-
Istana Ali Marhum Kantor
Kampung Ladi,Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat)
-
Gudang Mesiu Pulau Penyengat
Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]
-
Benteng Bukit Kursi
Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]
-
Kompleks Makam Raja Abdurrahman
Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]
-
Mesjid Raya Sultan Riau
Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]
Tampilkan postingan dengan label Banten. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Banten. Tampilkan semua postingan
SDN Kampung Kelor 1
Budiarto Eko KusumoSelasa, Agustus 06, 2013Banten, Banten Heritage, Kampung Kelor Primary School, kekunaan, sejarah SDN Kampung Kelor 1, Sepatan Timur
Tidak ada komentar

SD
Negeri Kampung Kelor 1 terletak di Jl. MH Thamrin Km. 8 RT.001 RW.001 Desa
Kampung Kelor, Kecamatan Sepatan Timur, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.
Sebelum adanya pemekaran wilayah, daerah ini dulu termasuk ke dalam wilayah
Kecamatan Sepatan. Lokasi bangunan SD sekitar 2 m sebelah timur Kantor Desa
Kampung Kelor, dan menghadap ke Barat. Saat ini, SD ini memiliki jumlah siswa
sebanyak 416 murid, yang terdiri atas 189 laki-laki dan 227 perempuan.
SD
Negeri Kampung Kelor 1 termasuk sekolah tertua yang ada di wilayah Sepatan
Timur yang dibangun pada tahun 1941. Semasa pendudukan Jepang di Indonesia pada
tahun 1942, sekolah ini ditutup karena tidak diperbolehkan menyelenggarakan
pendidikan seperti biasa oleh Pemerintah Jepang dengan alas an yang tidak
jelas. Baru pada tahun 1951 setelah Indonesia merdeka, sekolah ini dibuka
kembali hingga kini.
Awalnya,
bangunan sekolah ini menggunakan bahan material seadanya, seperti tiang dari
bambu dengan pagar bilik anyaman bambu dan beratapkan daun kirai. Guru yang
mengajar pun diambilkan dari orang-orang yang sekadar bisa membaca dan menulis
saja. Setelah itu, ada secercah harapan dari pengangkatan mutu guru yaitu
guru-guru tersebut disekolahkan ke SGB.
Seiring perkembangan zaman, bangunan sekolah yang dulunya berukuran 6 x 7 m mengalami perubahan dari sebelumnya. Dulu yang hanya terbuat dari bambu, kini berubah menjadi bangunan yang berbahan dasar batu, pasir dan semen. Dulu hanya memiliki satu ruangan, lalu beertambah menjadi 3 ruang kelas, kemudian menjadi 5 ruang kelas, dan kini memiliki 8 ruang kelas beserta kantor kepala sekolah.
Sebelumnya,
SD Negeri Kampung Kelor 1 mempunyai rumah dinas yang diperuntukan bagi guru dan
kepala sekolah, namun rumah dinas tersebut telah ambruk karena sudah tua dan
kurangnya perawatan. Akhirnya, rumah dinas tersebut tidak dibangun kembali.
SD
Negeri Kampung Kelor 1 memiliki lahan seluas 3.000 m². Selain berdiri bangunan
SD, beberapa meter terpakai untuk bangunan masjid dan Kantor Kepala Desa. Ihwal
keberadaan tanah yang menjadi lokasi sekolah ini belum ada yang mengetahui
dengan jelas dari mana tanah tersebut atau siapa sebenarnya yang menghibahkan
tanah tersebut.
Seiiring perjalanan waktu, SDN Kampung Kelor 1 telah mengalami pergantian kepala sekolah sebanyak 7 kali sejak berdiri hingga kini. Adapun kepala sekolah yang pernah bertugas di sekolah ini, yaitu: Marjuk, Muslim, Rusmana, Wagimin, Utardi, Sarodi dan Mujiati. *** [240713]
Asal Usul Prasasti Munjul
Budiarto Eko KusumoSabtu, Oktober 20, 2012Asal Usul Prasasti Munjul, Banten, kekunaan, Prasasti Munjul, Purnawarman, the origin of Munjul Inscription
Tidak ada komentar

Tarumanegara
merupakan sebuah kerajaan yang berkuasa di wilayah Jawa Barat. Kerajaan yang
berdiri pada abad ke-4 hingga ke-7 Masehi ini merupakan salah satu kerajaan tua
di Indonesia. Kerajaan
Tarumanegara dikenal memiliki tujuh buah prasasti. Salah satunya adalah
Prasasti Munjul. Prasasti Munjul disebut juga Prasasti Cidanghiang. Prasasti
ini terdapat di tepi Sungai Cidanghiang yang terletak di Desa Lebak. Desa Lebak
terdapat di Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Prasasti
ini berisi pujian kepada Raja Purnawarman yang berkuasa pada saat itu. Pujian
ini diberikan karena Raja Purnawarman berhasil menumpas kelompok perompak yang
telah mengganggu keamanan.
Pada
masa kekuasaan Raja Purnawarman, para perompak sangat merajalela. Mereka sangat
meresahkan warga, terutama para nelayan. Hasil tangkapan mereka sering dirampas
oleh para perompak.
Para
perompak itu tidak hanya merampas hasil tangkapan para nelayan, tetapi mereka
juga sering menyiksa dengan kejam. Para nelayan tidak ada yang berani melawan
karena gerombolan perompak itu sangat garang.
Perlawanan
Raja Purnawarman terhadap para perompak bermula ketika perompak menyerang kapal
milik kerajaan. Di dalam kapal itu, terdapat seorang menteri kerajaan. Para
perompak seakan tidak peduli dan tidak takut dengan kekuasaan raja. Mereka
tetap merompak kapal kerajaan.
Para
pengawal kerajaan berusaha melawan mereka. Namun, para perompak lebih kuat.
Pasukan kerajaan dapat mereka kalahkan. Banyak pengawal yang gugur dan mayatnya
dibuang ke laut.
Salah
seorang pengawal kerajaan yang dibuang ke laut, ternyata masih hidup. Tubuhnya
terombang-ambing di lautan. Ia ditemukan oleh dua orang penduduk yang sedang
memancing bernama Bima dan Wamana.
“Lihat,
ada orang tenggelam!” seru Bima.
Mereka
segera menolong pengawal itu dan membawanya ke daratan.
“Orang
ini mengenakan seragam kerajaan. Sepertinya ia seorang pengawal,” ujar Bima
lagi.
Wamana
berkata, “Betul, ayo kita bawa ke istana.”
Mereka
membawa pengawal itu ke istana. Setelah mendapat perawatan, pengawal itu telah
kembali sehat dan menjelaskan peristiwa yang terjadi.
Raja
Purnawarman sangat marah mendengar cerita pengawalnya. Ia memutuskan untuk
mengadakan perlawanan dengan para perompak. Seluruh pasukan kerajaan telah
disiapkan untuk melawan gerombolan perompak itu.
Pasukan
kerajaan menyerang kapal perompak pada malam hari. Para perompak sangat tidak
siap dengan serangan itu. Mereka berhasil ditaklukkan. Para perompak itu
ditangkap dan dijadikan tawanan kerajaan. Namun, ada satu orang yang berhasil
meloloskan diri. Ia adalah kepala perompak.
Para
pengawal sudah mencari ke seluruh kapal, tetapi kepala perompak itu tidak juga
ditemukan. Akhirnya, pasukan kerajaan kembali ke istana.
Kepala
perompak masih menjadi buronan kerajaan. Raja Purnawarman menanyakan ciri-ciri
kepala perompak kepada para perompak yag telah tertangkap. Jawaban yang mereka
berikan sangat tidak memuaskan. Mereka mengatakan kalau pemimpin mereka berbau
amis, berpenyakit asma, dan suka menyamar. Mendengar jawaban itu, raja sangat
marah dan merasa dipermainkan. Ia lalu menyuruh pengawalnya untuk menghukum
mereka.
Setelah
berhasil menaklukkan gerombolan perompak, kerajaan mengadakan acara syukuran
secara besar-besaran. Seluruh rakyat Tarumanegara ikut serta, begitu juga
dengan Bima dan Wamana.
Di
acara syukuran itu, Wamana mencurigai seorang perempuan berkerudung yang
berkelakuan aneh. Perempuan itu berbau amis dan sikapnya tidak wajar.
Wamana
lalu teringat pengakuan dari anak buah perompak kalau pemimpin mereka berbau
amis dan suka menyamar. Ia langsung curiga dengan perempuan itu. Bisa saja ia
adalah si kepala perompak yang menyamar.
Diikutinya
terus perempuan itu. Kecurigaan Wamana semakin meningkat karena tingkah laku
perempuan itu sangat aneh. Akhirnya, Wamana menarik kerudung yang dipakai oleh
perempuan itu. Dan benar saja, ia adalah si kepala perompak.
Raja
Purnawarman menyaksikan kejadian itu. Ia langsung menyuruh para pengawalnya
menangkap si kepala perompak. Namun, rupanya, kepala perompak bukan orang
sembarangan. Ia sangat sakti. Berpuluh-puluh pengawal bisa ia lumpuhkan.
Bima
yang ilmu bela dirinya sangat tinggi, mencoba melawan perompak itu. Pertarungan
berjalan seimbang. Keduanya mengeluarkan jurus-jurus sakti andalan untuk
menaklukkan lawannya. Pukulan dan tendangan tidak bisa dihindarkan.
Pertarungan
berjalan dengan sengit, membuat yang menyaksikan sampai tidak mengedipkan mata.
Setelah cukup lama bertarung, keduanya mulai kelelahan. Bima menyadari
kekuatannya sudah hamper habis. Tiba-tiba, ia teringat penyakit asma yang
diderita oleh kelompok perompak. Bima segera mencekik leher perompak itu agar
penyakit asmanya kambuh.
Penyakit
asma si perompak kambuh dan membuatnya lemah. Ia jatuh tersungkur karena
kehabisan napas. Raja Purnawarman segera memerintahkan pengawalnya untuk
meringkus kepala perompak dan menjebloskannya ke dalam penjara.
Raja
Purnawarman sangat berterima kasih kepada Bima dan Wamana karena telah membantu
kerajaan menaklukkan gerombolan perompak.
Tarumanegara
kini sudah aman. Tidak ada perompak yang meresahkan warga lagi. Mereka sangat
bersukacita dan menghaturkan terima kasih kepada Raja Purnawarman karena telah
berhasil menumpas para perompak.
Rakyat
Tarumanegara membuat sebuah prasasti yang berisi pujian kepada Raja
Purnawarman. Isi prasasti itu adalah (ini
tanda) penguasa dunia yang perkasa, prabu yang setia serta penuh kepahlawanan,
yang menjadi panji segala raja, yang termahsyur Purnawarman.
Prasasti
itu kemudian dinamakan Prasasti Munjul karena berada di Kecamatan Munjul. Dan
termasuk ke dalam tujuh prasasti yang terkenal di Tarumanegara. ***
Sumber:
- Sekar Septiandari, 2010, Seri Cerita Rakyat Banten, Tangerang: KARISMA Publishing Group
Asal Usul Pandeglang
Budiarto Eko KusumoSabtu, Oktober 20, 2012Asal Usul Pandeglang, Banten, Indonesia, Sejarah Pandeglang, the origin of Pandeglang
6 komentar

Di
sebuah kerajaan, tinggalah seorang putri raja bernama Putri Arum. Suatu hari,
Putri Arum sedang bersedih. Seorang pangeran jahat bernama Pangeran Cunihin
datang melamarnya. Meskipun tampan, pangeran itu sangat kejam dan licik. Putri
Arum enggan menjadi istrinya.
Lamaran Pangeran Cunihin sangat sulit untuk ditolak. Jika Putri Arum menolak lamarannya, Pangeran Cunihin akan menghancurkan kerajaan tempat tinggalnya. Putri Arum lalu bersemadi meminta petunjuk agar terbebas dari belenggu Pangeran Cunihin.
Lamaran Pangeran Cunihin sangat sulit untuk ditolak. Jika Putri Arum menolak lamarannya, Pangeran Cunihin akan menghancurkan kerajaan tempat tinggalnya. Putri Arum lalu bersemadi meminta petunjuk agar terbebas dari belenggu Pangeran Cunihin.
Dalam
semadinya, ia mendapat sebuah petunjuk. Putri Arum harus menenangkan diri di
Bukit Manggis. Di bukit itu, akan datang seorang pangeran sakti yang mampu
menyelamatkannya.
Setelah
sekian lama menunggu, pangeran impian itu tidak kunjung datang. Putri Arum
sangat gelisah sebab sebentar lagi Pangeran Cunihin akan datang untuk
menikahinya.
Tidak
terasa air mata membasahi pipinya. Hancur sudah harapannya. Kini, ia harus
menikah dengan seorang pangeran yang sangat kejam.
Tiba-tiba,
datanglah seorang kakek mendekatinya. Kakek itu bertanya, “Maaf, siapakah
engkau dan mengapa engkau menangis?”
Putri
Arum menengadahkan wajahnya. Dilihatnya sosok lelaki tua yang bersahaja itu. Ia
lalu menjawab, “Aku Putri Arum. Aku saat ini sedang sedih, Kek. Sebentar lagi
aku akan menikah dengan seorang pangeran jahat yang tidak aku cintai.”
“Oh,
malang benar nasibmu, Tuan Putri. Kalau hamba boleh tahu, siapakah pangeran
jahat itu?” tanya kakek.
“Ia
adalah Pangeran Cunihin, Kek,” ujar Putri Arum sesenggukan.
“Lalu,
mengapa Tuan Putri berada di bukit ini?” tanya kakek.
Putri
Arum menghapus air matanya dan berkata, “Ketika aku sedang bersemadi, aku
diberi petunjuk agar menenangkan diri di Bukit Manggis. Kelak akan datang
seorang pangeran sakti yang dapat menolongku. Tapi, hingga kini pangeran itu
tidak kunjung datang. Sebentar lagi, Pangeran Cunihin pasti akan datang ke
istana untuk menikahiku.”
Kakek
mendengar cerita Putri Arum seraya mengangguk-anggukkan kepala. Ia merasa iba
kepada putri cantik itu.
Putri
Arun lalu bertanya, “Maaf Kek, aku terlalu hanyut dengan kesedihanku. Aku
sampai lupa menanyakan nama Kakek.”
“Nama
hamba Pande Gelang. Hamba adalah seorang pembuat gelang. Tuan Putri boleh
memanggil hamba Ki Pande,” ujar kakek itu.
Ki
Pande lalu melanjutkan,”Maaf Tuan Putri, bolehkan hamba member saran atas
masalahmu itu?”
“Silakan,
Ki Pande,” ujar Putri Arum.
“Begini
Tuan Putri, menurut hamba, sebaiknya Tuan Putri terima saja lamaran itu,” ujar
Ki Pande.
“Apa?
Menerima lamaran Pangeran Cunihin yang kejam? Tidak Ki Pande, aku tidak akan
menikah dengannya. Aku lebih baik mati daripada menjadi istri seorang pangeran
yang bengis,” ujar Putri Arum.
“Tenang
Tuan Putri, dengarkan saran hamba dulu. Tuan Putri terima saja lamarannya, tapi
berikan sebuah persyaratan. Buatlah sebuah yang sangat sulit sehingga mustahil
untuk dikabulkan,” ujar Ki Pande.
“Tapi,
Pangeran Cunihin sangat sakti. Ia mampu melakukan apa saja,” ujar Putri Arum.
“Baiklah,
hamba akan member usul mengenai persyaratan yang harus Tuan Putri ajukan. Mintalah
kepadanya untuk dibuatkan lubang pada sebuah batu keramat yang tingginya setara
dengan tubuh manusia. Katakan saja kepadanya kalau batu keramat itu akan kalian
gunakan untuk berbulan madu. Batu itu harus diselesaikan dalam waktu tiga hari
dan diletakkan di pesisir pantai,” ujar Ki Pande.
Ki
Pande menambahkan, “Perlu Tuan Putri ketahui, kesaktian seseorang akan hilang
jika ia melubangi sebuah batu keramat. Setelah kesaktian Pangeran Cunihin
hilang, biar hamba yang akan membereskannya. Untuk menjalankan rencana ini,
Tuan Putri harus ikut ke tempat tinggal hamba. Apakah Tuan Putri bersedia?”
“Baiklah
Ki Pande, aku bersedia. Terima kasih banyak atas saranmu,” ujar Putri Arum.
Putri
Arum pun ikut ke tempat tinggal Ki Pande. Tempat tinggal Ki Pande sangat jauh.
Butuh waktu yang cukup lama untuk sampai ke sana. Putri Arum yang tidak biasa
berjalan jauh, tampak sangat kelelahan. Tepat ketika sampai di desa tempat
tinggal Ki Pande, Putri Arum sudah tidak kuat berjalan lagi dan akhirnya jatuh
pingsan.
Para
penduduk membantu Ki Pande menolong Putri Arum. Seorang tetua di kampung itu
mengatakan bahwa Putri Arum akan kembali sadar jika diberi minum air gunung
yang berasal dari batu cadas.
Beberapa
penduduk langsung mencari sumber air itu. Sesaat, setelah meminum air yang
berasal dari batu cadas, Putri Arum langsung sadarkan diri. Setelah kejadian
itu, ia dikenal sebagai Putri Cadasari.
Sementara
itu, Ki Pande sibuk membuat sebuah gelang yang akan digunakan untuk
menghancurkan Pangeran Cunihin. Gelang tersebut dibuat sebesar batu keramat dan
akan diletakkan tepat pada lubangnya. Jika Pangeran Cunihin melewatinya,
seluruh kesaktiannya akan hilang.
Saat
yang ditunggu-tunggu telah tiba. Pangeran Cunihin yang sangat sakti mengetahui
keberadaan Putri Cadasari di tempat tinggal Ki Pande. Pangeran Cunihin langsung
menagih janjinya untuk menikahi Putri Cadasari.
Putri
Cadasari mengajukan persyaratannya kepada Pangeran Cunihin. Dengan sombong,
Pangeran Cunihin menyanggupi persyaratan itu. Belum sampai tiga hari, batu
keramat berlubang itu telah siap dan sudah diletakkan di pesisir pantai.
Putri
Cadasari sangat gelisah karena Pangeran Cunihin dengan mudah menyelesaikan
persyaratan yang ia ajukan. Ki Pande lalu menyuruh Putri Cadasari agar meminta
Pangeran Cunihin untuk melewati lubang di batu keramat. Ki Pande telah
meletakkan gelang saktinya pada lubang batu itu.
Pangeran
Cunihin melakukan apa yang diminta oleh Putri Cadasari. Setelah melewati lubang
di batu keramat itu, seluruh kekuatan dan kesaktian Pangeran Cunihin langsung
hilang. Tiba-tiba, ia berubah menjadi seorang lelaki tua.
Bersamaan
dengan itu, Ki Pande juga berubah menjadi seorang lelaki tampan. Putri Cadasari
bingung melihat kejadian itu.
Ki
Pande lalu menjelaskan, “Tuan Putri, sesungguhnya aku adalah seorang pangeran
yang dikutuk oleh Pangeran Cunihin. Dahulu, kami bersahabat. Namun, Pangeran
Cunihin menjadi jahat setelah mendapatkan kesaktian dari seorang guru. Ia lalu
mencuri kesaktianku dan mengubahku menjadi seorang lelaki tua. Kesaktianku akan
kembali jika Pangeran Cunihin melewati gelang buatanku yang diletakkan pada
batu keramat.”
Putri
Cadasari sangat berterima kasih kepada Pangeran Pande Gelang karena telah
menyelamatkannya. Singkat cerita, mereka akhirnya menikah dan hidup bahagia
selamanya.
Tempat
Pangeran Cunihin menemukan batu keramat itu kini bernama Kramatwatu. Dan batu
keramat yang telah berlubang itu dinamakan Karang Bolong.
Bukit
Manggis yang dijadikan tempat bagi Putri Cadasari untuk menenangkan diri
dinamakan Kampung Pasir Manggu. Nama itu berasal dari bahasa Sunda manggu yang artinya manggis dan pasir yang artinya bukit.
Sedangkan
tempat Putri Cadasari disadarkan dari pingsannya dinamakan Cadasari. Cadasari
terletak di daerah Pandeglang, tempat Pangeran Pande Gelang membuat gelang. ***
Sumber:
- Sekar Septiandari, 2010, Seri Cerita Rakyat Banten, Tangerang: KARISMA Publishing Group