The Story of Indonesian Heritage

  • Istana Ali Marhum Kantor

    Kampung Ladi,Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat)

  • Gudang Mesiu Pulau Penyengat

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Benteng Bukit Kursi

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Kompleks Makam Raja Abdurrahman

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Mesjid Raya Sultan Riau

    Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

Tampilkan postingan dengan label Cagar Budaya di Lebak. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cagar Budaya di Lebak. Tampilkan semua postingan

Rumah Tahanan Klas IIB Rangkasbitung

Meneruskan langkah ke arah barat usai melihat bangunan SDN 1 Rangkasbitung Barat, saya menjumpai bangunan lawas yang memiliki kekhasan dalam bentuk fisiknya. Bangunan lawas itu adalah Rumah Tahanan (Rutan) Klas IIB Rangkasbitung.
Rutan ini terletak di Jalan Multatuli No. 12 Kelurahan Ciujung Barat, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Lokasi rutan ini berada di sebelah utara Alun-Alun Rangkasbitung, atau sebelah timur RSUD Dr. Adjidarmo.
Bangunan Rutan Klas IIB Rangkasbitung ini pada awalnya bernama Roemah Pendjara Rangkasbitung (De Gevangenis te Rangkas Betoeng). Bangunan ini diperkirakan didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda setelah Alun-Alun Rangkasbitung selesai dibangun. Pada waktu itu, bangunannya belum seperti sekarang, masih hanya beberapa bangunan untuk ruang tahanan saja.


Pada tahun 1871, bangunan penjara ini mengalami perbaikan. Hal ini termaktub dalam Koloniaal verslag van 1872 pada Lampiran V, khususnya bagian Civile gebouwen (Bangunan sipil) di Bantam (Banten), yang menerangkan bahwa “Zware reparation aan de contrôleurswoning te Tjilegan. Bouw van eene gevangenis te Tiringin, Zware reparation aan de gevangenis te Rangkas-Betoeng”. (Perbaikan rumah Contrôleur di Cilegon. Pembangunan penjara di Ciringin. Perbaikan penjara Rangkasbitung).”
Kemudian, bangunan penjara ini kembali mengalami renovasi pada tahun 1917. Kali ini perbaikannya untuk menyesuaikan bangunan penjara sesuai dengan sistem yang ada di Negeri Belanda, sehingga sarana dan prasarana yang diperlukan oleh penjara segera dilengkapi. Sistem Kepenjaraan yang dimaksud adalah suatu sistem pemidanaan yang diciptakan oleh Kolonial Belanda ketika menjajah Indonesia. Maka dalam perbaikan ini, bangunan penjara mengalami perluasan menjadi sekarang ini.


Sejak 27 April 1964 sistem pemidanaan di Indonesia berubah dari sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan. Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan warga binaan pemasyarakatan yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat hidup secara wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab. Pada saat inilah dikenal sebuah institusi baru yakni Rumah Tahanan Negara dan Lembaga Pemasyarakatan (Rutan Rangkasbitung Annual Report 2015: 1).
Konsekuensi ini juga menyebabkan Roemah Pendjara Rangkasbitung berganti menjadi nama Rutan Klas IIB Rangkasbitung. Rutan adalah bagian dari lembaga tahanan/lembaga penahanan, tempat tersangka/terdakwa ditahan sementara sebelum keluarnya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap guna menghindari tersangka/terdakwa tersebut melarikan diri atau mengulangi perbuatannya. Seiring itu pula, Rutan Klas IIB Rangkasbitung juga menjadi Unit Pelaksana Teknis Pemasyarakatan yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Pokok Kementerian Hukum dan HAM RI di bidang penempatan, perawatan dan pelayanan tahanan.
Guna mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi di Rutan Klas IIB Rangkasbitung, pada tahun anggaran 2015 telah dilaksanakan kegiatan peningkatan sarana dan prasarana berupa peninggian tembok keliling dan Pos Jaga Rutan, pembangunan bengkel kerja terbuka, pengadaan CCTV dan penataan halaman parkir Rutan.
Kendati terjadi perombakan masif pada bagian depan (fasade) Rutan Klas IIB Rangkasbitung yang semula berlantai satu dan sekarang menjadi berlantai dua (bertingkat), namun bangunan ruang tahanannya masih menunjukkan peninggalan kolonial Belanda yang ditandai dengan pintu ruang tahanan yang besar dan terbuat dari besi yang kokoh serta besi jalusi yang digunakan untuk sirkulasi ruang tahanan tersebut. *** [190818]
Share:

Gedung Kantor PLN Rayon Rangkasbitung

Sepulang dari menyambangi Menara Air Rangkasbitung, saya melanjutkan langkah kaki menuju ke Stasiun Rangkasbitung. Dalam perjalanan itu saya sempat melihat bangunan lawas yang tak kalah menariknya di antara deretan bangunan lawas yang telah saya kunjungi. Bangunan lawas yang dimaksud adalah Gedung Kantor PT PLN (Persero) Rayon Rangkasbitung.
Gedung ini terletak di Jalan Raden Tumenggung Hardiwinangun No. 39 Kelurahan Ciujung Barat, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Lokasi gedung ini berada di sebelah selatan Kantor PT PLN (Persero) Area Banten Selatan, atau depan Polsek Kota Rangkasbitung.
Riwayat gedung ini tidak terlepas dari kehadiran pengusaha-pengusaha Eropa yang membuka lahan untuk perkebunan-perkebunan besar di Kabupaten Lebak pada waktu itu. Perkebunan-perkebunan besar warisan zaman Hindia Belanda memiliki beberapa tinggalan budaya materi, baik yang ada di lokasi kebun maupun di luar lokasi kebun, di antaranya adalah Gedung Kantor PLN Rayon Rangkasbitung.


Gedung Kantor PLN Rayon Rangkasbitung ini merupakan bekas bangunan rumah dinas karyawan Perusahaan Perkebunan Cisalak Baru (de officiële residentie van werknemers van NV Cultuur Maatschappij “Nieuw Tjisalak” Antwerpen). Bangunan rumah dinas tersebut dibangun pada tahun 1931/1932, hampir bersamaan dengan pembangunan kantor Contrakten Administratie (sekarang menjadi Gedung DPRD Kabupaten Lebak).
NV Cultuur Maatschappij “Nieuw Tjisalak” Antwerpen, atau Perusahaan Perkebunan Cisalak Baru merupakan perkebunan swasta yang mulai beraktivitas di Hindia Belanda pada 25 Juli 1908 (Buelens & Frankema, 2015). Perusahaan ini berkecimpung dalam budi daya dan perkebunan karet (rubber), yang kemudian karetnya akan dipasok ke Firma Tiedeman & van Kerchem, Batavia (Brinkman’s Cultuur-Adresboek voor Nederlandsch-Indie, 1937: 172).
Bekas bangunan rumah dinas tersebut memiliki halaman depan dan samping, dilengkapi pagar pembatas yang merupakan bangunan baru. Posisi bangunan di tengah lahan menghadap ke timur (Jalan Raden Tumenggung Hardiwinangun), dengan pondasi masif dan lantai bangunan ditinggikan sekitar 30 cm dari permukaan tanah.
Bangunan ini berdenah persegi dengan banyak pintu dan jendela. Memiliki atap tinggi dan lebar, berbentuk limas dengan penutup atap dari genteng buatan pabrik CA Jagiman Tangerang.
Dalam perjalanannya, bangunan gedung ini telah mengalami sejumlah peralihan fungsi sejak NV Cultuur Maatschappij “Nieuw Tjiasalak” dinasionalisasi oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1957, dan sekarang berfungsi sebagai Gedung Kantor PT PLN (Persero) Rayon Rangkasbitung. *** [190818]

Kepustakaan:
https://igv.nl/wp-content/uploads/2018/03/Cultuuradresboek-1937_IGVnl.pdf
http://purbawidya.kemdikbud.go.id/index.php/jurnal/article/view/31
https://www.researchgate.net/publication/277900654_Colonial_adventures_in_tropical_agriculture_new_estimates_of_returns_to_investment_in_the_Netherlands_Indies_1919-1938
Share:

Menara Air Rangkasbitung

Dalam perjalanan menuju Stasiun Rangkasbitung untuk mengakhiri keliling di Alun-Alun Rangkasbitung dan sekitarnya, saya coba menyambangi bangunan lawas peninggalan kolonial Belanda lainnya. Bangunan lawas yang saya kunjungi berupa bangunan menara air peninggalan kolonial Belanda yang bernama Menara Air Rangkasbitung.
Menara air ini terletak di Jalan Raden Tumenggung Hardiwinangun No. 4 Kampung Pasirtariti RT. 01 RW. 03 Kelurahan Rangkasbitung Barat, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Lokasi menara air ini berada di belakang Kantor Dinas Pariwisata Kabupaten Lebak, atau belakang Taman Makam Pahlawan Sirna Rana Rangkasbitung.
Menurut tulisan angka yang ada di atas pintu menara air, bangunan ini diresmikan berdirinya pada tahun 1931 dengan nama Watertoren te Rangkasbetoeng. Nama itu berasal dari bahasa Belanda, yaitu water dan toren. Water berarti air, dan toren berarti menara. Jadi, Watertoren te Rangkasbetoeng artinya Menara Air Rangkasbitung.


Air merupakan kebutuhan yang paling utama dalam hajat hidup orang banyak. Hampir semua kegiatan manusia membutuhkan air. Manusia tidak bisa hidup tanpa air, sehingga permintaan air jumlahnya tidak terbatas. Air merupakan sumber daya alam yang tidak terbatas, karena air merupakan sumber daya yang dapat diperbaharui melalui suatu siklus yang disebut siklus hidrologi. Akan tetapi manusia tidak hanya membutuhkan air dari segi kuantitas atau jumlahnya saja, melainkan juga perlu air dari segi kualitasnya.
Oleh karena itu, dalam memberikan pelayanan air minum di Kabupaten Lebak, pemerintah Hindia Belanda berusaha membangun prasarana sistem penyediaan air bersih untuk wilayah Rangkasbitung dengan mendirikan menara air. Menara air ini dulunya digunakan sebagai bak penampung atau reservoir yang fungsinya sebagai penampung atau penyimpan air yang sumber air bakunya langsung berasal dari mata air Ciwasiat di lereng Gunung Pulosari (Pandeglang). Selain itu, menara air ini juga berfungsi untuk mengatasi masalah naik turunnya kebutuhan air dan merupakan bagian dari pengelolaan distribusi air di masyarakat Rangkasbitung.


Bangunan menara air yang berdiri di atas lahan seluas 200 m dengan ketinggian bangunan sekitar 9 m ini, memiliki arsitektur berbentuk silinder dengan bagian atas berbentuk octagon (segi delapan). Letaknya yang berada di tanah yang agak tinggi, menjadikan menara air ini mampu mengalirkan air dengan memanfaatkan tekanan air sehingga tidak perlu menggunakan mesin untuk mendistribusikan air.
Pada masa Hindia Belanda, menara air ini dikelola oleh perusahaan air minum yang bernama Waterleideng bedrijf. Kala itu, menara air ini memiliki kapasitas 4 liter/detik. Setelah Jepang menduduki Rangkasbitung, perusahaan air minum yang berbau Belanda diambilalih oleh Jepang, dan diganti namanya menjadi Suido Syo.
Setelah Indonesia merdeka, pemerintah Republik Indonesia segera mengambil alih Perusahaan Air Minum dari kekuasaan Jepang. Kemudian berganti nama dari “Rangkasbetoeng Suido Syo” menjadi “Kantor Air Minum Rangkasbitung”.
Sejak tahun 1970-an, menara air ini sudah tidak difungsikan lagi, namun bangunannya masih dirawat dan dipelihara oleh Kantor Air Minum Rangkasbitung yang mulai tahun 1988 berganti nama menjadi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), dan kemudian menjadi PDAM Tirta Multatuli Kabupaten Lebak. *** [190818]

Share:

Alun-Alun Rangkasbitung

Sehabis melihat-lihat bangunan SDN 1 Rangkasbitung Barat, langkah kaki ini diteruskan ke arah barat hingga sampai di sebuah tanah lapang yang bernama Alun-Alun Rangkasbitung. Alun-alun ini terletak di Kelurahan Rangkasbitung Barat, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Lokasi alun-alun ini dikelilingi oleh Jalan HM Iko Djatmiko di sebelah utara, Jalan Kauman di sebelah barat, Jalan Abdi Negara di sebelah selatan, dan Jalan Alun-Alun Timur di sebelah timur.
Alun-alun merupakan hamparan lapangan rumput atau pasir luas yang biasanya di tepinya ditumbuhi sejumlah tanaman peneduh. Lapangan rumput tersebut dipisahkan oleh jalan akses masuk ke kantor kabupaten yang biasanya juga menjadi Kediaman Dinas Bupati (Pendopo Kabupaten).


Alun-alun secara filosofis memiliki fungsi sangat penting bagi sebuah pusat pemerintahan pada zaman dulu. Selain sebagai pelengkap berdirinya sebuah kabupaten, di sekitar alun-alun biasanya juga didirikan bangunan-bangunan penting lainnya sebagai penunjang keberadaannya sebagai penanda pusat pemerintahaan, seperti masjid pada bagian barat, penjara pada bagian utara, serta bangunan publik lainnya.
Alun-Alun Rangkasbitung dibangun pada masa pemerintahan Bupati Raden Tumenggung Adipati Kartanata Nagara (Bupati Sepuh), bersamaan dengan pembangunan Rumah Dinas sekaligus Kantor Bupati (Pendopo Bupati) yang pengerjaannya dimulai tahun 1849 sampai dengan 1851.


Rangkasbitung menjadi ibu kota terakhir Kabupaten Lebak setelah sempat mengalami perpindahan sebanyak tiga kali. Sebelumnya, ibu kota Kabupaten Lebak berada di Lebak Parahiyang yang saat ini menjadi Kecamatan Leuwidamar. Kemudian dipindahkan oleh Bupati Sepuh (Regent Sepoeh) pada tahun 1843 ke Warunggunung. Setelah berjalan enam tahun roda pemerintahan di Warunggunung, muncul Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Nomor 15 tanggal 17 Januari 1849 yang menghendaki ibu kota Kabupaten Lebak di Warunggunung dipindahkan ke Rangkasbitung.


Dengan munculnya surat keputusan tersebut, Bupati Sepuh langsung mencari lokasi yang akan dipilih untuk menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Lebak. Setelah menemukan tempat yang dirasa cocok, kemudian Bupati Sepuh memerintahkan untuk membangun Pendopo Kabupaten beserta alun-alunnya. Setelah jadi, maka dilakukan boyongan pusat pemerintahan Kabupaten Lebak dari Warunggunung menuju Rangkasbitung. Pelaksanaan pemindahan ini secara resmi dilaksanakan pada 31 Maret 1851, dan sekaligus menjadikan Rangkasbitung menjadi ibu kota Kabupaten Lebak yang baru.
Saat ini, Alun-Alun Rangkasbitung berfungsi sebagai ruang terbuka hijau yang dimanfaatkan oleh masyarakat. Beragam aktivitas bisa dilakukan di alun-alun ini, seperti kegiatan upacara, event-event tertentu, olahraga jogging dan bola basket, atau hanya sekadar untuk bersantai di bawah pohon trembesi yang rindang. *** [190818]
Share:

Gedung DPRD Kabupaten Lebak

Sambil memutari Alun-Alun Rangkasbitung, saya menyempatkan diri untuk melihat bangunan lawas yang berada di selatan Alun-Alun Rangkasbitung bagian ujung barat. Bangunan lawas itu dikenal dengan Gedung DPRD Kabupaten Lebak.
Gedung ini terletak di Jalan Abdi Negara No. 8 Kampung Kaum, Kelurahan Rangkasbitung Barat, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Lokasi gedung ini berada di sebelah selatan Alun-Alun Rangkasbitung, atau tepatnya berada di sebelah barat Pendopo Bupati Lebak.


Menurut sejarahnya, Gedung DPRD ini merupakan bekas bangunan yang digunakan untuk kantor Contrakten Administratie dari NV Cultuur Maatschappij “Nieuw Tjisalak”, Antwerpen. Kantor tersebut memiliki fungsi sebagai pusat urusan administrasi penyelesaian kontrak-kontrak perkebunan milik NV Cultuur Maatschappij “Nieuw Tjisalak” di wilayah administratif Banten Selatan. Karena pada waktu itu, NV Cultuur Maatschappij “Nieuw Tjisalak” mempunyai lahan untuk penanaman karet yang tersebar di wilayah Kabupaten Lebak.


NV Cultuur Maatschappij “Nieuw Tjisalak”, atau Perusahaan Perkebunan Cisalak Baru merupakan perkebunan swasta yang mulai beraktivitas di Hindia Belanda pada 25 Juli 1908 (Buelens & Frankema, 2015). Perusahaan ini berkecimpung dalam budi daya dan perkebunan karet (rubber), yang kemudian karetnya akan dipasok ke Firma Tiedeman & van Kerchem, Batavia (Brinkman’s Cultuur-Adresboek voor Nederlandsch-Indie, 1937: 172).


Berdasarkan angka tahun yang terdapat di dinding luar bagian bawah sebelah barat gerbang masuk, bangunan Kantor Contrakten Administratie ini didirikan pada tahun 1932. Pada dinding luar bagian bawah sebelah timur gerbang terdapat plakat nama biro arsitek yang membangun gedung ini, namun sudah aus sehingga bagian tulisan yang bisa dibaca hanyalah yang dibawahnya: “ FERMONT-CUYPERS.”
Bangunan gedung yang memiliki luas ± 165  m² ini berdenah persegi panjang dengan beberapa bagian bangunan, yang dihubungkan oleh selasar dengan 7 pasang tiang berhadapan, berbahan kayu dengan kanopi berangka kayu dan beratap genteng. Bentuk pintu dan jendela sebagian besar berdaun ganda dari bahan kaca dan kayu jalousi, serta memiliki ventilasi horisontal di atasnya. Kemudian memiliki bentuk atap limasan memanjang horisontal, dengan bagian ujung berbentuk menonjol ke arah yang berbeda, disesuaikan dengan arah hadap bagian bangunan. Tampak simetris antar sisi yang satu dengan yang lainnya (Lia Nuralia, 2013: 59).
Dalam perjalanannya, bangunan gedung ini telah mengalami sejumlah peralihan fungsi sejak NV Cultuur Maatschappij “Nieuw Tjiasalak” dinasionalisasi oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1957, dan sekarang berfungsi sebagai Gedung DPRD Kabupaten Lebak. *** [190818]

Kepustakaan:
https://igv.nl/wp-content/uploads/2018/03/Cultuuradresboek-1937_IGVnl.pdf
http://purbawidya.kemdikbud.go.id/index.php/jurnal/article/view/31
https://www.researchgate.net/publication/277900654_Colonial_adventures_in_tropical_agriculture_new_estimates_of_returns_to_investment_in_the_Netherlands_Indies_1919-1938
Share:

SDN 1 Rangkasbitung Barat

Pada waktu menghadiri perhelatan pengantin sepupu di Tangerang Selatan pada hari Sabtu, 18 Agustus 2018, saya sempat bermalam beberapa hari di rumah paman karena kehabisan tiket kereta api saat itu. Dalam penantian jadwal tiket kereta api menuju Solo pada hari Senin, 20 Agustustus 2018, saya mencoba mengisi waktu berjalan-jalan ke Rangkasbitung pada hari Ahadnya.
Dengan menggunakan transportasi KRL Commuter Line dari Stasiun Sudimara, saya pun berusaha berangkat pagi, yaitu pada pukul 06.19 WIB, dan sampai di Stasiun Rangkasbitung sekitar pukul 08.14 WIB. Keluar dari stasiun itu, saya menyambungnya dengan naik angkot yang melintas di depan stasiun tersebut. Karena belum pernah kemari, tujuan yang saya pilih adalah di seputaran Alun-Alun Rangkasbitung.
Mengingat saat itu adalah hari Ahad, oleh sopir angkot saya diturunkan pas dekat Kantor Cabang BRI Rangkasbitung karena jalan yang menuju alun-alun itu ditutup untuk car free day. Dari lokasi diturunkan oleh sopir angkot itu, saya mulai berjalan kaki menuju alun-alun. Dalam perjalanan itu, saya menjumpai bangunan lawas berupa bangunan sekolah yang bernama SDN 1 Rangkasbitung Barat.

SDN ini terletak di Jalan H.M. Iko Djatmiko No. 4 Kelurahan Rangkasbitung Barat, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Lokasi sekolah ini berada di sebelah timur Kantor Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Lebak, atau berdampingan dengan TK PGRI Rangkasbitung.
SDN 1 Rangkasbitung Barat merupakan salah satu sekolah tua yang ada di Rangkasbitung. Meski fasad bangunannya sudah banyak penambahan, namun tujuh gedung ruang kelas masih utuh dan digunakan hingga sekarang. Bangunan itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1928 dengan nama Hollandsch-Inlandsche School (HIS), atau lengkapnya Hollandsch-Inlandsche School te Rangkasbetoeng. HIS ini tumbuh seiring dengan diberlakukannya Politik Etis. Sekolah ini ada pada jenjang Pendidikan Rendah (Lager Onderwijs) atau setingkat dengan pendidikan dasar sekarang. HIS termasuk Sekolah Rendah dengan bahasa pengantar bahasa Belanda (Westerch Lager Onderwijs), dan lama belajarnya adalah tujuh tahun. Yang bisa bersekolah di HIS ini dulunya adalah kalangan priyayi yang penghasilannya sebesar 100 gulden ke atas.
Pada masa pendudukan Jepang, segala sesuatu yang berbau Belanda dihapuskan. HIS ini dibekukan dan diganti menjadi Kokumin Gakko, lengkapnya Kokumin Gakko Rangkasbetoeng.  Dalam bahasa Jepang, kokumin artinya rakyat dan gakko artinya sekolah. Jadi, kokumin gakko adalah sekolah rakyat, yang lama belajarnya 6 tahun dan bahasa pengantarnya menggunakan bahasa Indonesia, namun para murid harus menyanyikan lagu Kimigayo di sekolah.


Kokumin Gakko berlangsung sepanjang pendudukan Jepang dari Maret 1942 sampai Agustus 1945, hanya tiga setengah tahun, namun dampaknya bagi dunia pendidikan sungguh luar biasa. Dalam periode ini ‘sekat-sekat dan tembok-tembok’ sistem pendidikan Hindia Belanda yang tidak memungkinkan bagi anak biasa untuk menikmati pendidikan yang mengintrodusir demokratisasi dalam dunia pendidikan yang berlanjut dalam alam merdeka.
Setelah Indonesia merdeka, Sekolah Rakyat berubah menjadi Sekolah Dasar (SD) pada tanggal 13 Maret 1946. Dengan demikian, semenjak itu Sekolah Rakyat Rangkasbitung pun berganti nama menjadi SD Rangkasbitung. Kemudian pada periode perang atau revolusi fisik pada tahun 1947 dan 1949, nyaris aktivitas persekolahan di Rangkasbitung terhenti lantaran banyak penduduk yang mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Setelah situasi mulai kembali normal dan aman, SD Rangkasbitung mulai beroperasi lagi, dan pada 18 November 1976 terbitlah Surat Keputusan Pendirian maupun Izin Operasional atas SD ini. Lalu, dalam perjalanannya, sekolah ini juga sempat berganti nama menjadi SDN 1 Rangkasbitung dan terakhir berubah nama menjadi SDN 1 Rangkasbitung Barat.
Dilihat dari perjalanannya, bangunan SD ini telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya berdasarkan Surat Keputusan Bupati Lebak Nomor: 004/2549/VIII/2004. Dengan demikian, bangunan SD yang berdiri di atas lahan seluas 3.740 m² ini harus tetap diperlihara dan dilestarikan, karena dilindungi oleh Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. *** [190818]
Share:

Stasiun Kereta Api Rangkasbitung

Stasiun Kereta Api Rangkasbitung (RK) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Rangkasbitung, merupakan salah satu stasiun kereta api kelas besar tipe C yang berada di bawah manajemen  PT Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 1 Jakarta, yang berada pada ketinggian + 22 m di atas permukaan laut. Stasiun ini terletak di Jalan Stasiun Rangkasbitung No. 1, Desa Muara Ciujung Timur, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Lokasi stasiun ini berada di sebelah timur palang kereta api Jalan Tirtayasa.
Bangunan Stasiun Rangkasbitung merupakan bangunan peninggalan masa Hindia Belanda, yang pembangunannya bersamaan dengan pembangunan jalur rel kereta api Duri-Rangkasbitung sepanjang 76 kilometer, yang dikerjakan oleh  Staatsspoorwegen (SS), perusahaan kereta api milik Pemerintah Hindia Belanda, dan diresmikan pada 1 Oktober 1899.


jalur kereta api Duri-Rangkasbitung ini merupakan bagian dari proyek besar jalur kereta api jalur Barat jilid 2 (Westerlijnen-2) hingga Merak. Pengerjaan proyek jalur kereta api ini dilaksanakan searah. Setelah jalur rel Duri-Rangkasbitung selesai, maka dilanjutkan jalur rel Rangkasbitung-Serang-Cilegon (1900), dan Rangkasbitung-Labuhan (1906).


Namun semenjak 1984, jalur Rangkasbitung-Labuhan ini sudah tidak aktif lagi. Pada jalur ini dulunya juga ada percabangan jalur rel  dari Saketi menuju Goenoengmandoer yang dikerjakan oleh para romusha pada tahun 1943. Jalur kereta api itu memiliki beberapa halte (stasiun kecil), seperti Tjimangoe, Kadoehaoek, Djaloepang, Pasoeng, Kerta, Gintoeng, Malingping, Tjilangkahan, Soekahoedjan, Tjihara, Panjawoengan, Bajah, dan terakhir Goenoengmandoer.


Pembangunan Stasiun Rangkasbitung ini tidak terlepas dari berkembangnya Kabupaten Lebak menjadi wilayah yang menjadi basis perkebunan yang terdapat di Zuid-Bantam (Banten Selatan) kala itu. Masuknya sejumlah investasi pada perkebunan-perkebunan besar oleh para pengusaha Belanda maupun Eropa lainnya, telah mengubah wajah Rangkasbitung menjadi daerah kolonial yang cukup berkembang pada waktu. Sejumlah fasilitas publik maupun permukiman didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda di Kabupaten Lebak, termasuk di antaranya stasiun ini.
Stasiun Rangkasbitung memiliki 4 jalur dengan jalur 1 digunakan sepur lurus, yang ke arah barat menuju Stasiun Jambu Baru, dan yang ke arah timur menuju Stasiun Citeras. Sedangkan jalur 2, 3, dan 4 digunakan untuk persilangan atau persusulan antarkereta api yang melintas di Stasiun Rangkasbitung.
Stasiun Rangkasbitung yang memiliki gedung dinas seluas 164 m² dan tercatat sebagai aset PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dengan nomor register 266/06.42314/RK/BD ini kini terus berkembang sejak dilakukan elektrifikasi pada 1 April 2017. Lalu lalang, KRL Commuter Line dengan relasi Rangkasbitung-Tanahabang p.p. telah menghiasi stasiun ini. Stasiun ini juga tumbuh menjadi stasiun yang sibuk dengan aktivitas menaikkan maupun menurunkan penumpang di daerah Banten. *** [190818]
Share:

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami