Stasiun
Kereta Api Sudimara (SDM) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Sudimara,
merupakan salah satu stasiun kereta api yang berada di bawah manajemen PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah
Operasi (Daop) 1 Jakarta yang berada pada ketinggian + 28 m di atas permukaan
lain, dan merupakan stasiun kereta api kelas III. Stasiun Sudimara terletak di
Jalan Raya Jombang, Kelurahan Jombang, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang
Selatan, Provinsi Banten. Lokasi stasiun ini berada di sebelah selatan Pasar
Jombang.
Bangunan
Stasiun Sudimara yang lama merupakan bangunan peninggalan masa Hindia Belanda
meski fasade bangunan ini sedikit
mengalami perubahan dengan penambahan ruangan di sebelah kanan bagian depan.
Pembangunan stasiun ini bersamaan dengan pembangunan jalur kereta api Duri-Rangkasbitung
sepanjang 76 kilometer. Pengerjaan jalur kereta api ini dilakukan oleh Staatsspoorwegen (SS), perusahaan
kereta api milik Pemerintah Hindia Belanda, pada tahun 1899 berbarengan dengan
pengerjaan jalur kereta api Duri-Tangerang. Peresmian stasiun ini dilakukan
pada 1 Oktober 1899.
Proyek jalur kereta api Duri-Rangkasbitung ini merupakan bagian dari proyek besar jalur kereta api jalur Barat jilid 2 (Westerlijnen-2) hingga Merak. Pengerjaan proyek jalur kereta api ini dilaksanakan searah. Setelah jalur rel Duri-Rangkasbitung selesai, maka dilanjutkan jalur rel Rangkasbitung-Serang-Cilegon (1900), dan Cilegon-Merak (1914).
Pada
awal mulanya, Stasiun Sudimara ini berfungsi sebagai stasiun lintasan kereta api
saja (Stopplaats), namun kemudian
berubah menjadi stasiun kecil (halte) untuk melayani warga sekitar yang menjual
hasil perkebunannya ke Batavia Zuid (sekarang Jakarta Kota) maupun Tanah Abang.
Pada 16 Maret 1954, Direksi Djawatan Kereta Api menaikkan Stasiun Sudimara
menjadi stasiun kelas IV.
Sekarang,
stasiun ini menjadi stasiun kelas III. Akan tetapi sejak dioperasikan KRL
(Kereta Listrik), atau dalam bahasa menterengnya disebut Commuter Line hingga Stasiun Maja di Tangerang, Stasiun Sudimara
ini menjadi stasiun yang tergolong ramai, sibuk dan padat jadwal lintasannya.
Hal ini juga tak terlepas dari perkembangan hunian yang ada di sekitar stasiun
tersebut, karena Ciputat merupakan daerah penyangga Kota Jakarta.
Proyek jalur ganda (double track) yang melintasi Stasiun Sudimara yang diresmikan pada 4 Juli 2007 semakin menggairahkan aktivitas menaikkan dan menurunkan penumpang di stasiun ini. Sebagai akibatnya, fisik stasiun ini pun turut dikembangkan mengikuti lonjakan penumpang dari stasiun ini. Konon, stasiun ini merupakan stasiun dengan pengguna terpadat ke 2 setelah Stasiun Tanah Abang pada jalur hijau Commuter Line. Dengan volume ± 15.000 penumpang per harinya. Belasan ribu penumpang pengguna Commuter Line harus berdesakan pada stasiun ini. Situasi inilah yang menyebabkan PT KAI (Persero) mengembangkan stasiun ini agar daya tampungnya bisa maksimal. Peron ditinggikan semua, dan disediakan penyeberangan antar peron, serta pintu masuk dibuat menjadi dua lokasi. Satu berada di selatan jalur rel, dan yang satunya berada di utara jalur rel, berdampingan dengan bangunan lama stasiun. Bangunan stasiun yang baru lebih modern tampilannya, cenderung terbuka dan tinggi langit-langitnya.
Stasiun
ini memiliki 3 jalur. Jalur 1 digunakan untuk jalur yang menuju ke arah barat,
yaitu Stasiun Rawa Buntu hingga Merak. Jalur 2 digunakan untuk jalur yang
menuju ke arah timur, yaitu Stasiun Jurangmangu hingga Tanah Abang. Sedangkan,
jalur 3 ini merupakan jalur persediaan untuk langsiran kereta api saja.
Bangunan
lama Stasiun Sudimara ini masih beruntung, tidak dirobohkan. Sehingga, jejak
historinya masih bisa dilihat. Hanya saja, bangunan lama tersebut kurang
terawat bila dilihat dari tampak mukanya (fasade).
Seandainya, bangunan lama ini tetap dipelihara atau difungsikan sebagai museum
mini Stasiun Sudimara, tentunya akan menambah nilai tambah bagi keberadaan
stasiun ini. Tidak perlu dihadirkan koleksi yang sulit dikumpulkan, tapi
tampilkan saja yang ada di stasiun tersebut, seperti pajangan foto dengan story line perjalanan stasiun ini dari
waktu ke waktu. Hal ini selaras dengan ujaran Isidore Marie Auguste François
Xavier Comte (1798-1857), seorang filsuf Perancis, yang berbunyi: “Savoir Pour Previour”. Artinya,
mempelajari masa lalu, melihat masa kini, untuk menentukan masa depan. *** [010516]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar