The Story of Indonesian Heritage

  • Istana Ali Marhum Kantor

    Kampung Ladi,Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat)

  • Gudang Mesiu Pulau Penyengat

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Benteng Bukit Kursi

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Kompleks Makam Raja Abdurrahman

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Mesjid Raya Sultan Riau

    Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

Tampilkan postingan dengan label Kraton Surakarta. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kraton Surakarta. Tampilkan semua postingan

Pesanggrahan Pracimoharjo

Janjian jumpa dengan teman asal Boyolali pada hari Sabtu (08/02/2020), memberikan berkah tersendiri. Di sela-sela penantian waktu sua, saya berkeliling tlatah Boyolali dan berkesempatan mengunjungi sejumlah spot kekunaan yang menawan. Salah satu spot itu berupa bangunan kuno peninggalan penguasa Kraton Surakarta Hadiningrat, yang bernama Pesanggrahan Pracimoharjo.
Pesanggrahan ini terletak di Jalan Ismoyo, Dusun Krapyak RT 06 RW 02 Desa Paras, Kecamatan Cepogo, Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi pesanggrahan itu berada di seberang jalan Kantor Kepala Desa Paras.
Pesanggrahan Pracimoharjo terletak di lereng timur Gunung Merapi, dan berjarak sekitar 400 m dari jalan utama penghubung Boyolali-Selo-Magelang. Kalau ke pusat Kota Boyolali jaraknya sekitar 8 Km, dan kalau dengan pusat Kota Surakarta (Solo) berjarak sekitar 35 Km.

Gapura Pesanggrahan Pracimoharjo

Pesanggrahan Pracimoharjo konon telah berdiri sekitar tahun 1803-1804,  semasa pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwono IV. Kemudian pada masa pemerintahan Sri Susuhunan Pakubuwono  X atau PB X (1893-1939), pesanggrahan ini dibangun lebih besar, indah, dan mewah, lengkap dengan pendopo, pringgitan, tamansari, air mancur, serta alun-alun.
Konon saking megahnya bangunan pesanggrahan ini, acapkali Pesanggrahan Pracimoharjo dianggap sebagai miniaturnya Kraton Surakarta Hadiningrat, atau yang juga dikenal dengan Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Sanggar Pamelengan

Pesanggrahan merupakan istilah yang berasal dari bahasa Jawa yang telah dimasukkan dalam khasanah perbendaraan bahasa Indonesia. Pesanggrahan berarti rumah atau tempat peristirahatan. Selain itu, pesanggrahan juga merupakan rumah untuk menginap para bangsawan yang sedang menjalankan tugas memeriksa keadaan di luar kraton. Pesanggrahan juga dapat berarti tempat untuk beristirahat dan bersenang-senang bagi raja beserta keluarga.
Pada tahun 1900-an Pesanggrahan Pracimoharjo digunakan sebagai tempat istirahat saat PB X melawat ke wilayah bagian barat serta menikmati keindahan alam dan melihat hasil perkebunan kopi (koffieplantage) saat itu. PB X senang menunggang kuda selama tinggal di pesanggrahan itu dengan diiringi abdi dalem. Pesanggrahan Pracimoharjo ini merupakan pesanggrahan favorit PB X (lustverblijf van PB X) ketika melakukan lawatan.

Sanggar Palereman

Selain sebagai tempat tetirah, Pesanggrahan Pracimoharjo ini juga pernah beberapa kali digunakan untuk menerima kunjungan dari sejumlah pajabat Hindia Belanda. Pada tahun 1928 Gubernur Jenderal Hindia Belanda Jonkheer Mr. Dr. Andries Cornelies Dirk de Graeff bersama istri dan rombongan pernah berkunjung ke pesanggrahan ini. Rombongan terdiri dari lebih dari 10 orang pejabat Hindia Belanda yang mendampingi Gubernur Jenderal.
Kemudian pada tahun 1930, Gubernur Yogyakarta Pieter Rudolf Wolter van Gesseler Verschuir juga pernah melawat ke Pesanggrahan Pracimoharjo bersama keluarganya. Mereka disambut dan dijamu dengan baik oleh PB X bersama istrinya dan sejumlah putra-putrinya, dan kedua keluarga tersebut sempat foto bersama di depan pendopo pesanggrahan yang cukup megah.

Bekas Air Mancur

Pada tahun 1947 Tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang dipimpin oleh Slamet Riyadi pernah menjadikan pesanggrahan tersebut sebagai markasnya. Akan tetapi saat Operatie Kraai (Operasi Gagak), atau yang dikenal di Indonesia dengan nama Agresi Militer Belanda II, kompleks pesanggrahan dibakar (bumi hangus) sebelum direbut oleh pasukan Belanda.
Bumi hangus inilah yang melatarbelakangi rusaknya Pesanggrahan Pracimoharjo. Pendopo utama terbakar hingga luluh lantak. Saat ini yang tersisa dari pesanggrahan tersebut hanya beberapa bangunan saja, yaitu gapura masuk, bekas air mancur, sanggar palereman (rumah peristirahatan bergaya Indis), sanggar pamelengan, tugu pojok, dan beberapa sisa struktur serta pagar keliling.
Kendati kompleks pesanggrahan itu sudah tidak utuh seperti sedia kala, namun sisa-sisa bangunan yang ada sekarang sesungguhnya masih memperlihatkan kebesaran dan kemegahan dari pesanggrahan tersebut. Sudah sepantasnyalah bila situs petilasan ini tetap dirawat atau direvitalisasi untuk kegiatan budaya agar supaya kelak pesanggarahan ini menjadi tujuan ekowisata yang edukatif di Boyolali, karena didukung oleh lahannya yang masih begitu luas. *** [080220]

Kepustakaan:
https://www.antaranews.com/berita/990676/ui-akan-bangun-perpustakaan-di-desa-paras-kembangkan-ekowisata-budaya
https://digitalcollections.universiteitleiden.nl/search/Boyolali?page=5&type=edismax&cp=collection%3Akitlv_photos

Share:

Panggung Sanggabuwana



Bangunan unik menjulang tinggi menjadi daya tarik tersendiri bagi Kraton Kasunanan Surakarta. Bentuk arsitektural bundar dan bersusun empat membuat gedung itu berbeda dari bangunan lain di sekitarnya.
Dibandingkan dengan bangunan lain di Keraton Surakarta, Panggung Sanggabuwana memiliki keunikan tersendiri. Keunikan itu bukan hanya pada bentuk fisik, melainkan juga sejarahnya.
Panggung Sanggabuwana merupakan salah satu bangunan berbentuk menara yang berada di dalam lingkungan kedhaton Kraton Kasunanan Surakarta. Menara ini didirikan oleh Sri Susuhunan Paku Buwono (PB) III pada tahun Jawa 1708 ( 1782 Masehi). Tahun pembuatannya diberi pertanda untuk memudahkan mengingatnya, dengan sengkalan milir: “Naga Muluk Tinitihan Janma” yaitu tahun 1708 atau sengkalan milir yang menandakan nama menara tersebut, yaitu “Panggung Luhur Sinangga Buwana”, yang juga memiliki makna tahun 1708.



Sengkalan milir memang merupakan tradisi bagi kalangan kraton untuk mengingatkan tahun dibuatnya sebuah bangunan yang didirikan oleh kraton.
Konon, menara tersebut digunakan oleh Susuhunan untuk bersemedi dan bertemu dengan Nyai Rara Kidul, penguasa Pantai Selatan. Selain sebagai tempat semedi, Panggung Sanggabuwana sebetulnya juga berfungsi sebagai menara pertahanan, yaitu untuk mengontrol keadaan di sekeliling kraton.
Menara ini pernah terbakar pada tanggal 19 November 1954, lalu dibangun kembali dan selesai pada tanggal 27 Rabingulawal 1891 atau 30 September 1959.
Sebelum terbakar, bentuk atapnya dinamai tutup saji, yaitu atap yang berbentuk hasta wolu atau segi delapan. Namun sekarang, bentuknya dibuat seperti payung yang sedang terbuka.
Panggung Sanggabuwana memiliki tinggi sekitar 30 meter, dan memiliki 4 tingkat. Pada tingkat 3, menghadap ke utara, terdapat sebuah jam besar yang dapat berbunyi sendiri.
Sedangkan pada tingkat yang paling atas, digunakan untuk ber meditasi, sesaji, berinteraksi dengan sukma kasarira (Nyi Rara Kidul), dan melihat pemandangan kota sekitarnya. Namun sekarang, Panggung Sanggabuwana sering digunakan oleh putra raja untuk meminta wilujengan setiap malam Jumat. ***
Share:

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami