappij “Panggoongredjo” yang berkantor pusat di Den Haag, sebagai badan hukum perusahaan yang menaungi dan mengelola PG Panggungrejo berikutnya.
Pada awal berdiri, kebutuhan pabrik bergantung pada tebu yang diperoleh melalui kontrak pembelian dengan petani lokal saja yang tersebar di beberapa desa, seperti Ngadilangkung, Talangagung, Panggungrejo, Mangunrejo, Sengguruh dan Jenggolo dari sub distrik Kepanjen, desa Palaan dan Ngasem dari sub distrik Maguwan serta desa Jatikerto, Slorok dan Kebonsari yang berada di sub distrik Sumberpucung.
Setelah adanya saluran irigasi Molek yang dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda sekitar tahun 1905, PG Panggungrejo berusaha mengembangkan juga perkebunan tebu sendiri untuk menambah volume produksi gulanya. Kemudian karena semakin meluasnya jangkauan tanaman tebu tersebut, PG Panggungrejo juga menambah panjang rel lori (decauville line) hingga mencapai 75 kilometer.

Peta lawas jalur Malang Stoomtram Maatschappij menuju Suikerfabriek Panggoongredjo (Sumber: Universiteit Leiden, Nederland)

Selain itu, perusahaan gula ini juga menjalin kerja sama dengan perusahaan tram swasta Malang Stoomtram Maatschappij (MSM) untuk mengangkut hasil perkebunan dan pengolahan gula, setelah dibukanya jalur tram Gondanglegi-Kepanjen sejauh 17 kilometer pada 10 Juni 1900. Peta lawas yang berjudul Overzichtskaart Van De Lijnen Der Kediri-Stoomtram Maatschappij/Malang-Stoomtram Maatschappij memperlihatkan bahwa di lingkungan PG Panggungrejo dulu terdapat halte tram yang terhubung dengan jalur tram Stasiun Gondanglegi-Stasiun Kepanjen MSM maupun Stasiun Kepanjen SS.
Sebelum ada jalur MSM ini, PG Panggungrejo terlebih dahulu telah bekerja sama dengan Staatsspoorwegen (SS) untuk masalah pengangkutan gula menuju ke Surabaya melalui Stasiun Kepanjen, yang berjarak sekitar 2 kilometer dari PG Panggungrejo
Dengan kecukupan bahan baku untuk produksi gula yang didukung dengan infrastruktur angkutan dari dan menuju perkebunan tebu, maka PG Panggungrejo mengalami peningkatan produksi gula di tengah melambungnya harga gula di pasaran internasional kala itu.
Pada tahun 1925 PG Panggungrejo sempat menjadi pabrik gula terbesar di Kabupaten Malang. Namun kegembiraan itu hanya mampu bertahan sampai dengan tahun 1930. Deraan depresi ekonomi ketika itu berasa sekali dampaknya terhadap Hindia Belanda. Perkebunan gula mengalami kesulitan yang paling hebat karena cadangan gula telah mencapai tingkat sedemikian tinggi pada 1930-1931 tetapi produksi harus dipotong secara drastis
Akibatnya banyak dari pabrik gula itu terpaksa menutup usahanya. Di antara pabrik gula yang ditutup itu adalah PG Panggungrejo dengan cara menghentikan penanaman dan pengolahan tebunya.  Pada tahun 1934 para pemilik perusahaan menjual seluruh kilang PG Panggungrejo ke NV Tjeweng Lestari Suikerfabriek, dan kemudian pabrik yang berdiri di atas 6 persil itu dibongkar (dismantled). Bongkaran kilang itu kemudian digunakan pembelinya untuk memperluas atau tambal sulam pabrik gulanya.
Dengan dibongkarnya kilang pengolahan gula milik PG Panggungrejo oleh pembelinya, maka kisah tersebut mengakhiri sejarah keberadaan pabrik gula di Panggungrejo, Kepanjen.
Kini lokasi PG Panggungrejo telah berubah menjadi Kompleks Batalyon Zeni Tempur 5/Arati Bhaya Wighina, atau yang biasa disingkat Yon Zipur 5/ABW yang berada di Desa Panggungrejo, Kecamatan Kepanjen, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. *** [220320]

Kepustakaan:
Hartveld, Aard J.  (1996).  Raising cane : linkages, organizations and negotiations in Malang's sugar industry, East Java.  Delft :  Uitgeverij Eburon. Diunduh dari https://edepot.wur.nl/138386
https://digihum.leidenuniv.nl/view/item/1422946/datastream/OCR/download
https://geheugen.delpher.nl/en/geheugen/view?identifier=HCO01%3AFDSTORK-A154-19
http://webopac.hwwa.de/PresseMappe20E/Digiview_MID.cfm?mid=F048169
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami