Kawasan
nol kilometer Yogyakarta menyimpan memori, dan menyisakan sejumlah bangunan
peninggalan kolonial Belanda. Mulai dari benteng, gedung pemerintahan, bangunan
ibadah, sekolah hingga bank. Salah satu bangunan lawas bercorak kolonial yang
ada di kawasan tersebut adalah Gedung Bank Indonesia (BI).
Gedung
BI ini terletak di Jalan Panembahan Senopati No. 4 Kampung Yudonegaran RT. 09
RW. 01 Kelurahan Prawirodirjan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta. Lokasi gedung ini berada di sebelah timur Kantor Pos Besar, dan sebelah barat Gedung BI yang baru.
Semenjak
awal berdirinya, bangunan ini memang telah berfungi sebagai bank. Dahulu gedung
ini berfungsi sebagai kantor De Javasche
Bank (DJB) Cabang Yogyakarta yang dibuka pada tanggal 1 April 1879 dengan
nama Agentschap van De Javasche Bank te
Djokjakarta.
Kantor cabang ini merupakan kantor cabang ke-8 setelah Semarang, Surabaya, Padang, Makassar, Cirebon, Surakarta, dan Pasuruan, yang berdiri lantaran adanya usulan dari berbagai pihak, terutama Firma Dorrepaal & Co Semarang yang memiliki kepentingan usaha (perkebunan) di daerah ini. Presiden Direktur DJB ke-7, Norbertus Petrus van den Berg (1873-1889) dan jajaran direksi menyetujui permintaan itu mengingat cerahnya angka perdagangan di Yogyakarta. Karena pada waktu itu, Yogyakarta berkembang secara pesat perekonomiannya dengan hadirnya pabrik gula yang seluruhnya berjumlah 17 buah dengan nilai perputaran uang kala itu mencapai angka 2 – 3,5 juta gulden. Sebagai daerah penghasil gula, nilai produksi yang dicapai sekitar 2.580 ton/per tahun setara 300.000 pikul per tahun.
Pada
tahun 1912, dibangun gedung permanen dua lantai di lokasi yang saat ini
ditempati. Pada awal berdirinya, Kantor DJB Cabang Yogykarta menggunakan
bangunan yang terletak di Kampung Gondomanan seluas 300 m². Sebagai
lembaga keuangan yang dibebani kepercayaan dan kehati-hatian dalam mengelola
keuangan, DJB memilih gaya arsitektur yang konservatif dalam menanamkan
brand-image pada masyarakat, yaitu Neo
Renaissance atau gaya Ekletisisme. Perancangan gedung baru ini dilakukan
oleh biro arsitek terkemuka di Hindia Belanda bernama N.V. Architecten-Ingenieursbureau Hulswit en Fermont te Weltevreden en
Ed. Cuypers te Amsterdam yang didirikan pada tahun 1910 oleh Eduard Cuypers
dan Marius J. Hulswit bersama A.A. Fermont.
Gedung permanen tersebut akhirnya selesai pembangunannya pada tanggal 15 Februari 1915, dan sebagai pemimpin cabang pertamanya adalah A.F. van Suchtelen.
Pada
masa pendudukan Jepang, kegiatan DJB terhenti akibat kebijakan penglikuidasian
seluruh bank Belanda, Inggris, dan beberapa bank China oleh Jepang. Baru pada
tanggal 10 Oktober 1945 ketentuan tersebut dicabut, disusul dengan pembukaan
kembali beberapa kantor cabang kecuali kantor cabang yang berada di daerah
pedalaman. Salah satu kantor cabang yang dibuka kembali adalah Kantor Cabang
Yogyakarta, yaitu pada tanggal 30 Desember 1948. Namun, tanggal 30 Juni 1949
kantor ini ditutup untuk kedua kalinya, dan dibuka kembali tanggal 22 Maret
1950 hingga sekarang.
Setelah
mengalami nasionalisasi pada tahun 1951, kegiatan di Kantor DJB diambil alih
oleh Pemerintah RI dan dijadikan Bank Indonesia mulai 1 Juli 1953, termasuk
yang berada di Yogyakarta ini. Seiring dengan perkembangan kegiatan operasional
yang meningkat, mulai tanggai 4 Februari 1993 gedung baru BI yang bersebelahan
dengan gedung lama diresmikan. Selanjutnya sebutan Kantor BI Cabang Yogyakarta
sejak tanggal 1 Agustus 1996 berubah menjadi Kantor BI Yogyakarta.
Setelah
kegiatan operasional BI dpindahkan di gedung yang baru, gedung yang lama mulai
direnovasi sebagai bagian dari program konservasi bangunan heritage yang
dilakukan oleh BI, dan sejak tahun 2012 gedung lama ini difungsikan sebagai
museum dan cyber library kantor Bank
Indonesia. *** [160815]
Fotografer: Gigih Suprayoga, S.IP
Fotografer: Gigih Suprayoga, S.IP
Tidak ada komentar:
Posting Komentar