Pertama
kali mendapat tugas di Kabupaten Malang, saya diajak oleh Principal Investigator berkunjung ke Gondanglegi melalui Bululawang
dari Kota Malang. Dengan dikemudikan oleh sopir tua, mobil Kijang Innova melaju
dengan kecepatan sedang. Sehingga, perjalanan pun menjadi mengasyikan. Saya pun
bisa melihat kiri kanan dengan santainya.
Setelah
lepas melewati Bululawang, perjalanan agak melambat karena jalan sedikit mulai
menyempit dan arus lalu lintas pun sedang padat. Di tengah melambatnya laju
mobil ini, saya pun bisa melihat pemandangan yang dilalui mobil. Sebuah
kebetulan, usai melintas Pasar Krebet, saya sepintas berkesempatan memandang
bangunan lawas nan luas dan megah di
sebelah kiri jalan. Bangunan kuno tersebut bernama Pabrik Gula (PG) Krebet
Baru. Pabrik gula ini terletak di Jalan Krebet – Srenggong No. 10 Desa Krebet,
Kecamatan Bululawang, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur. Lokasi pabrik gula
ini berada di sebelah selatan Pasar Krebet, atau tepatnya berada di pojokan
lampu merah Krebet.
Beberapa
bulan kemudian saya berusaha mengunjungi pabrik gula itu lagi, setelah
melakukan monitoring ke Tim SMARTHealth Gondanglegi sambil bergerak menuju ke
basecamp Tim SMARTHealth Pakisaji. Kesempatan inilah yang menyebabkan saya
bisa menurunkan sebuah tulisan mengenai riwayat PG Krebet Baru untuk diupload
di Blog Kekunaan.
Setelah berakhirnya masa tanam paksa (Cultuurstelsel) pada tahun 1870, Pemerintah Hindia Belanda memberlakukan dua perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Gula (Suikerwet) dan Undang-Undang Agraria (Agrarischewet). Kedua perundangan tersebut menghapus ketentuan Cultuurstelsel yang telah berlangsung selama 40 tahun, dan sekaligus dimulailah era baru yang dikenal dengan masa liberalisme. Zaman ini adalah digantikannya fungsi pemerintahan Hindia Belanda di bidang perekonomian oleh-modal-modal swasta. Kalangan swasta mendapat peluang untuk mengembangkan modal usaha pada sektor pertanian dan perkebunan.
Setelah berakhirnya masa tanam paksa (Cultuurstelsel) pada tahun 1870, Pemerintah Hindia Belanda memberlakukan dua perundang-undangan, yaitu Undang-Undang Gula (Suikerwet) dan Undang-Undang Agraria (Agrarischewet). Kedua perundangan tersebut menghapus ketentuan Cultuurstelsel yang telah berlangsung selama 40 tahun, dan sekaligus dimulailah era baru yang dikenal dengan masa liberalisme. Zaman ini adalah digantikannya fungsi pemerintahan Hindia Belanda di bidang perekonomian oleh-modal-modal swasta. Kalangan swasta mendapat peluang untuk mengembangkan modal usaha pada sektor pertanian dan perkebunan.
Kawasan
Malang yang memiliki lahan subur, sangatlah cocok untuk dikembangkan menjadi
areal pertanian dan perkebunan, seperti kopi, teh, kina, sayuran dan tebu. Keberadaan
perkebunan tebu yang luas di kawasan Malang ini menjadi pertimbangan untuk
mendirikan pabrik gula (suikerfabriek).
Pemerintah Hindia Belanda akhirnya mendirikan sejumlah pabrik di daerah Malang,
diantaranya adalah PG Krebet (Suikerfabriek
Krebet te zuiden van Malang). Pada 1906, PG Krebet dibeli oleh Oei Tiong
Ham, seorang konglomerat dari Semarang, melalui NV
Handel Maatschappij Kian Gwan (Perusahaan Dagang Kian Gwan, tinggalan
ayahnya). Selain itu, Oei Tiong Ham juga membeli pabrik gula di Pakis,
Rejogaung, Tanggulangin dan Ponen. Kelima pabrik gula tersebut akhirnya
diserahkan pengelolaannya di bawah NV
Algemeene Maatschappij tot Exploitatie Der Oei Tiong Ham Suikerfabrieken
(Perusahaan Perseroan Gula Oei Tiong Ham), sebagai anak perusahaan dari NV Handel Maatschappij Kian Gwan, dengan
berkantor pusat di Semarang.
Pabrik-pabrik yang sudah dibelinya tersebut, kemudian diperbaharui dengan mendatangkan mesin-mesin baru dari luar negeri berikut dengan teknisinya. Oei Tiong Ham selalu tanggap pada gagasan-gagasan baru. Secara periodik, ia mengirimkan orang keluar negeri untuk mempelajari metode produksi yang baru. Ia bukan saja mempekerjakan orang Tionghoa yang berbakat tetapi juga manajer-manajer dan ahli-ahli teknik orang Belanda. Para pemuda Tionghoa yang terpandai di Jawa dikirim ke Rotterdam dan Delf untuk dididik. Kemudian setelah pulang, ditempatkan pada pabrik-pabrik gula dan tapioka untuk membantu dalam elektrifikasi dan reorganisasi pabrik-pabrik tersebut. Cara membina tenaga baru ini mempunyai dua keuntungan, yaitu membina kesetiaan pada perusahaan dan memungkinkan pimpinan perusahaan untuk memilih pendidikan yang sesuai bagi ahli-ahlinya.
Hasilnya,
kelima pabriknya memberikan kontribusi produksi gula yang cukup baik. Dengan
memiliki total luas areal kurang lebih 17.500 acre atau 1.082 hektar untuk
kelima pabrik gulanya tersebut, PG Krebet mampu memproduksi 21.000 ton per
tahun Produksi PG Krebet tersebut menduduki nomor dua setelah PG Rejoagung
(35.000 ton/tahun), kemudian disusul PG Tanggulangin (20.500 ton/tahun), PG
Pakis (13.00 ton/tahun) dan PG Ponen (12.000 ton/tahun).
Dari
hasil produski tersebut, kelima pabrik gula Oei Tiong Ham menjadi terdepan
dalam hal penanaman maupun dalam peralatan teknisnya, sekaligus mampu memasok
gula terbesar bagi seluruh Hindia Belanda. Pada awal abad ke-20 industri gula
merupakan salah satu industri terpenting di Hindia Belanda. Pada masa itu,
industri gula Jawa mampu menghasilkan ¾ dari ekspor Jawa secara keseluruhan
dan telah menyumbang ¼ dari seluruh pendapatan di Hindia Belanda.
Penurunan industri gula (termasuk PG Krebet) terjadi setelah Perang Dunia (PD) I, tepatnya pada decade 1920-an pasar dunia kelebihan pasokan gula sebagai aikibat dari peningkatan produksi gula dari berbagai wilayah dan ditemukannya teknologi bit di Eropa dan Amerika. Keadaan ini kemudian diperparah lagi dengan munculnya depresi ekonomi pada tahun 1930-an. Akibatnya banyak sekali dampak yang diterima oleh PG Krebet ini, yaitu pengurangan produksi, pemutusan hubungan kerja dan pengurangan lahan tanam hingga PG Krebet sempat digadaikan kepada De Javasche Bank Malang untuk membantu dalam permodalan. Lalu, PG Krebet bisa berproduksi lagi.
Pada
waktu terjadi Agresi Militer Belanda 1947, PG Krebet mengalami kerusakan yang
cukup parah akibat pecah perang fisik antara pasukan Indonesia dan militer
Belanda, sehingga pabrik tersebut tidak bisa beroperasi lagi untuk aktivitas
produksi. Atas desakan dari Indonesia Maskapai Andal Koperasi Pertanian Tebu
Rakyat Malang Selatan (IMA PETERMAS), maka pada tahun 1953 dilakukan pembangunan
pabrik gula yang mengalami kerusakan kepada Kelompok Usaha Oei Tiong Ham (Oei Tiong Ham Concern) yang bekerjasama
dengan Bank Industri Negara, dan atas izin bersyarat dari Kementerian Agraria
kala itu, pada 3 Oktober 1954 pabrik gula tersebut mulai produksi lagi dengan
nama NV PG Krebet Baru.
Selang
tiga tahun kemudian, PG Krebet Baru sudah dapat memproduksi gula dengan kualitas
Superior High Sugar (SHS) di mana
semenjak pembangunan kembali tersebut baru mampu memproduksi gula High Sugar (HS). Seiring dengan adanya
kebijakan dari Pemerintah Indonesia pada waktu itu, pada tahun 1961 semua
perusahaan milik Oei Tiong Ham Concern
(OTHC) yang berada di wlayah Indonesia diambil alih oleh Pemerintah Indonesia.
Kegiatan perusahaan tetap berjalan di bawah pengawasan Menteri/Jaksa Agung RI.
Kemudian pada tahun 1963, perusahaan dan pengelolaan atas harta kekayaan bekas
OTHC diserahterimakan dari Menteri/Jaksa Agung RI kepada Menteri Urusan
Pendapatan, Pembiayaan dan Pengawasan (P3), kemudian menjadi Departemen
Keuangan RI.
Oleh
Departemen Keuangan RI, pada tahun 1964 dibentuklah PT Perusahaan Perkembangan
Ekonomi Nasional (PPEN) Rajawali Nusantara Indonesia, atau yang disingkat
menjadi PT Rajawali Nusantara Indonesia, yang merupakan BUMN.
Pada
tahun 1968, produksi PG Krebet Baru sudah mampu mencapai 1.600 Ton Cane Per Day
(TCD). Dengan fasilitas pemerintah dalam rangka penanaman modal dalam negeri
berupa perbaikan dan penggantian mesin yang sudah tua, maka kapasitas giling PG
Krebet Baru ditingkatkan menjadi 2.000 TCD.
Pada
tahun 1976, dibangun pabrik gula dengan nama PG Krebet Baru II untuk
menggantikan pabrik gula yang lama. Namun, atas permintaan Gubernur Jawa Timur
ketika itu, agar pabrik gula yang lama (PG Krebet Baru I) tetap dioperasikan,
sehingga kapasitas produksi bisa menjadi 5.000 TCD.
Mulai
tahun 1982, kapasitas giling PG Krebet Baru I sebesar 2.800 TCD sedangkan PG
Krebet Baru II sebesar 3.600 TCD. Kemudian pada tahun 2009, kapasitas giling PG
Krebet Baru I menjadi 6.500 TCD sedangkan PG Krebet Baru II menjadi 5.500 TCD,
dan akan ditingkatkan sesuai dengan kondisi.
Selain
masih berkesinambungannya proses produksi, PG Krebet Baru menyimpan riwayat
pergulaan yang pernah berjaya di Hindia Belanda. Oleh sebab itu, melestarikan
PG Krebet Baru sejatinya juga merawat warisan bangunan kuno yang ada di
Kabupaten Malang (Malang Heritage). *** [290916]
Kepustakaan:
Apriliawati, Ningrum, 2010. Perkembangan Bisnis Gula
Oei Tiong Ham di Jawa 1894-1924, dalam Skripsi di FIB UI
Wardana, Amri Eka, 2013. Dinamika Pabrik Gula Krebet Malang 1906-1957, dalam e-Journal
Pendidikan Sejarah AVATARA Volume 1, No. 1, Januari
http://pgrajawali1.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=38&Itemid=80
Tidak ada komentar:
Posting Komentar