Masjid
Gedhe Kauman juga dikenal sebagai Masjid Agung Yogyakarta atau Masjid Raya
Daerah Istimewa Yogyakarta. Sesuai dengan prasasti yang tertempel di pagar
halaman/plataran tertulis bahwa masjid ini merupakan Masjid Kagungan Dalem Kraton
Ngayogyakarta Hadininingrat. Hal ini menadakan bahwa sejarah keberadaan Masjid
Gedhe Kauman tidak bisa dilepaskan Kraton Kasultanan Yogyakarta sebagai
kerajaan Islam dalam perundingan Giyanti pada tahun 1755. Masjid Gedhe Kauman
berdiri 18 tahun kemudian setelah perjanjian Giyanti, atau tepatnya dibangun
pada hari Ahad, 29 Mei 1773. Artinya, berdirinya Kraton Ngayogyakarta
Hadiningrat dibarengi dengan dibangunnya ‘Masjid Agung’ untuk menegaskan
kedudukannya sebagai ‘kerajaan Islam’. Sebagaimana layaknya pusat pemerintahan
kerajaan Jawa, Kraton tersatukan dengan alun-alun, masjid, penjara dan pasar.
Letak masjid ini di sebelah barat alun-alun utara atau di Kampung Kauman, Kelurahan Ngupasan, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta. Pembangunan masjid ini semasa bertahtanya Sri Sultan Hamengkubuwono I dengan arsiteknya yang bernama Kyai Wiryokusumo, lalu sebagai pengulu pertama Kraton diberi otoritas untuk membawahi masjid tersebut adalah Kyai Faqih Ibrahim Diponingrat.
Keistimewaan
masjid ini adalah menjadi salah satu masjid raya di Indonesia yang berumur
lebih dari 200 tahun, menyimpan begitu banyak potensi sejarah di dalamnya. Gaya
arsitekturalnya yang kental dengan nuansa Kraton menjadi daya tarik tersendiri
untuk dijadikan obyek wisata sejarah maupun budaya bagi wisatawan domestik
maupun mancanegara.
Seperti
halnya masjid-masjid lain di Jawa, masjid ini beratap tumpang tiga dengan mustoko. Masjid ini berdenah bujur
sangkar dengan luas 13.000 m², memiliki serambi, pawestren, serta kolam di tiga sisi masjid. Namun, beberapa
keunikan yang dimiliki oleh masjid ini adalah mempunyai gapura dengan bentuk
semar tinandu dan sepasang bangunan pagongan di halaman depan untuk tempat
gamelan sekaten.
Pada
tahun 1775, di lingkungan Masjid Gedhe Kauman dilengkapi dengan bangunan untuk
keperluan pemerintahan dan diberi nama Al Mahkamah Al Kahiroh yang berarti
Mahkamah Agung.
Wujud
Masjid Gedhe Kauman yang sekarang ini berbeda dari bentuk aslinya ketika masjid
ini dibangun. Perubahan terjadi pada serambi masjid misalnya, di mana kini
sudah menjadi dua kali lipat lebih luas dan lebih megah dari wujud aslinya.
Bahkan, serambi masjid ini masih lebih luas dibandingkan dengan ruang utama
masjid. Renovasi pada serambi masjid dilakukan karena gempa yang terjadi pada
tahun 1867 yang merobohkan serambi asli. Selain itu, lantai dasar masjid yang
dulunya terbuat dari batu kali, sekarang telah diganti dengan marmer dari
Italia.
Sedari
awal, masjid ini merupakan masjid jami’ kerajaan yang berfungsi sebagai tempat
beribadah, upacara keagamaan, pusat syiar agama, dan tempat penegakan tata hukum
keagamaan.
Masjid
Gedhe Kauman telah dijadikan cagar budaya nasional dengan Monumenten Ordonantie n. 238/1931. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar