The Story of Indonesian Heritage

  • Istana Ali Marhum Kantor

    Kampung Ladi,Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat)

  • Gudang Mesiu Pulau Penyengat

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Benteng Bukit Kursi

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Kompleks Makam Raja Abdurrahman

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Mesjid Raya Sultan Riau

    Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

Tampilkan postingan dengan label Cagar Budaya di Tanjungpinang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cagar Budaya di Tanjungpinang. Tampilkan semua postingan

Benteng Bukit Kursi

Masa awal permukiman pesisir di Pulau Penyengat ditandai sebagai Pulau Pertahanan, sehingga ditandai dengan keberadaan artefak berupa benteng pertahanan. Tercatat ada tiga benteng pertahanan di pulau seluas 3,5 km² ini. Salah satunya adalah Benteng Bukit Kursi.
Benteng ini terletak di Jalam YDM Raja Abdurrahman, Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. Lokasi benteng ini berada di sebelah barat Kompleks Makam Raja Abdurrahman.
Benteng Bukit Kursi merupakan salah satu bukti peninggalan sejarah Kerajaan Melayu Riau yang terdapat di Pulau Penyengat. Nama benteng diambil dari lokasi di mana benteng tersebut dibangun yaitu Bukit Kursi.

Foto: Salah satu bastion Benteng Bukit Kursi , tinggal meriamnya

Selama berkecamuknya perang antara Kerajaan Riau dengan Belanda (1782-1794), pulau ini dijadikan kubu pertahanan yang penting. Yang Dipertuan Muda IV Raja Haji Fisabilillah Marhum Teluk Ketapang yang memimpin peperangan dengan Belanda membangun Benteng Bukit Kursi yang dimulai pada tahun 1782 dan selesai pada tahun 1784. Setelah itu didatangkanlah 8 meriam dari Eropa guna sebagai alat pertahanan atau menyerang musuh yang diletakkan pada semua bastion, agar supaya para prajurit kerajaan mudah dalam berjuang melawan musuh. Letaknya berada di sebuah bukit, benteng ini mampu menjadi perisai yang tangguh dalam menghalau penjajah Belanda yang awalnya berniat menguasai Pulau Penyengat.

Foto: Parit benteng setinggi 3 m

Benteng Bukit Kursi berdenah segi empat, yang terbuat dari susunan batu bauksit. Benteng yang memiliki ukuran sekitar 92,38 m x 74,73 m ini tergolong mempunyai area yang sangat luas. Sehingga memungkinkan ditempatkannya pasukan dalam jumlah yang cukup besar. Benteng ini juga dikelilingi parit sedalam ± 3 m dengan arah hadap benteng ini mengarah ke laut, dan pintu utama benteng berada di sisi selatan dengan sebuah jembatan sebagai akses masuk ke dalam benteng.
Kini, benteng itu sudah tak utuh lagi. Namun demekian sekarang dijadikan objek wisata di sana. Pengunjung masih bisa menjumpai meriam peninggalan Kerajaan Riau, dan selain itu pengunjung juga bisa menikmati keindahan pemandangan laut dari atas Benteng Bukit Kursi maupun hutan yang ada di sekitar benteng tersebut. *** [210918]
Share:

GPIB Bethel Tanjungpinang

Setelah mendapat penjelasan dari salah seorang petugas Museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah perihal koleksi yang ada di dalam musem, saya pun kemudian diajak melihat bangunan lawas lainnya yang berada di sekitar museum tersebut. Salah satu bangunan lawas yang kita kunjungi adalah GPIB Bethel Tanjungpinang.
Gereja ini terletak di Jalan Gereja No. 1 Kelurahan Tanjungpinang Kota, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. Lokasi gereja ini berada di sebelah selatan Museum Sultan Sulaiman Badrul Alamasyah ± 50 m, atau sebelah utara SD-SMP Bintan.

Foto: GPIB Bethel Tanjungpinang tampak depan

Kehadiran gereja ini tidak terlepas dari hadirnya orang Belanda di Tanjungpinang. Gereja ini didirikan oleh Pemerintah Kolonial Belanda untuk memenuhi kebutuhan akan tempat ibadah orang-orang Belanda maupun Eropa lainnya yang menganut agama Kristen Protestan di sana. Dibangun pada tahun 1883, dan diresmikan penggunaannya dengan nama “De Nederlandse Hervormde Kerk te Tanjoengpinang” (Gereja Protestan Belanda di Tanjungpinang).
Dari catatan yang terbit dengan judul “Berichten omtrent Indie, gedurende een tienjarig verblijf aldaar” (Laporang tentang Hindia, selama sepuluh tahun tinggal di sana) diperoleh informasi bahwa bangunan gereja dalam bentuk yang sangat sederhana sudah ada sejak 14 Februari 1835. Tulisan tersebut diterbitkan oleh Ballot Publishers di Kota Deventer pada tahun 1846. Pendeta Eberhardt Herman Rottger adalah tokoh penting yang terlibat dalam pembangunan gereja ini. Ia bertugas sebagai zending di Riouw, Tanjungpinang dari 1833 hingga 1842.

Foto: GPIB Bethel Tanjungpinang tampak samping

Bangunan gereja ini telah beberapa kali mengalami perubahan. Hal ini dimungkinan karena semakin hari semakin berkembang para jemaat yang melakukan peribadatan di gereja ini. Mendapat sebutan Gereja Ayam karena di bagian puncak bangunan ini terdapat hiasan berupa gambaran seekor ayam jago, dan pada bagian puncak atap terdapat bangunan untuk meletakkan lonceng. Kemungkinan dibuat saat dilakukan renovasi antara tahun 1920 hingga 1930an. Bentuk ayam jago terbuat dari besi pipih yang berfungsi sebagai penunjuk arah angin, yang dapat bergerak 180 derajat sesuai dengan arah angin.
Bangunan gereja ini memiliki luas bangunan 171 m² yang berdiri di atas lahan seluas 1980 m². Dilihat dari bagian muka bangunan (fasade), bagunan gereja ini mempunyai gable yang di kanan-kirinya membentuk 6 undakan, dan sebagai puncak dari undakan pada gable itu menyatu dengan menara gereja.

Foto: De Nederlandse Hervormde Kerk te Tanjoengpinang tahun 1928 (sumber: https://digitalcollections.universiteitleiden.nl)

Pintu menjorok ke depan (porch) dengan pilaser pada bagian sudut, dan bentuk pintu melengkung. Selain pintu pada bagian muka gereja terdapat dua buah jendela yang mengapit pintu, jendela juga ditemukan pada sisi utara dan selatan bangunan gereja, masing-masing dua buah.
Konon, dalam pembangunan gereja ini Yang Dipertuan Muda (YDM) VII Kesultanan Riau-Lingga, Raja Abdurrahman, turut membantu pembangunan tempat ibadah umat Kristiani  ini dengan menyumbangkan bahan-bahan material. Bantuan serupa juga disalurkan oleh Kapitan China yang menjabat di sana kala itu.
Dalam perkembangannya gereja ini menjadi Gereja Protestan Indonesia bagian barat (GPIB) setelah ditetapkan dan diakui berdasarkan Staatsblad Indonesia tahu 1948 No. 305. GPIB merupakan bagian dari Gereja Protestan di Indonesia (GPI) yang pada masa Hindia Belanda bernama De Protestantse Kerk In Westelijk Indonesie, dan sesuai dengan amanat yang diputuskan melalui Surat Keputusan Wakil Tinggi Kerajaan Belanda di Indonesia No. 2 tanggal 1 Desember 1948, gereja Protestan yang ada di Tanjungpinang itu ditetapkan dengan nama GPIB Jemaat “Bethel” Tanjungpinang. *** [210918]

Kepustakaan:
http://batamax.com/the-inter-faith-harmony-in-tanjungpinang-city-of-bintan-island/
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbsumbar/wp-content/uploads/sites/28/2018/08/Cagar-Budaya-Kota-Tanjung-Pinang.pdf
https://www.academia.edu/25342542/GPIB_BETHEL_KOTA_TANJUNGPINANG
Share:

Gedung SD-SMP Bintan

Usai dari menyaksikan bangunan GPIB Bethel, petugas Museum Sultan Sulaiman Badrul Alamsyah mengajak melihat bangunan kuno lainnya yang sekarang menjadi gedung SD-SMP Bintan. Gedung ini terletak di Jalan Yusuf Kahar No. 1 RT 01 RW 02 Kelurahan Tanjungpinang Kota, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. Lokasi gedung sekolah ini berada di sebelah selatan GPIB Bethel.
Menurut story line yang terdapat di gedung tersebut, dijelaskan bahwa bangunan gedung tersebut merupakan peninggalan kolonial Belanda yang dibangun pada tahun 1928. Pada masa Tanjungpinang dikuasai oleh Belanda banyak infrastuktur yang dibangun oleh Belanda. Benteng pertahanan, penjara, kompleks perumahan pejabat dan karyawan Belanda, dan sekolahan dibangun. Juga dibangun gedung milik pemerintah lainnya seperti kantor pos dan sebagainya di samping itu juga didirikan tempat hiburan. Khusus untuk orang-orang Belanda dan Eropa lainnya dibangun sebuah societeit (sebuah gedung klub hiburan) untuk minum-minum, dansa, bioskop, dan lainnya. Gedung hiburan orang-orang Belanda tersebut dikenal dengan “Societeit Sempiterne” (Societeit Sempiterne te Tandjong Pinang, Riouw).


Akan tetapi membaca laporan pandangan mata sang reporter yang dimuat dalam The Straits Times edisi 5 September 1923 dengan judul Dutch Queen’s Jubeele Riouw Celebrations, diperkirakan gedung itu didirikan sebelum tahun 1928. Selain itu dalam Ordonnatie van Staatsblad 1921 No. 22 tanggal 10 Januari 1921 juga disebutkan bahwa “goedkeuring op de nadere wiziging van de artikelen van de 3 en 6 der statute van de vereehiging “Societeit Sempiterne” te Tanjoeng Pinang.” (Persetujuan amandemen lebih lanjut dari pasal 3 dan 6 dari Anggaran Dasar “Societeit Sempiterne” di Tanjungpinang).
Dalam laporan The Straits Times yang terbit di Singapura tersebut (dikutip dari http://www.tanjungpinangpos.co.id edisi 18 Januari 2014), diterangkan bahwa sejak akhir bulan Agustus hingga minggu pertama bulan September 1923 Residen Riouw LMF Plate dan seluruh masyarakat Tanjungpinang, menggelar pesta besar-besaran merayakan 43 tahun naik takhta Ratu Wilhelmina.


Pesta dan perayaan yang dalam bahasa Belanda disebut Jubileum van Koningin Wilhelmina itu diterjemahkan oleh sang reporter di Singapura sebagai Jubilee of Queen Wilhelmina.
Dalam ucapannya kepada semua orang atas kehadiran mereka di sana dalam mendoakan agar Yang Mulia Ratu panjang umur, sehat, serta menyerukan tiga kali sorak-sorai untuk Yang Mulia, yang juga sangat direspon sungguh-sungguh. Sekelompok juru foto kemudian mengambil gambar. Selepas itu pesta berpindah tempat dari kediaman Residen Riouw (Gedung Daerah) menuju ke “Societeit Sempiterne” (sebuah rumah gedung klub hiburan setempat yang lokasinya terletak di SD-SMP Bintan sekarang) di mana sebuah band yang secara khusus didatangkan dari Singapura tampil.
Bangunan gedung hiburan Belanda yang berdiri di atas lahan seluas 850 m² itu berdenah segi empat dan berlantai dua. Dinding terbuat dari beton, atap dari genteng dan berplafon serta mempunyai ventilasi. Jendela dan pintu terbuat dari besi, berkaca nako dan berjeruji.
Setelah Belanda hengkang dari Tanjungpinang, gedung societeit ini dijadikan Sekolah Rakyat Chung Hwa Riau dari tahun 1948 sampai dengan tahun 1958. Kemudian sekolah Tionghoa tersebut berubah menjadi sekolah lokal karena imbas dari UU Kewarganegaraan No. 62 Tahun 1958. Sekarang gedung peninggalan kolonial Belanda ini digunakan sebagai SD-SMP Bintan. *** [210918]

Kepustakaan:
Tarigan, Nismawati (edited). (2009). Bibliografi Beranotasi: Hasil Penelitian Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Tanjungpinang. Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbsumbar/wp-content/uploads/sites/28/2018/08/Cagar-Budaya-Kota-Tanjung-Pinang.pdf
https://kepri.antaranews.com/berita/17083/kebudayaan-tionghoa-tanjungpinang-dipamerkan-museum
https://perpustakaan.bphn.go.id/abstrak/daftar%20inventarisasi%20peraturan%20kolonial/daftar%20inventarisasi%20peraturan%20kolonial/assets/basic-html/page777.html
https://www.pressreader.com/indonesia/national-geographic-indonesia/20190201/282905206803565
http://www.tanjungpinangpos.co.id/jubilee-of-queen-wihelmina-di-tanjungpinang-1923-tanjungpinang-pos/

Share:

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami