The Story of Indonesian Heritage

  • Istana Ali Marhum Kantor

    Kampung Ladi,Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat)

  • Gudang Mesiu Pulau Penyengat

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Benteng Bukit Kursi

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Kompleks Makam Raja Abdurrahman

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Mesjid Raya Sultan Riau

    Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

Tampilkan postingan dengan label Museum di Bogor. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Museum di Bogor. Tampilkan semua postingan

Museum Zoologi Bogor

Museum Zoologi Bogor (MZB) merupakan salah satu museum kebanggaan bagi masyarakat Bogor. Museum ini merupakan museum yang berkaitan dengan dunia fauna karena banyak koleksinya terdiri diri dari beraneka ragam fauna yang diawetkan.
Museum ini terletak di Jalan Ir. H. Juanda No. 9 Kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi museum ini berada di dalam Kebun Raya Bogor, atau tepat berada di samping gedung Balai Besar Industri Agro (BBIA).
Awalnya museum ini merupakan laboratoriun zoologi dengan nama Landbouw Zoologisch Laboratorium yang didirikan pada tahun 1894 atas gagasan J.C. Koningsberger, ahli botani berkebangsaan Jerman. Ketika itu hanya berupa sebuah ruangan kecil dan sederhana. Fungsi utama dari bangunan ini semula adalah sebagai laboratorium untuk penelitian hewan pengganggu tanaman pertanian yang termasuk dalam S’Lands Plantentuin (Kebun Raya Bogor). Kemudian pada tahun 1901, didirikan gedung baru yang digunakan untuk ruang koleksi, ruang kerja, ruang pameran dan laboratorium.


Seiring dengan perkembangan zaman, MZB mengubah namanya sesuai dengan fungsinya: Landbouw Zoologisch Laboratorium (1894), Landbouw Zoologisch Museum (1896), Zoologisch Museum and Werkplaats (1906-1909), Zoologisch Museum and Laboratoriun (1910-1942), Dobutsu Hakubutsukan (1942-1945), Zoologisch Museum and Laboratorium (1946-1947), Museum Zoologicum Bogoriense (1947-1954), Lembaga Museum Zoologicum Bogoriense (1955-1962), Museum Zoologicum Bogoriense (1962-1986), Balai Penelitian dan Pengembangan Zoologi (1987-2000), dan sejak tahun 2000 hingga sekarang, MZB berada di bawah kewenangan Pusat Penelitian Biologi LIPI untuk Bidang Zoologi. Sehingga MZB ini selain digunakan sebagai balai penelitian juga menjadi museum seperti sekarang ini.
Bangunan MZB ini berdenah persegi panjang. Pada tampak depan bangunan terdapat jendela yang masih asli yang terbuat dari kayu, termasuk juga pintunya. Namun, pintu yang menjadi pintu masuk museum dialihkan ke bagian belakang gedung sehingga pintu di depan ditutup karena untuk masuk ke MZB harus melalui Kebun Raya Bogor terlebih dahulu.
Di museum yang memiliki luas bangunan 756,90 m² di atas lahan seluas 1.500 m² ini, terdapat sejumlah ruang untuk memajang koleksinya, seperti mamalia, ikan, burung, reptil dan amfibi, moluska, serangga, dan invertebrata lainnya.


Jumlah koleksi yang dipajang dalam ruang pamer MZB meliputi 3,5% jumlah jenis fauna yang terdapat di Indonesia, dan hanya 0,05% contoh binatang (spesimen) yang dimiliki oleh Bidang Zoologi.
Dari semua koleksi yang ada, kerangka paus biru (skeleton of blue whale) menjadi primadona dari MZB. Paus tersebut ditemukan mati terdampar di pantai Pameungpeuk, Priangan Selatan pada bulan Desember 1916. Paus biru (Balaenoptera Musculus Linnaeus) ini adalah binatang yang terbesar yang pernah hidup di dunia dengan panjang 27,25 meter dan berbobot 119.000 kilogram. Paus biru tidak bergigi. Di dalam rongga mulut terdapat alat penyaring yang disebut balen. Terbuat dari keratin (zat tanduk) berjumlah 250-400 lembar dalam dua jajaran yang tergantung pada langit-langit, balen berfungsi sebagai penapis makanan yang masuk ke rongga mulut.
Paus membuka mulutnya lebar-lebar sehingga air laut bersama makanan masuk ke rongga mulut, setelah mulut dikatupkan lagi, air laut ditekan keluar dengan lidah yang besar, plankton (terutama zoo plankton) tertahan oleh balen, dan ditelan menjadi makanan. Oleh manusia, balen digunakan sebagai bermacam-macam alat, di antaranya sebagai sikat pembersih, korset dan penyangga atau pelapis lain.
Selain itu, MZB juga memiliki koleksi yang jarang dimiliki oleh museum sejenis di tempat lain, yaitu koleksi berupa awetan dari kepiting raksasa Jepang (Macrocheira Kaempferi De Haan). *** [260514]
Share:

Museum Perjuangan Bogor

Saat menyusuri kawasan komersil di salah satu daerah di Bogor, terlihat sebuah bangunan peninggalan masa kolonial Belanda dengan relief yang berada di atas pintu masuk utamanya. Bangunan persegi panjang tersebut ternyata adalah museum. Museum tersebut diberi nama Museum Perjuangan Bogor.
Museum ini terletak di Jalan Merdeka No. 56 Kelurahan Ciwaringin, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi museum ini tepat berada di depan Pusat Grosir Bogor (PGB) atau yang dikenal juga dengan Mall Merdeka.
Museum Perjuangan Bogor ini dibuka secara resmi pada tanggal 10 November 1957, bertepatan dengan peringatan Hari Pahlawan, oleh Ibu Kartinah Tubagus Muslihat dan dituangkan dalam Surat Keputusan (SK) Pelaksana Kuasa Militer Daerah Res. Inf. 8/III No. Kpts/3/7/PKM/57 yang diprakarsai oleh Mayor Ishak Djuarsa, Pe.Ku.Mil Daerah Res. Inf. 8/III Suryakencana Divisi Siliwangi. Yang kemudian diresmikan kembali oleh Kolonel R.A. Kosasih, Panglima T.T. III/ Siliwangi, pada tanggal 15 Agustus 1958 Jam 08.00.


Museum Perjuangan Bogor ini memiliki luas bangunan 515 m² di atas lahan seluas 650 m². Di dalam gedung ini ditopang oleh tiga pilar besar yang menjadi salah satu ciri bangunan kolonial. Lantai pertama berisikan kantor dan benda-benda koleksi seperti senjata-senjata modern, dokumen-dokumen, mata uang, lukisan, dan lain-lain. Sedangkan, lantai dua terdiri dari benda-benda koleksi seperti senjata-senjata tradisional, topi helmet, prasasti/monumen, diorama peristiwa pertempuran, kain/pakaian, dan sebagainya. Di halaman depan museum ini terdapat sebuah taman seluas 10 x 30 meter. Halaman ini berlantaikan ubin dan di tengah-tengah tamannya terdapat sebuah pancuran air.
Berdasarkan catatan sejarah yang ada, gedung ini dibangun pada awal tahun 1879 untuk tempat tinggal keluarga Belanda. Kemudian pada tanggal 7 Juli 1879, bangunan gedung ini dibeli oleh seorang bernama Wilhelm Gustaff Wissner untuk dijadikan gudang bagi komoditas hasil perkebunan yang ada di Bogor dan sekitarnya untuk selanjutnya dikirim ke Batavia.
Selanjutnya, gedung ini mengalami berbagai peristiwa. Pada awal Juni 1938, gedung ini dijadikan sebagai gedung Persaudaraan “Parindra” Cabang Bogor. Lalu, berubah fungsinya menjadi Kantor Bank Simpan Pinjam, dan lain-lain.
Ketika masa pendudukan Jepang, gedung ini dijadikan gudang oleh tentara Dai Nippon sejak tanggal 9 Maret 1942, dan pada tahun 1945 gedung ini berhasil direbut oleh pejuang Indonesia yang kemudian sejak tanggal 17 Agustus 1945 dijadikan sebagai Kantor Komite Nasional Indonesia, Kantor BP3, Markas Pejuang, Kantor  Perjuangan Dewan Perdjoangan Karesidenan Bogor serta digunakan pula untuk badan perjuangan lainnya, seperti Laskar Rakyat Bambu Runcing oleh para pemuda pejuang ketika itu.
Pada tanggal 13 Februari 1946, gedung ini ditinggalkan oleh para perintis perjuangan, karena pihak tentara Belanda dan Inggris menekan seluruh kegiatan perjuangan dengan berbagai ancaman, karena mereka tahu di gedung tersebut tempat bersarang para pejuang Indonesia.
Di tengah kekosongan gedung ini, yaitu antara tahun 1948 sampai tahun 1949, gedung ini digunakan untuk kegiatan Gabungan Buruh Serikat Indonesia (GABSI) pimpinan Priyatna.


Setelah terjadi peristiwa cease tire antara tentara Belanda dan pejuang yang tergabung dalam Badan Keamanan Rakyat pada tanggal 3 Agustus 1949, gedung ini dijadikan Kantor Pemerintah Darurat Kabupaten Bogor dan KDMJ Bogor selama tiga tahun, yaitu dari tanggal 23 Desember 1949 sampai 4 Maret 1950.
Lalu, pada tahun 1952, gedung ini dijadikan Sekolah Rakyat (SR) No. 34 yang dikhususkan bagi anak-anak tentara saja, tapi kemudian atas usaha Mayor Usman Abdullah sekolahan ini selanjutnya dibuka untuk umum. SR ini siangnya digunakan sebagai sekolah SMP Smauril Adjrem (sekolah dengan ijazah penyesuaian para siswa yang terdiri dari pemuda pejuang yang akan bergabung dengan ABRI/POLRI sampai dengan tahun 1952.
Pada tanggal 16 Desember 1953, gedung ini dimiliki oleh Umar bin Usman Albawahab dengan surat Eigendom Verponding No. 4016. Umar bin Usman Albawahab adalah seorang pedagang keturunan Arab yang rumahnya berada di sebelah kiri gedung tersebut. Kemudian,  gedung ini sempat dijadikan sebagai balai pertemuan pemuda rakyat. Sebelum diserahkan sepenuhnya oleh Pembantu Utama Pelaksana Kuasa Perang Daerah KMS Bogor kepada Yayasan Museum Perdjoangan Bogor pada tanggal 17 Maret 1958 untuk digunakan setelah SR yang memakainya dialihkan ke tempat lain.
Lalu, atas kebaikan dan keikhlasan Umar bin Usma Albawahab, sang pemilik gedung tersebut, gedung ini dengan persil seluruhnya dihibahkan sepenuhnya kepada Yayasan Museum Perdjoangan Bogor pada tanggal 20 Mei 1958 dengan akte Notaris J.L.L. Wonas di Bogor.
Gedung museum yang dulunya pernah dikenal dengan Gedung Tjiekeumeuh No. 28 ini masih berdiri kokoh hingga sekarang. Kendati usia bangunannya sudah tua, tetapi masih memancarkan bangunan kolonial yang klasik. Konon, udara yang melintas di gedung ini semilir nan sejuk karena tepat di depannya dulu masih berupa kerkhof (pemakaman Belanda) yang di dalam arealnya berdiri deretan pepohonan cemara. Namun, semenjak kerkhof tersebut dijadikan Pusat Grosir Bogor (PGB), udara semilir nan sejuk tersebut sudah tidak menggapai gedung itu lagi. *** [210514]
Share:

Museum Etnobotani Indonesia

Indonesia ditinjau dari segi iklim memiliki iklim yang kisaran yang besar, sehingga memungkinkan tingginya keanekaragaman tumbuhan yang hidup di kawasan ini. Selain itu, Indonesia juga dihuni lebih dari 500 entri atau lema. Lema-lema itu sendiri bervariasi dalam kategori suku bangsa, sub suku bangsa, kelompok sosial yang khas, komunitas yang mendiami suatu pulau kecil, dan sebagainya. Tiap lema itu memiliki kebudayaan yang berbeda sesuai dengan adat dan tatanan yang berlaku antara lain dalam memanfaatkan sumber daya alam di sekitarnya.
Pesatnya perkembangan teknologi modern memungkinkan mudahnya hubungan antar pulau di Indonesia, bahkan antar Negara di dunia. Teknologi modern ini sering kali dapat mempengaruhi kehidupan dan kebudayaan suku bangsa di Indonesia. Sebagai akibatnya pengetahuan tradisional tentang tumbuhan mengalami erosi, sehingga dirasakan perlu untuk mempelajari serta mendokumentasikan yang masih tertinggal. Oleh karena itu, didirikanlah Museum Etnobotani Indonesia.


Museum Etnobotani Indonesia terletak di Jalan Ir. H. Juanda No. 22-24 Kelurahan Paledang, Kecamatan Bogor Tengah, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat. Lokasi museum ini berada satu kompleks dengan Herbarium Bogoriense, atau tepatnya berada di sebelah selatan Perpustakaan Pusat milik LIPI (Bibiliotheca Bogoriensis).
Gagasan pendirian museum ini mula-mula dicetuskan oleh Prof. Sarwono Prawirohardjo yang ketika itu menjabat sebagai ketua LIPI, bertepatan dengan peletakan batu pertama pembangunan gedung baru Herbarium pada tahun 1962. Tetapi gagasan tersebut baru mulai dipikirkan serta dimanfaatkan kembali ketika Dr. Setijati Sastrapradja memegang jabatan Direktur LBN (Lembaga Biologi Nasional) pada tahun 1973. Setelah melalui proses yang panjang, akhirnya museum tersebut dapat terwujud dan diresmikan pada tanggal 18 Mei 1982 oleh Menristek Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie, dengan tema Museum Etnobotani Indonesia, yaitu: “Pemanfaatan Tumbuhan Indonesia”.
Penamaan museum ini didasarkan kepada cabang keilmuan dalam bidang biologi yang berhubungan dengan tanaman, yaitu etnobotani. Etnobotani adalah cabang ilmu tumbuh-tumbuhan yang mempelajari hubungan antara suku-suku asli suatu daerah dengan tumbuhan yang ada di sekitarnya. Istilah etnobotani pertama kali diperkenalkan oleh seorang antropologi Amerika yang bernama Harsbeger pada tahun 1895.


Dari aspek botani, etnobotani dapat member bantuan dalam penentuan asal mula suatu tumbuhan, penyebaran, penggalian potensi tumbuhan sebagai sumber kebutuhan hidup, makna dan arti tumbuhan dalam kebudayaan serta tanggapan masyarakat setempat terhadap suatu suatu jenis tumbuhan.
Bangunan yang digunakan untuk museum ini berlantai empat dengan memiliki luas bangunan 1.463 m² dan berdenar persegi. Dari tampak depan tiap lantai bangunan terdapat jendela-jendela berbentuk persegi panjang dan atap bangunan datar.
Lokasi ruang pameran sebelum diisi dengan artefak yang menjadi koleksi museum ini, dulunya adalah ruangan koleksi batu mineral yang sekarang berada di Museum Geologi Bandung. Letak ruang pameran museum ini berada di lantai dasar gedung Herbarium Bogoriense atau Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI.

Koleksi Museum Etnobotani Indonesia
Koleksi  Museum Etnobotani Indonesia saat ini berjumlah 1.700 nomor, berasal dari seluruh Nusantara. Mulai dari Aceh hingga Papua. Artefak dalam etnobotani ini dipamerkan berdasarkan jenis tumbuhan dan pemanfaatannya, bukan berdasarkan suku bangsa yang memanfaatkannya.
Adapun koleksi yang dipamerkan antara lain terdiri dari koleksi kayu, pemanfaatan rotan, bambu, aren, labu, koleksi basah, tanaman obat, alat rumah tangga, alat berburu, permainan anak, dan masih banyak lagi yang lainnya. *** [140514]

Kepustakaan:
Brosur Museum Etnobotani Indonesia: Temukan Inspirasi Melalui Kearifan Budaya Lokal, yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian Biologi-LIPI Bogor
Share:

Terhanyut oleh Diorama Perjuangan RI di Museum Peta

Sekitar 700 meter dari Istana Bogor terdapat sebuah bangunan yang menyimpan kisah heroik dan memberikan sumbangsih besar terhadap kemerdekaan Republik Indonesia (RI).
Bangunan yang didirikan pada 1745 tentara het Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger (KNIL) Belanda ini mulanya digunakan sebagai salah satu markas tentara KNIL. Setelah Jepang masuk ke Indonesia pada 1942, bangunan ini berubah fungsi menjadi tempat pelatihan pasukan Pembela Tanah Air (Peta). Ketika dijadikan tempat pelatihan, bangunan tersebut dinamakan Jawa Bo-ei Giyugun Kanbu Resentai.
Karena sepak terjangnya yang signifikan dan menentukan pada periode proklamasi kemerdekaan 1945, Peta menjadi salah satu unsure penting sampai akhirnya terbentuk Tentara Nasional Indonesia. Oleh karena itu, bangunan tempat dulu tentara-tentara Peta ini latihan akhirnya diresmikan menjadi Museum Peta pada 18 Desember 1995 oleh presiden RI kala itu, Soeharto.
Seperti umumnya museum sejarah, penyajian kisah-kisah perjuangan RI diperlihatkan dalam bentuk diorama. Museum Peta memiliki 14 diorama yang menceritakan tentang peristiwa pembentukan tentara Peta dan beberapa kontribusinya dalam proses pergerakan kebangsaan untuk mencapai kemerdekaan.
Semua diorama yang ditampilkan menarik. Beberapa di antaranya adalah kisah yang kita kenal akrab sejak kecil dan sangat mengena. Misalnya, diorama keenam yang mengisahkan peristiwa legendaries menjelang proklamasi yakni dibawanya Soekarno-Hatta ke Rengkasdengklok oleh pasukan Peta dan sejumlah pemuda. Pada waktu itu, para pemuda mendesak Soekarno-Hatta agar mau secepatnya memproklamasikan kemerdekaan RI mengingat Jepang sudah dikalahkan oleh tentara sekutu. Dilanjutkan dengan diorama ketujuh mengenai proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Akhir cerita diorama ditutup oleh diorama keempatbelas tentang pemilihan Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat (12 November 1945) yang akhirnya dipimpin Jenderal Soediman.
Menyimak berbagai kisah perjuangan meraih kemerdekaan yang dirangkai dalam diorama-diorama di Museum Peta menumbuhkan perasaan bangga dalam dada setiap anak bangsa. Kebanggaan terhadap para leluhur bangsa ini walau mengalami kegagalan yang luar biasa sehingga dapat dijajah hingga ratusan tahun. Akan tetapi, nyatanya masih banyak juga di antara para leluhur tersebut yang mempunyai harga diri dan cinta Tanah Air sehingga berupaya dengan keras melawan penjajahan. Selain itu, hal yang membuat terhormat adalah bangsa ini meraih kemerdekaannya sendiri bukan pemberian dari pihak penjajah. [ACH]

Sumber:
KOMPAS Edisi Jumat, 30 Agustus 2013 
Share:

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami