The Story of Indonesian Heritage

  • Istana Ali Marhum Kantor

    Kampung Ladi,Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat)

  • Gudang Mesiu Pulau Penyengat

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Benteng Bukit Kursi

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Kompleks Makam Raja Abdurrahman

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Mesjid Raya Sultan Riau

    Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

Tampilkan postingan dengan label Sejarah Jakarta. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah Jakarta. Tampilkan semua postingan

Tanjung Priok

Pemerintah Hindia Belanda pada 1883, memerlukan pelabuhan yang bisa menggantikan fungsi Pelabuhan Sunda Kelapa yang sudah mulai surut pamornya. Maka dibuatlah Pelabuhan Tanjung Priok. Keberadaannya mampu menggeser peranan Pulau Onrust yang semula menjadi pusat niaga dan pertahanan terdepan Belanda.
Tanjung Priok sekarang ini telah menjadi pelabuhan terbesar dan tersibuk di Indonesia. Pelabuhan yang berada di Provinsi DKI Jakarta ini menangani lebih dari 37%  arus barang total dari wilayah PT Pelabuhan Indonesia II (Persero). Pada tahun 2002, arus barang melalui Pelabuhan Tanjung Priok tercatat sebesar 35,6 juta ton, meningkat 7,97% dari tahun sebelumnya dengan komposisi arus barang ekspor 12,5%, impor 33% , dan angkut pulau 54,5%. Sedangkan arus kapal mencapai 16,3 ribu unit atau 93,2 juta GT. Peningkatan itu terus terjadi dari tahun ke tahun.
Pelabuhan Tanjung Priok tidak hanya melayani bongkar-muat barang, tetapi juga menjadi alur pelayaran penumpang yang sibuk. Pasalnya pelabuhan ini termasuk dalam kategori pelabuhan laut (gate way port) yang bisa disinggahi kapal-kapal besar dari mancanegara. Dan, Pelabuhan Tanjung Priok ini memberikan kontribusi yang penting bagi pertumbuhan industry di Jabotabek (Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi), Jawa Barat, dan Banten. Pengembangannya dibangun terminal penumpang terpadu, terminal curah, dan peti kemas di Ancol Timur. Selain, pemenuhan terhadap percepatan bongkar-muat barang dengan teknologi modern. ***
Share:

Pasar Ikan

Sebuah daerah di tepi Sungai Ciliwung, yang dikenal dengan sebutan Pasar Ikan ini, sejak zaman kolonial Belanda telah menjadi daerah yang cukup penting dan merupakan cikal bakal dari perkembangan kota Jakarta sekarang. Pasalnya, di lokasi ini terdapat pelabuhan yang menjadi salah satu pintu gerbang menuju kota. Bandar Pasar Ikan pernah pula menjadi bagian dari serangkaian jaringan perniagaan Asia. Di kawasan ini dibangun pula kubu pertahanan yang disebut Culemborg dan galangan kapal, gudang, serta Menara Syahbandar.
Pada tahun 1631, Pasar Ikan yang terdapat di seberang timur sungai, masih merupakan bagian dari pasar daging yang bangunannya dari bambu beratap. Enam tahun kemudian dipindahkan ke pinggir sungai sebelah barat, berhadapan dengan lapangan luar kastil. Sebelum tahun 1739, penjualan ikan tidak diizinkan di luar Pasar Ikan, tetapi kemudian diperbolehkan dengan memberikan satu ketip kepada tengkulak sayuran dan pemilik-pemilik toko.
Kini, di antara pemukiman penduduk yang padat di Jalan Pasar Ikan, masih berdiri bangunan kuno yang sebelumnya merupakan kompleks gudang yang dibangun VOC tahun 1652, yang menjadi tempat menyimpan perolehan hasil bumi sebelum dikirim ke Belanda. Bangunan tersebut pada 7 Juli 1977 diresmikan sebagai Museum Bahari. Fungsinya sebagai tempat untuk melestarikan, memelihara, merawat, dan menyajikan koleksi-koleksi yang berhubungan dengan kebaharian bangsa Indonesia. Sekarang, Museum Bahari yang berlokasi strategis sebagai ujung tombak kebaharian kota Jakarta itu memiliki lebih dari 1.835 koleksi. ***
Share:

Muara Angke

Pada abad ke-5, pusat pertumbuhan kota Jakarta (Jayakarta, Batavia) terletak di muara Sungai Ciliwung, tepatnya di daerah Angke. Daerah ini kemudian lebih terkenal dengan sebutan Muara Angke. Pelabuhan Angke pun merupakan pelabuhan yang diperhitungkan pada masa itu. Termasuk biasa digunakan untuk menyeberang ke Kepulauan Seribu. Kehidupan nelayan memang telah menjadi darah daging di wilayah ini.
Bahkan, kini setelah penataan kawasan dengan perbaikan tata letak yang sudah dilakukan pada tahun 1984, Muara Angke diharapkan menjadi wilayah yang berwawasan lingkungan dan otonom. Di kawasan pemukiman nelayan ini dilaksanakan program penerapan teknologi untuk Kelompok Usaha Tani Nelayan Lokal, Kecil dan Menengah. Selanjutnya, Muara Angke didorong untuk menjadi daerah produksi perikanan dan wisata.
Sementara itu, untuk menjaga kelestarian area di sisi Teluk Jakarta ini, maka dibuatlah Hutan Suaka Margasatwa Muara Angke, Jakarta Utara. Di tempat ini terdapat lebih dari 2.500 pohon bakau (mangrove) dari jenis pidada. Penanaman Bakau tersebut untuk mendukung hutan tetap lestari, sehingga menjadi tempat satwa-satwa berkembang biak dan menjadi penahan banjir di wilayah Jakarta. Sayangnya, hutan mangrove yang semula 1.025 hektar itu, sekarang tinggal 25 hektar (di Suaka Margasatwa Muara Angke) dan 45 hektar (di Taman Wisata Angke Kapuk). ***
Share:

Dari Sunda Kelapa Ke Jayakarta

Arus lalu lintas perdagangan di Sunda Kelapa yang terus ramai dari tahun ke tahun dan lokasinya yang strategis guna perdagangan, menarik minat Portugis untuk mendirikan kantor dagangnya di Sunda Kelapa. Gayung pun bersambut. Pada 21 Agustus 1522 Kerajaan Sunda dan Portugis membuat perjanjian. Tindakan itu membuat Kesultanan Demak berang. Perjanjian itu dianggap sebagai sebuah ancaman bagi perdagangan otoritas Islam. Demak yang sebelumnya telah merebut Bantam (Banten) lantas memerintahkan Fatahillah untuk merebut dan menduduki Sunda Kelapa karena Sunda Kelapa merupakan pelabuhan utama dan terpenting bagi Kerajaan Sunda yang telah berhubungan dagang yang luas dengan berbagai Negara dan bangsa.
Fatahillah menunaikan tugas ini dengan baik. Tahun 1527, sebuah armada Portugis di bawah pimpinan Francisco de Sa mendekati pantai Sunda Kelapa. Sesuai perjanjian, orang-orang Portugis bermaksud untuk mendaratkan pasukan dan mendirikan sebuah benteng di Sunda Kelapa. Ketika sebuah kapal Portugis hendak berlabuh di pantai, baik kapal maupun awaknya diserang oleh pasukan Demak di bawah komando Fatahillah. Serdadu-serdadu Portugis yang berhasil mendarat, dikalahkan dan dipaksa mundur oleh Fatahillah atau Fadhilah Khan. Dengan pasukannya yang gagah berani, Portugis akhirnya dikalahkan dan Sunda Kelapa diduduki Fatahillah. Untuk mengenang kemenangan Islam atas Portugis, pada 22 Juni 1527 nama Sunda Kelapa diubah menjadi Jayakarta yang dalam bahasa Jawa Kuno/Sanskerta berarti “telah membuat kemenangan”.
Sejak kemenangan itu Fatahillah dijadikan penguasa Jayakarta yang berkedudukan sebagai adipati atau raja yang berada di bawah naungan Kerajaan Demak dan di bawah pengawasan Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunungjati di Cirebon. Menurut Kitab Purwaka Caruban Nagari, Fatahillah wafat tahun 1570. Pemerintahan Jayakarta kemudian diserahkan kepada Tubagus Angke dan selanjutnya kepada Pangeran Jayakarta Wikayakrama. ***
Share:

Berkembangnya Jayakarta Karena Pelabuhan Sunda Kelapa

Pada masa pemerintahannya. Pangeran Jayakarta membuka luas pintu perdagangan bagi berbagai bangsa seperti pedagang dan saudagar dari negeri Keling, Bombay, Cina, Belanda, Inggris, Gujarat, Abesina, Persia, Arab serta bangsa-bangsa dari kawasan Asia Tenggara. Sementara dari kawasan Nusantara sendiri, Bandar Jayakarta telah ramai dikunjungi dari Aceh, Tidore, Ternate, Hitu, Kepulauan Maluku, Tuban, Demak, Cirebon, Banten dan sebagainya. Diberitakan, bahwa beras, ikan, sayur-mayur, dan buah-buahan banyak diperdagangkan. Juga tuak yang dijual dalam tempayan-tempayan besar.
Pelabuhan Sunda Kelapa menjadi sumber pendapatan yang sangat penting bagi Jayakarta. Bandar Kelapa yang tadinya hanyalah sebuah kota pelabuhan yang pemerintahannya dikendalikan oleh Kerajaan Padjajaran yang beribukota di Pakuan, telah berkembang menjadi sebuah kota yang memiliki pemerintahan sendiri. Kota Jayakarta yang didirikan di tepi Sungai Ciliwung ini memiliki pola tata kota seperti pusat kerajaan-kerajaan Islam di Jawa. Alun-alun, keratin (dalem), masjid, pasar, kampong Angke, dan kampong Cina yang diperkuat oleh pagar kayu sebagai garis pertahanan kota. Di muara Sungai Ciliwung terdapat loji Belanda, Nassau dibangun pada 1610 dan Mauruitus dibangun 1617. Sementara di tepi barat Sungai Ciliwung terdapat loji Inggris yang dibangun pada 1618. Di tempat itulah terletak kantor syahbandar yang mengatur keluar masuknya perahu-perahu dari dan ke Ciliwung. Tempat itu kini dilokalisir di Pasar Ikan. ***
Share:

Sunda Kelapa dan Batavia Masa VOC

Di bawah kekuasaan VOC Sunda Kelapa berkembang lebih pesat lagi menjadi sebuah pelabuhan transit internasional dan Batavia menjadi Bandar terpenting di Asia. Kala itu Batavia telah menjadi urat nadi jaringan perniagaan yang terentang dari Jepang sampai Afrika dan dari Ternate hingga Bandar Surat di Teluk Arab. Sebagai sebuah kota pelabuhan transit internasional, Batavia dengan pelabuhan Sunda Kelapanya dapat menyuplai berbagai barang dagangan ke negara-negara Eropa dan dari berbagai daerah Nusantara maupun negara di Asia lainnya (seperti  Cina dan India)  dengan komoditas perdagangan seperti kain sutra, the, kopi, tembakau, rempah-rempah, arak (tuak) serta berbagai jenis keramik. Kejayaan Pelabuhan Sunda Kelapa inilah yang secara langsung menjadi faktor utama pesatnya Batavia di masa kekuasaan VOC. Tidak hanya itu, dengan adanya Sunda Kelapa ini, Batavia juga ikut membantu kemajuan perekonomian Belanda. Setiap tahunnya Batavia mengirimkan pemasukan dalam jumlah yang cukup besar yaitu 4 juta Gilders ke Belanda. Berkat pelabuhan ini pula, Batavia berkembang menjadi kota yang maju, banyak para pengusaha yang menjadi kaya di kota ini. Dengan kanal-kanalnya yang dialiri air yang jernih serta bangunan-bangunan indah dan megah yang mengisi kota, membuat Batavia memiliki julukan Ratu Dari Timur (Koningen van Het Oosten) dan menjadi daya tarik tersendiri bagi negara-negara lain khususnya negara-negara di Eropa untuk datang dan berkunjung ke Batavia seperti Inggris, Perancis, dan negara-negara Skandinavia seperti Swedia, pada tahun 1732-1733 dengan kapal Götheborg dalam pelayaran pertamanya menuju Canton (Cina) tertarik untuk singgah di Batavia. ***
Share:

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami