The Story of Indonesian Heritage

  • Istana Ali Marhum Kantor

    Kampung Ladi,Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat)

  • Gudang Mesiu Pulau Penyengat

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Benteng Bukit Kursi

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Kompleks Makam Raja Abdurrahman

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Mesjid Raya Sultan Riau

    Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

Tampilkan postingan dengan label Banten. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Banten. Tampilkan semua postingan

Daftar Bangunan Kuno di Banten

Share:

SDN Kampung Kelor 1

SD Negeri Kampung Kelor 1 terletak di Jl. MH Thamrin Km. 8 RT.001 RW.001 Desa Kampung Kelor, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten. Sebelum adanya pemekaran wilayah, daerah ini dulu termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Sepatan. Lokasi bangunan SD sekitar 2 m sebelah timur Kantor Desa Kampung Kelor, dan menghadap ke Barat. Saat ini, SD ini memiliki jumlah siswa sebanyak 416 murid, yang terdiri atas 189 laki-laki dan 227 perempuan.
SD Negeri Kampung Kelor 1 termasuk sekolah tertua yang ada di wilayah Sepatan Timur yang dibangun pada tahun 1941. Semasa pendudukan Jepang di Indonesia pada tahun 1942, sekolah ini ditutup karena tidak diperbolehkan menyelenggarakan pendidikan seperti biasa oleh Pemerintah Jepang dengan alas an yang tidak jelas. Baru pada tahun 1951 setelah Indonesia merdeka, sekolah ini dibuka kembali hingga kini.
Awalnya, bangunan sekolah ini menggunakan bahan material seadanya, seperti tiang dari bambu dengan pagar bilik anyaman bambu dan beratapkan daun kirai. Guru yang mengajar pun diambilkan dari orang-orang yang sekadar bisa membaca dan menulis saja. Setelah itu, ada secercah harapan dari pengangkatan mutu guru yaitu guru-guru tersebut disekolahkan ke SGB.


Seiring perkembangan zaman, bangunan sekolah yang dulunya berukuran 6 x 7 m mengalami perubahan dari sebelumnya. Dulu yang hanya terbuat dari bambu, kini berubah menjadi bangunan yang berbahan dasar batu, pasir dan semen. Dulu hanya memiliki satu ruangan, lalu beertambah menjadi 3 ruang kelas, kemudian menjadi 5 ruang kelas, dan kini memiliki 8 ruang kelas beserta kantor kepala sekolah.
Sebelumnya, SD Negeri Kampung Kelor 1 mempunyai rumah dinas yang diperuntukan bagi guru dan kepala sekolah, namun rumah dinas tersebut telah ambruk karena sudah tua dan kurangnya perawatan. Akhirnya, rumah dinas tersebut tidak dibangun kembali.
SD Negeri Kampung Kelor 1 memiliki lahan seluas 3.000 m². Selain berdiri bangunan SD, beberapa meter terpakai untuk bangunan masjid dan Kantor Kepala Desa. Ihwal keberadaan tanah yang menjadi lokasi sekolah ini belum ada yang mengetahui dengan jelas dari mana tanah tersebut atau siapa sebenarnya yang menghibahkan tanah tersebut.
Seiiring perjalanan waktu, SDN Kampung Kelor 1 telah mengalami pergantian kepala sekolah sebanyak 7 kali sejak berdiri hingga kini. Adapun kepala sekolah yang pernah bertugas di sekolah ini, yaitu: Marjuk, Muslim, Rusmana, Wagimin, Utardi, Sarodi dan Mujiati. *** [240713]

Share:

Asal Usul Prasasti Munjul

Tarumanegara merupakan sebuah kerajaan yang berkuasa di wilayah Jawa Barat. Kerajaan yang berdiri pada abad ke-4 hingga ke-7 Masehi ini merupakan salah satu kerajaan tua di Indonesia. Kerajaan Tarumanegara dikenal memiliki tujuh buah prasasti. Salah satunya adalah Prasasti Munjul. Prasasti Munjul disebut juga Prasasti Cidanghiang. Prasasti ini terdapat di tepi Sungai Cidanghiang yang terletak di Desa Lebak. Desa Lebak terdapat di Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Prasasti ini berisi pujian kepada Raja Purnawarman yang berkuasa pada saat itu. Pujian ini diberikan karena Raja Purnawarman berhasil menumpas kelompok perompak yang telah mengganggu keamanan.
Pada masa kekuasaan Raja Purnawarman, para perompak sangat merajalela. Mereka sangat meresahkan warga, terutama para nelayan. Hasil tangkapan mereka sering dirampas oleh para perompak.
Para perompak itu tidak hanya merampas hasil tangkapan para nelayan, tetapi mereka juga sering menyiksa dengan kejam. Para nelayan tidak ada yang berani melawan karena gerombolan perompak itu sangat garang.
Perlawanan Raja Purnawarman terhadap para perompak bermula ketika perompak menyerang kapal milik kerajaan. Di dalam kapal itu, terdapat seorang menteri kerajaan. Para perompak seakan tidak peduli dan tidak takut dengan kekuasaan raja. Mereka tetap merompak kapal kerajaan.
Para pengawal kerajaan berusaha melawan mereka. Namun, para perompak lebih kuat. Pasukan kerajaan dapat mereka kalahkan. Banyak pengawal yang gugur dan mayatnya dibuang ke laut.
Salah seorang pengawal kerajaan yang dibuang ke laut, ternyata masih hidup. Tubuhnya terombang-ambing di lautan. Ia ditemukan oleh dua orang penduduk yang sedang memancing bernama Bima dan Wamana.
“Lihat, ada orang tenggelam!” seru Bima.
Mereka segera menolong pengawal itu dan membawanya ke daratan.
“Orang ini mengenakan seragam kerajaan. Sepertinya ia seorang pengawal,” ujar Bima lagi.
Wamana berkata, “Betul, ayo kita bawa ke istana.”
Mereka membawa pengawal itu ke istana. Setelah mendapat perawatan, pengawal itu telah kembali sehat dan menjelaskan peristiwa yang terjadi.
Raja Purnawarman sangat marah mendengar cerita pengawalnya. Ia memutuskan untuk mengadakan perlawanan dengan para perompak. Seluruh pasukan kerajaan telah disiapkan untuk melawan gerombolan perompak itu.
Pasukan kerajaan menyerang kapal perompak pada malam hari. Para perompak sangat tidak siap dengan serangan itu. Mereka berhasil ditaklukkan. Para perompak itu ditangkap dan dijadikan tawanan kerajaan. Namun, ada satu orang yang berhasil meloloskan diri. Ia adalah kepala perompak.
Para pengawal sudah mencari ke seluruh kapal, tetapi kepala perompak itu tidak juga ditemukan. Akhirnya, pasukan kerajaan kembali ke istana.
Kepala perompak masih menjadi buronan kerajaan. Raja Purnawarman menanyakan ciri-ciri kepala perompak kepada para perompak yag telah tertangkap. Jawaban yang mereka berikan sangat tidak memuaskan. Mereka mengatakan kalau pemimpin mereka berbau amis, berpenyakit asma, dan suka menyamar. Mendengar jawaban itu, raja sangat marah dan merasa dipermainkan. Ia lalu menyuruh pengawalnya untuk menghukum mereka.
Setelah berhasil menaklukkan gerombolan perompak, kerajaan mengadakan acara syukuran secara besar-besaran. Seluruh rakyat Tarumanegara ikut serta, begitu juga dengan Bima dan Wamana.
Di acara syukuran itu, Wamana mencurigai seorang perempuan berkerudung yang berkelakuan aneh. Perempuan itu berbau amis dan sikapnya tidak wajar.
Wamana lalu teringat pengakuan dari anak buah perompak kalau pemimpin mereka berbau amis dan suka menyamar. Ia langsung curiga dengan perempuan itu. Bisa saja ia adalah si kepala perompak yang menyamar.
Diikutinya terus perempuan itu. Kecurigaan Wamana semakin meningkat karena tingkah laku perempuan itu sangat aneh. Akhirnya, Wamana menarik kerudung yang dipakai oleh perempuan itu. Dan benar saja, ia adalah si kepala perompak.
Raja Purnawarman menyaksikan kejadian itu. Ia langsung menyuruh para pengawalnya menangkap si kepala perompak. Namun, rupanya, kepala perompak bukan orang sembarangan. Ia sangat sakti. Berpuluh-puluh pengawal bisa ia lumpuhkan.
Bima yang ilmu bela dirinya sangat tinggi, mencoba melawan perompak itu. Pertarungan berjalan seimbang. Keduanya mengeluarkan jurus-jurus sakti andalan untuk menaklukkan lawannya. Pukulan dan tendangan tidak bisa dihindarkan.
Pertarungan berjalan dengan sengit, membuat yang menyaksikan sampai tidak mengedipkan mata. Setelah cukup lama bertarung, keduanya mulai kelelahan. Bima menyadari kekuatannya sudah hamper habis. Tiba-tiba, ia teringat penyakit asma yang diderita oleh kelompok perompak. Bima segera mencekik leher perompak itu agar penyakit asmanya kambuh.
Penyakit asma si perompak kambuh dan membuatnya lemah. Ia jatuh tersungkur karena kehabisan napas. Raja Purnawarman segera memerintahkan pengawalnya untuk meringkus kepala perompak dan menjebloskannya ke dalam penjara.
Raja Purnawarman sangat berterima kasih kepada Bima dan Wamana karena telah membantu kerajaan menaklukkan gerombolan perompak.
Tarumanegara kini sudah aman. Tidak ada perompak yang meresahkan warga lagi. Mereka sangat bersukacita dan menghaturkan terima kasih kepada Raja Purnawarman karena telah berhasil menumpas para perompak.
Rakyat Tarumanegara membuat sebuah prasasti yang berisi pujian kepada Raja Purnawarman. Isi prasasti itu adalah (ini tanda) penguasa dunia yang perkasa, prabu yang setia serta penuh kepahlawanan, yang menjadi panji segala raja, yang termahsyur Purnawarman.
Prasasti itu kemudian dinamakan Prasasti Munjul karena berada di Kecamatan Munjul. Dan termasuk ke dalam tujuh prasasti yang terkenal di Tarumanegara. ***

Sumber:
  • Sekar Septiandari, 2010, Seri Cerita Rakyat Banten, Tangerang: KARISMA Publishing Group
Share:

Asal Usul Pandeglang

Di sebuah kerajaan, tinggalah seorang putri raja bernama Putri Arum. Suatu hari, Putri Arum sedang bersedih. Seorang pangeran jahat bernama Pangeran Cunihin datang melamarnya. Meskipun tampan, pangeran itu sangat kejam dan licik. Putri Arum enggan menjadi istrinya.
Lamaran Pangeran Cunihin sangat sulit untuk ditolak. Jika Putri Arum menolak lamarannya, Pangeran Cunihin akan menghancurkan kerajaan tempat tinggalnya. Putri Arum lalu bersemadi meminta petunjuk agar terbebas dari belenggu Pangeran Cunihin.
Dalam semadinya, ia mendapat sebuah petunjuk. Putri Arum harus menenangkan diri di Bukit Manggis. Di bukit itu, akan datang seorang pangeran sakti yang mampu menyelamatkannya.
Setelah sekian lama menunggu, pangeran impian itu tidak kunjung datang. Putri Arum sangat gelisah sebab sebentar lagi Pangeran Cunihin akan datang untuk menikahinya.
Tidak terasa air mata membasahi pipinya. Hancur sudah harapannya. Kini, ia harus menikah dengan seorang pangeran yang sangat kejam.
Tiba-tiba, datanglah seorang kakek mendekatinya. Kakek itu bertanya, “Maaf, siapakah engkau dan mengapa engkau menangis?”
Putri Arum menengadahkan wajahnya. Dilihatnya sosok lelaki tua yang bersahaja itu. Ia lalu menjawab, “Aku Putri Arum. Aku saat ini sedang sedih, Kek. Sebentar lagi aku akan menikah dengan seorang pangeran jahat yang tidak aku cintai.”
“Oh, malang benar nasibmu, Tuan Putri. Kalau hamba boleh tahu, siapakah pangeran jahat itu?” tanya kakek.
“Ia adalah Pangeran Cunihin, Kek,” ujar Putri Arum sesenggukan.
“Lalu, mengapa Tuan Putri berada di bukit ini?” tanya kakek.
Putri Arum menghapus air matanya dan berkata, “Ketika aku sedang bersemadi, aku diberi petunjuk agar menenangkan diri di Bukit Manggis. Kelak akan datang seorang pangeran sakti yang dapat menolongku. Tapi, hingga kini pangeran itu tidak kunjung datang. Sebentar lagi, Pangeran Cunihin pasti akan datang ke istana untuk menikahiku.”
Kakek mendengar cerita Putri Arum seraya mengangguk-anggukkan kepala. Ia merasa iba kepada putri cantik itu.
Putri Arun lalu bertanya, “Maaf Kek, aku terlalu hanyut dengan kesedihanku. Aku sampai lupa menanyakan nama Kakek.”
“Nama hamba Pande Gelang. Hamba adalah seorang pembuat gelang. Tuan Putri boleh memanggil hamba Ki Pande,” ujar kakek itu.
Ki Pande lalu melanjutkan,”Maaf Tuan Putri, bolehkan hamba member saran atas masalahmu itu?”
“Silakan, Ki Pande,” ujar Putri Arum.
“Begini Tuan Putri, menurut hamba, sebaiknya Tuan Putri terima saja lamaran itu,” ujar Ki Pande.
“Apa? Menerima lamaran Pangeran Cunihin yang kejam? Tidak Ki Pande, aku tidak akan menikah dengannya. Aku lebih baik mati daripada menjadi istri seorang pangeran yang bengis,” ujar Putri Arum.
“Tenang Tuan Putri, dengarkan saran hamba dulu. Tuan Putri terima saja lamarannya, tapi berikan sebuah persyaratan. Buatlah sebuah yang sangat sulit sehingga mustahil untuk dikabulkan,” ujar Ki Pande.
“Tapi, Pangeran Cunihin sangat sakti. Ia mampu melakukan apa saja,” ujar Putri Arum.
“Baiklah, hamba akan member usul mengenai persyaratan yang harus Tuan Putri ajukan. Mintalah kepadanya untuk dibuatkan lubang pada sebuah batu keramat yang tingginya setara dengan tubuh manusia. Katakan saja kepadanya kalau batu keramat itu akan kalian gunakan untuk berbulan madu. Batu itu harus diselesaikan dalam waktu tiga hari dan diletakkan di pesisir pantai,” ujar Ki Pande.
Ki Pande menambahkan, “Perlu Tuan Putri ketahui, kesaktian seseorang akan hilang jika ia melubangi sebuah batu keramat. Setelah kesaktian Pangeran Cunihin hilang, biar hamba yang akan membereskannya. Untuk menjalankan rencana ini, Tuan Putri harus ikut ke tempat tinggal hamba. Apakah Tuan Putri bersedia?”
“Baiklah Ki Pande, aku bersedia. Terima kasih banyak atas saranmu,” ujar Putri Arum.
Putri Arum pun ikut ke tempat tinggal Ki Pande. Tempat tinggal Ki Pande sangat jauh. Butuh waktu yang cukup lama untuk sampai ke sana. Putri Arum yang tidak biasa berjalan jauh, tampak sangat kelelahan. Tepat ketika sampai di desa tempat tinggal Ki Pande, Putri Arum sudah tidak kuat berjalan lagi dan akhirnya jatuh pingsan.
Para penduduk membantu Ki Pande menolong Putri Arum. Seorang tetua di kampung itu mengatakan bahwa Putri Arum akan kembali sadar jika diberi minum air gunung yang berasal dari batu cadas.
Beberapa penduduk langsung mencari sumber air itu. Sesaat, setelah meminum air yang berasal dari batu cadas, Putri Arum langsung sadarkan diri. Setelah kejadian itu, ia dikenal sebagai Putri Cadasari.
Sementara itu, Ki Pande sibuk membuat sebuah gelang yang akan digunakan untuk menghancurkan Pangeran Cunihin. Gelang tersebut dibuat sebesar batu keramat dan akan diletakkan tepat pada lubangnya. Jika Pangeran Cunihin melewatinya, seluruh kesaktiannya akan hilang.
Saat yang ditunggu-tunggu telah tiba. Pangeran Cunihin yang sangat sakti mengetahui keberadaan Putri Cadasari di tempat tinggal Ki Pande. Pangeran Cunihin langsung menagih janjinya untuk menikahi Putri Cadasari.
Putri Cadasari mengajukan persyaratannya kepada Pangeran Cunihin. Dengan sombong, Pangeran Cunihin menyanggupi persyaratan itu. Belum sampai tiga hari, batu keramat berlubang itu telah siap dan sudah diletakkan di pesisir pantai.
Putri Cadasari sangat gelisah karena Pangeran Cunihin dengan mudah menyelesaikan persyaratan yang ia ajukan. Ki Pande lalu menyuruh Putri Cadasari agar meminta Pangeran Cunihin untuk melewati lubang di batu keramat. Ki Pande telah meletakkan gelang saktinya pada lubang batu itu.
Pangeran Cunihin melakukan apa yang diminta oleh Putri Cadasari. Setelah melewati lubang di batu keramat itu, seluruh kekuatan dan kesaktian Pangeran Cunihin langsung hilang. Tiba-tiba, ia berubah menjadi seorang lelaki tua.
Bersamaan dengan itu, Ki Pande juga berubah menjadi seorang lelaki tampan. Putri Cadasari bingung melihat kejadian itu.
Ki Pande lalu menjelaskan, “Tuan Putri, sesungguhnya aku adalah seorang pangeran yang dikutuk oleh Pangeran Cunihin. Dahulu, kami bersahabat. Namun, Pangeran Cunihin menjadi jahat setelah mendapatkan kesaktian dari seorang guru. Ia lalu mencuri kesaktianku dan mengubahku menjadi seorang lelaki tua. Kesaktianku akan kembali jika Pangeran Cunihin melewati gelang buatanku yang diletakkan pada batu keramat.”
Putri Cadasari sangat berterima kasih kepada Pangeran Pande Gelang karena telah menyelamatkannya. Singkat cerita, mereka akhirnya menikah dan hidup bahagia selamanya.
Tempat Pangeran Cunihin menemukan batu keramat itu kini bernama Kramatwatu. Dan batu keramat yang telah berlubang itu dinamakan Karang Bolong.
Bukit Manggis yang dijadikan tempat bagi Putri Cadasari untuk menenangkan diri dinamakan Kampung Pasir Manggu. Nama itu berasal dari bahasa Sunda manggu yang artinya manggis dan pasir yang artinya bukit.
Sedangkan tempat Putri Cadasari disadarkan dari pingsannya dinamakan Cadasari. Cadasari terletak di daerah Pandeglang, tempat Pangeran Pande Gelang membuat gelang. ***

Sumber:
  • Sekar Septiandari, 2010, Seri Cerita Rakyat Banten, Tangerang: KARISMA Publishing Group
Share:

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami