The Story of Indonesian Heritage

  • Istana Ali Marhum Kantor

    Kampung Ladi,Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat)

  • Gudang Mesiu Pulau Penyengat

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Benteng Bukit Kursi

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Kompleks Makam Raja Abdurrahman

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Mesjid Raya Sultan Riau

    Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

Tampilkan postingan dengan label Candi di Tulungagung. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Candi di Tulungagung. Tampilkan semua postingan

Candi Sanggrahan

Informasi keberadaan Candi Sanggrahan ini didapat dari Pak Suyoto, seorang juru kunci Candi Mirigambar. Karena atas petunjuk Pak Yoto (nama panggilan dari Pak Suyoto), saya menyempatkan untuk menengok Candi Sanggrahan yang jaraknya berkisar 9 kilometer dari Candi Mirigambar.
Sebenarnya tidak masuk catatan kunjungan dalam rangka mudik ke Solo, tapi karena waktunya masih memungkinkan saya menyempatkan diri untuk mengunjunginya. Candi Sanggrahan terletak di Dusun Sanggrahan, Desa Sanggrahan, Kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung, Provinsi Jawa Timur. Lokasi candi ini berada di depan Warkop Candi dan Karaoke, yang kiri kanannya terdapat kolam ikan mas koi.


Berdasarkan informasi dari lokasi candi, soal kapan persisnya pembangunan Candi Sanggrahan masih belum diketahui dengan pasti. Selain tidak ditemukan angka tahun, keberadaan Candi Sanggrahan juga tidak termuat dengan jelas dalam prasasti atau naskah seperti Kakawin Negarakertagama. Berbeda dengan Candi Boyolangu tempat pendharmaan Kertarajasapatni atau Rajapatni Dyah Gayatri yang berjarak sekitar 4 kilometer ini termuat dalam Kakawin Negarakertagama.
Karena informasi mengenai Candi Sanggrahan sangatlah kurang, memunculkan banyak perkiraan tentang keberadaan candi tersebut. Pendapat yang pertama, terdapat ceritera rakyat yang menceriterakan asal-usul Candi Sanggrahan. Di antara sekian banyak ceritera rakyat tersebut, ceritera rakyat versi Sina Wijoyo Suyono yang paling terkenal  (Mahfudhoh, 2016: 138).


Ceritera tersebut menyebutkan Candi Sanggrahan sebagai tempat beristirahatnya rombongan pembawa jenazah Gayatri (Rajapatni), pendeta wanita Buddha (bhiksuni) masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk, penguasa Kerajaan Majapahit pada waktu itu. Jenazah itu dibawa dari Kraton Majapahit untuk menjalani upacara pembakaran di sebuah tempat di sekitar Boyolangu. Dalam versi tersebut, Candi Sanggrahan disebut Candi Cungkup, sedangkan Candi Boyolangu dikenal dengan nama Candi Gayatri. Sebutan Candi Cungkup untuk Candi Sanggrahan ternyata membekas sampai sekarang. Masyarakat sekitar masih menyebut Candi Sanggrahan dengan sebutan Candi Cungkup.
Pendapat yang kedua, beberapa sejarawan menduga Candi Cungkup merupakan peninggalan zaman Majapahit, berdasarkan bekas bangunan di bagian pintu gerbang dan di belakang candi serta bangunan dinding areal candi yang terbuat dari batu bata.


Karena namanya Candi Sanggrahan, sebagian arkeolog juga berpendapat bahwa candi ini pernah digunakan sebagai tempat mesanggrah rombongan istana yang akan mengikuti prosesi perabuan Rajapatni Dyah Gayatri di Candi Dadi. Rombongan dari Majapahit mendirikan perkemahan di areal Candi Sanggrahan yang memang berhalaman luas, berpagar keliling dan terdapat saluran air. Pada waktu abu jenazah Rajapatni Dyah Gayatri akan ditanam di Boyolangu, rombongan istana juga menggunakan Candi Sanggrahan sebagai tempat mesanggrah atau berkemah karena pada waktu itu lokasi wilayah antara Candi Sanggrahan dengan Boyolangu merupakan daerah rawa. Untuk menuju Candi Boyolangu harus menaiki perahu. Begitu pula ketika berziarah ke Candi Boyolangu, rombongan istana mesanggrah di Candi Cungkup.


Menurut Dr. Nicolaas Johannes Krom dalam tulisannya, Inleiding tot de Hindoe-Javaansche Kunst (1923), disebutkan bahwa Candi Sanggrahan untuk pertama kali dilaporkan oleh J. Knebel (1908) utamanya berkenaan dengan lima buah arca Dhyani-Buddha yang pada bagian kepalanya sudah hilang, kemudian bangunannya diselidiki oleh Oudheikundige Dienst pada tahun 1915, dicatat oleh Sir Thomas Stamford Raffles (1917) dalam bukunya, dan menyusul kemudian oleh N.W. Hoepermans (Sedyawati dkk, 2013: 204).
Selain dikenal dengan Candi Cungkup, Candi Sanggrahan ini juga dikenal oleh penduduk setempat dengan nama Candi Pruntung. Bangunan Candi Sanggrahan berdenah bujur sangkar, mempunyai ukuran panjang 12,16 m, lebar 9,05 m dan tinggi 5,86 m. Bahan candi terbuat dari batu andesit dan batu bata.
Bangunan candi ini berdiri di atas pelataran yang ditinggikan sehingga tidak ranap dengan permukaan tanah di sekitarnya. Tinggi pelataran yang menjadi halaman candi 2,25 m yang seluruh tepi pelataran candi diperkuat dengan struktur bata (turap) sehingga tanah pelataran tidak mudah longsor. Ukuran pelataran yang ditinggikan 51 x 42,75 m. Selain itu, terdapat juga beberapa sisa dasar tembok keliling dari batu bata di beberapa bagian tepi pelataran.
Sejak awal tahun 2015, Candi Sanggrahan mulai dipugar oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Mojokerto. Sampai sekarang proses pemugaran belum selesai, Diperkirakan pemugaran ini memakan waktu 7 hingga 8 tahun untuk kembali terlihat seperti bentuk aslinya beserta bangunan perwara yang ada di kompleks pelataran candi tersebut. Hal ini dikarenakan sulitnya mendapatkan batu andesit pengganti konstruksi batu candi tersebut. *** [230617]

Kepustakaan:
Mahfudhoh, Lailatul. (2016). Antologi Sejarah Candi Boyolangu. Jakarta: Guepedia Online Publisher
Sedyawati, Edi dkk. (2013). Candi Indonesia: Seri Jawa. Jakarta: Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman
Share:

Candi di Tulungagung

Candi Boyolangu
Candi Boyolangu terletak di Dusun Dadapan, Desa Boyolangu, Kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung, Provinsi Jawa Timur

Candi Mirigambar
Candi Mirigambar terletak di Dusun Gambar RT. 01 RW. 04 Desa Mirigambar, Kecamatan Sumbergempol, Kabupaten Tulungagung, Provinsi Jawa Timur

CandiSanggrahan
Candi Sanggrahan terletak di Dusun Sanggrahan, Desa Sanggrahan, Kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung, Provinsi Jawa Timur
Share:

Candi Boyolangu

Informasi mengenai keberadaan Candi Boyolangu ini diperoleh ketika mengunjungi Museum Wajakensis Tulungagung. Kata petugas museum, sekitar 5 kilometer dari sini terdapat sebuah candi yang berada di tengah-tengah permukiman penduduk. Dari museum lurus ke selatan sampai menjumpai Puskesmas Boyolangu. Sebelum Puskesmas, ada gapura yang cukup besar dan tinggi bertuliskan Gang Candi Gayatri. Dari gapura tersebut, jalan saja terus ke barat sekitar 600 meter hingga berjumpa papan penunjuk arah Candi Gayatri. Dari papan nama tersebut, melewati gang kecil sampailah di areal kompleks Candi Boyolangu. Candi ini terletak di Dusun Dadapan, Desa Boyolangu, Kecamatan Boyolangu, Kabupaten Tulungagung, Provinsi Jawa Timur. Lokasi candi ini berada sekitar 600 meter arah barat Puskesmas Boyolangu.
Bertha L.A Wasisto dalam skripsinya yang berjudul Candi Boyolangu: Tinjauan Arsitektur dan Arkeologis (FIB UI, 2009) menjelaskan, penelitian mengenai Candi Boyolangu belum banyak dilakukan secara terperinci dan jelas. Candi Boyolangu pernah disebutkan dalam Oudheidkundige Verslag (OV) tahun 1917, pada tahun 1917 Raffles dalam History of Java menyebut sekilas tentang Candi Boyolangu.


Selain dalam OV, Candi Boyolangu juga disebut di dalam buku Inleiding tot De Hindoe-Javaansche Kunst, Krom menyebut nama lainnya yaitu Punden Gilang. Th. G. Th Pigeaud pada tahun 1960-1963 menyebutkan Candi Boyolangu termasuk dalam jenis candi Dharma Haji, yaitu candi-candi yang dimiliki oleh keluarga kerajaan.
Agus Aris Munandar pada tahun 1995 dalam laporan penelitiannya yang berjudul Candi Batur dalam Periode Klasik Muda (Abad 14-15 M), memasukkan Candi Boyolangu sebagai bangunan yang digunakan oleh kaum Resi karena bentuk arsitekturnya yang sederhana dan letaknya yang terpencil. Pada tahun 1999, hariani Santiko memasukkan Candi Boyolangu dalam candi-candi dengan gaya arsitektur Candi Naga.
Berdasarkan sisa bangunannya yang masih terlihat dapat diketahui bahwa Candi Boyolangu dibangun dengan bahan utama dari batu bata. Sisa bangunan candi yang masih dapat diamati adalah bagian batur candi, bagian kaki candi dan 11 batu umpak yang terbuat dari batu andesit. Candi Boyolangu berukuran 11,4 m², berdenah persegi. Mempunyai arah hadap barat, tangga naik terdapat di sisi barat. Tangga ini sekarang keadaannya sudah rusak. Dari arah utara dan selatan candi ini terdapat dua buah bangunan penyerta (perwara), berukuran lebih kecil, dan keadaannya sudah merupakan reruntuhan.
Tinggalan-tinggalan lain yang masih dapat dilihat adalah arca dewi tanpa kepala, bagian tangan kanannya juga sudah tak utuh lagi. Tangan kirinya terpotong hingga siku, sedangkan tangan kanannya bagian telapak tangan sudah terpotong. Arca ini terbuat dari batu. Arca ini berukuran tinggi 120 cm, lebar 112 cm dan tebal 100 cm. Tinggi lapik arca dengan lebar 168 cm dan tebal 140 cm. Selain itu juga terdapat 11 batu umpak dengan bentuk dan ukuran beragam, dua di antaranya mempunyai angka tahun yaitu 1291 Saka (1369 M) dan 1311 Saka (1389 M). Angka tahun yang dipahatkan di kedua umpak ini berbeda gayanya.


Candi Boyolangu dikenal juga sebagai Candi Gayatri oleh masyarakat sekitar. Diperkirakan Candi Boyolangu merupakan tempat pemuliaan dan penyimpanan abu jenasah Gayatri atau Tribhuana Tunggadewi Jayawisnuwardhana dengan gelar Rajapatni. Gayatri wafat pada tahun 1330 M. Dalam pemuliaan tersebut Gayatri diwujudkan sebagai Dhyani Buddha Wairocana dengan sikap tangan dharmacakra mudra, yaitu sikap sedang memberikan wejangan ajarannya.
Gayatri adalah putri tertua Raja Kertanegara, Raja Singosari terakhir yang memerintah pada tahun 1254-1294 M, yang diperistri oleh Raden Wijaya. Raden Wijaya yang bergelar Prabu Kertarajasa Jayawardana merupakan Raja Majapahit pertama yang memerintah dari tahun 1293 hingga 1309 M. Jadi, Gayatri merupakan nenek dari Hayam Wuruk, Raja Majapahit ketiga dan termashur yang memerintah dari tahun 1350 sampai 1389 M.
Semula candi ini tertimbun dengan tanah, dan diketemukan kembali oleh penduduk pada tahun 1914. Di sebelah utara halaman candi berbatasan dengan kebun kosong yang ditumbuhi dengan rumpun bamby, sebelah timur halaman candi berbatasan dengan kolam budidaya ikan milik penduduk, sebelah barat berbatasan dengan kebun milik penduduk, dan sebelah selatan berbatasan dengan rumah penduduk dan merupakan pintu masuk menuju lokasi candi ini. *** [250116]

Share:

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami