The Story of Indonesian Heritage

Kompleks Makam Raja Abdurrahman

Tak jauh dari Gedung Mesiu dijumpai situs lainnya yang tak kalah menarik kisahnya. Situs itu dikenal dengan Kompleks Makam Raja Abdurrahman. Kompleks makam ini terletak di Jalam YDM. Raja Abdurrahman, Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. Lokasi makam ini berada di sebelah barat Gedung Mesiu, atau sebelah timur Benteng Bukit Kursi.
Raja Abdurrahman adalah seorang yang berasal dari keturunan Bugis yang wujud di Kerajaan Melayu Riau Lingga. Raja Abdurrahman lahir di Pulau Penyengat pada tahun 1779 dengan nama kecilnya Abdurrahman. Nama Lengkapnya adalah Raja Abdurrahman bin Raja Ja’far bin Raja Haji Fisabilillah bin Opu Daeng Celak. Ayahnya adalah  Raja Ja’far bin Raja Haji Fisabililah dan ibunya adalah Raja “Lebar” Saleha binti Raja Ali Yang Dipertuan Muda Riau V.


Raja Abdurrahman dinobatkan menjadi Yang Dipertuan Muda Riau VII oleh Yang Dipertuan Besar Sultan Abdurrahman Syah (Marhum Bukit Cengkeh) setelah mendapat persetujuan dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda Johannes van den Bosch, dan memerintah dari tahun 1832 hingga tahun 1844).
Pada masa pemerintahannya terjadi banyak kekacauan karena ulah bajak laut yang beraktivitas di Kepulauan Riau, dan adanya campur tangan pihak Inggris di Kerajaan Melayu Riau yang mempersulit kedudukan Raja Abdurrahman. Namun demikian, dibalik beberapa kesulitan yang dialami dalam pemerintahannya, beliau masih bisa melanjutkan tradisi yang telah dijalankan oleh ayahnya yaitu menyayangi ulama-ulama dan guru-guru agama. Dalam Tuhfah al-Nafis, Raja Ali Haji menulis bahwa sejak Yang Dipertuan Muda Riau dipangku Raja Abdurrahman, para ulama berdatangan ke Pulau Penyengat. Mereka adalah Habib Syaikh al-Syaghaf, Sayyid Hasan al-Haddad, Kyai Beranjang, Haji Syuhabuddin, Haji Abu Bakar Bugis, dan Syaikh Ahmad Jibrati. Para ulama itu mengajarkan berbagai ilmu keislaman di Penyengat.


Sementara itu beliau juga memprakarsai pembangunan masjid yang kelak dikenal dengan Masjid Raya Sultan Riau. Masjid tersebut tidak saja difungsikan semata-mata untuk ibadah mahdah, akan tetapi juga dipergunakan untuk mengembangkan syiar agama, misalnya sebagai tempat untuk menuntut ilmu dan mendiskusikan masalah-masalah keagamaan dan urusan keduniawian. Di samping itu, dalam masjid ini juga disediakan tempat untuk menginap bagi para ulama dan guru serta musafir pada umumnya. Masjid yang sangat megah di Pulau Penyengat telah menjadi lambang dan pusat denyut nadi pengembangan ilmu pengetahuan dan peradaban, yang hingga sekarang ini tetap berdiri dengan indahnya.
Raja Abdurrahman wafat pada tahun 1844 dan dimakamkan di Kampung Bulang, Penyengat. Makanya setelah meninggal, Raja Abdurrahman juga dikenal dengan Marhum Kampung Bulang. Makamnya terletak di lereng Bukit Kursi yang memaparkan pemandangan pada masjid yang dibangunnya.


Untuk masuk ke lokasi makam ini, pengunjung harus menaiki tangga. Kompleks makam ini dikelilingi oleh tembok yang dihiasi dengan ukiran timbul, terutama di bagian depan tembok. Pada tiap-tiap sudut bagian atasnya terdapat pahatan seperti kendi. Pintu masuk ke dalam kompleks terdapat di tengah. Bagian atasnya membentuk setengah lingkaran, dan di atas lengkungan terdapat hiasan seperti kelopak/daun serta di atasnya ada kendinya. Di kiri kanan pintu terdapat sejenis tiang dengan pelipit di bagian atas dan di atas pelipit tersebut diletakkan kendi juga.
Makam Raja Abdurrahman terdapat di sebelah kanan pintu masuk. Jirat pada makam terdiri atas tiga tingkat, makin ke atas makin kecil. Jirat ini polos dan di atasnya terdapat dua buah nisan berbentuk silinder atau gada. Terdapat 50 makam di sekeliling pusara Raja Abdurrahman, baik di dalam maupun di luar tembok.
Pada tahun anggaran 1981-1982 dan 1985/1986 Makam Raja Abdurrahman dipagar oleh Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Kepurbakalaan Riau. Makam ini menjadi satu-satunya pusara yang tidak beratap dan lantainya juga tidak dikeramik. Namun demikian tidak mengurangi keagungan Raja Abdurrahman yang memiliki jasa besar bagi Kesultanan Melayu Riau, dan makam ini telah ditetapkan sebagai benda cagar budaya dengan Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor KM 14/PW.007/KKP/2004 serta telah tercatat dalam arsip Pemerintah Kota Tanjungpinang dengan Nomor Inventaris Cagar Budaya 32/BCB-TB/C/01/2007. *** [210918]

Kepustakaan:
Indonesia. Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala. (1996). Hasil pemugaran dan temuan benda cagar budaya PJP I. Jakarta: Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Palawa, Alimuddin Hassan. (2004). Meneroka Sejarah Persuratan Intelektual Melayu-Riau. Al-Fikra Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 3, No. 2, Juli-Desember, 213-235. http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:nYBEPobpujUJ:ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/al-fikra/article/download/3747/2291+&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=id
Rosa, Ellya. (2012). Tinjauan Sejarah Terhadap Naskah Dan Teks Kitab Pengetahuan Bahasa, Kamus Logat Melayu Johor Pahang Riau Lingga Karya Ali Haji. Jurnal Sosial Budaya Vo. 9 No. 2 Juli-Desember, 172-194. http://ejournal.uin-suska.ac.id/index.php/SosialBudaya/article/view/382
Syahid, Achmad. (2005). Sufistifikasi Kekuasaan Pada Kesultanan Riau-Lingga Abad XVIII-XIX M. Ulumuna, Volume IX Edisi 16 Nomor 2 Juli-Desember, 295-312. https://ulumuna.or.id/index.php/ujis/article/view/69/57
____________ . (2018). Deskripsi Cagar Budaya Tidak Bergerak Kota Tanjungpinang Provinsi Kepulauan Riau, Balai Pelestarian Cagar Budaya Sumatera Barat Wilayah Kerja Provinsi Sumatera Barat, Riau dan Kepulauan Riau
https://www.geni.com/people/Raja-Abdul-Rahman-Marhum-Mesjid-Kp-Bulang-YDM-Riau-7-Pulau-Penyengat-1832-1844-Ydp-Muda-Raja-Jaafar/6000000015285888187
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami