Dalam
perkembangan sejarah kota, selain unsur manusia atau masyarakat, pertumbuhan
dan pembangunan kota secara fisik merupakan peranan penting dalam mendorong
kemajuan dan kemunduran kota.
Dengan
adanya pelabuhan modern (Tanjung Perak) sebagai akses perdagangan di Surabaya,
telah menjadikan kota tersebut tidak seperti kota-kota besar lainnya di pulau
Jawa. Howard Dick dalam bukunya East Java
(1983: 58) mengatakan, bahwa Surabaya adalah kota industri dan perdagangan
terbesar sepanjang abad ke-19 melebihi kota-kota seperti Calcutta, Rangoon,
Singapura, Bangkok, Hongkong bahkan Shanghai.
Surabaya
memiliki banyak bangunan yang didirikan pada periode yang berbeda. Yaitu mulai
tahun 1870-an sampai dengan tahun 1940-an dengan langgam arsitektur yang
beragam, sehingga membuat kota ini memiliki karakter yang khas. Maka tak
mengherankan bila sekarang Kota Surabaya tidak hanya dikenal sebagai kota
industri, akan tetapi juga dikenal sebagai kota wisata, kota kenangan yang
bernilai sejarah.
Sebagai kota industri dan kota wisata, Surabaya menjadi tempat lazim didatangi oleh para wisatawan, dan para eksekutif dalam dan luar negeri. Melihat kenyataan itu maka untuk memebuhi kebutuhan mereka di Surabaya, keberadaan tempat menginap atau tempat tinggal sementara dirasa penting kehadirannya. Hotel Majapahit Surabaya adalah tempat yang dirasa ideal untuk menjawab semua itu. Selain merupakan tempat bersejarah yang harus dilestarikan, hotel tersebut juga merupakan hotel bintang lima yang menyediakan fasilitas yang diperlukan oleh para wisatawan dan eksekutif, baik dari dalam maupun luar negeri.
Hotel
Majapahit ini terletak di Jalan Tunjungan No. 65 Kelurahan Genteng, Kecamatan
Genteng, Kota Surabaya, Provinsi Jawa Timur. Lokasi hotel ini berada di sebelah
selatan Varna Culture Hotel Soerabaia, atau di depan gedung Badan Pertanahan
Nasional. Dari hotel ini hanya perlu 5 menit menuju pusat perbelanjaan
Tunjungan Plaza, 15 menit dari Grand City Mall dan Convention Hall, 45 menit
dari Bandara Internasional Juanda, dan 20 menit dari Stasiun Kereta Api Gubeng.
Berdasarkan
brosur Hotel Majapahit yang brief history,
dijelaskan dengan gamblang bahwa hotel ini adalah milik Lucas Martin Sarkies.
Peletakan batu pertama dalam pembangunan hotel ini dilakukan oleh Eugene, anak
laki-laki Lucas Martin Sarkies, pada 1 Juni 1910. Perlu diketahui bahwa Sarkies
Bersaudara adalah pebisnis asal Iran yang membangun bisnis perhotelan di Asia
Tenggara pada akhir abad ke-19. Mereka adalah Martin Sarkies, Tigran Sarkies,
Aviet Sarkies, dan Arshak Sarkies. Keempatnya membangun Eastern & Oreinetal
Hotel di Penang, Malaysia pada 1880, Raffles Hotel di Singapura pada 1887, dan
Strand Hotel di Burma pada 1901.
Lucas Martin Sarkies, anak laki-laki dari Martin Sarkies, melanjutkan tradisi keluarga dengan membuka Hotel Oranje di Surabaya pada 1911. Lucas lahir di New Jaya, Teheran, Iran pada 1876. Saat usianya 11 tahun, Lucas pindah ke Hindia Belanda, dan menetap di Surabaya. Ia menikah dengan sosialita Belgia, Charlotte Heyligers, pada 1896.
Pada
1900 Lucas Martin Sarkies membeli tanah seluas 1.000 m² di Jalan Tunjungan untuk mengikuti
jejak ayahnya membangun hotel mewah. Dia menyewa desainer terkenal Alfred
Bidwell untuk membangun hotel bergaya Art
Nouveau Kolonial Belanda. Pembangunan hotel tersebut menghabiskan 500.000
gulden, dan peresmiannya dibuat dengan acara yang meriah pada 1911. Nama Oranje
yang disematkan untuk nama hotel milik Lucas Martin Sarkies ini, mengambil dari
nama pahlawan Belanda yang bernama Willem van Oranje, yang bertujuan untuk
mengabadikan namanya.
Antara
tahun 1923 sampai tahun 1926 dilakukan renovasi pada hotel tersebut dengan
melebarkan dua bangunan sayap yang terdapat di sebelah kanan dan kiri bangunan
utama. Pada tahun 1931 di depan pintu masuk lama sebagian ruang masuk yang baru
dibangun dalam gaya Art Deco oleh
arsitek Prof. Ir. Charles Prosper Wolff Schoemaker. Gaya Art Deco merupakan langgam yang menggunakan ornamen-ornamen
historikal dan tradisional, sehingga Art
Deco bisa dikatakan sebagai langgam yang memiliki muatan lokal. Setiap
negara yang menerima langgam Art Deco
selalu mengembangkannya sendiri-sendiri. Art
Deco di suatu tempat akan berbeda dengan Art Deco di tempat lain, namun secara keseluruhan mereka memiliki
semangat yang sama yaitu keterbukaan pada sesuatu yang baru, sehingga karya Art Deco hampir selalu inovatif dan
eksperimentatif.
Kemudian pada tahun 1936 lobi bergaya Art Deco diperluas dan diresmikan oleh Pangeran Leopold III dan Putri Astrid dari Belgia serta bintang film terkenal Charlie Chaplin yang ditemani istrinya, aktris Paulette Goddard, serta Joseph Conrad, seorang novelis berdarah Inggris-Polandia.
Pada waktu
Jepang menguasai Hindia Belanda pada tahun 1942, Hotel Oranje diambil alih oleh
Tentara Dai Nippon dan namanya diganti menjadi Hotel Yamato. Kemudian selain
itu, Hotel Yamato juga dijadikan markas bagi Tentara Dai Nippon di Surabaya.
Menjelang
Jepang menduduki Hindia Belanda, Lucas Martin Sarkies meninggal dunia di
Lawang, Malang pada 1941. Sedangkan, istrinya meninggal saat berada di kamp Jepang
di Jawa Tengah pada 1945, dan pada tahun itu juga Belanda yang dibantu Sekutu
berhasil menguasai Surabaya. Kemudian pada 19 September 1945, Belanda berusaha
mengibarkan bendera negaranya di Hotel Yamato. Hal ini memicu kemarahan rakyat
dan pemuda yang meminta agar bendera diturunkan. Pemuda S. Kasman bersama-sama
dengan pimpinan Pemuda Republik Indonesia (PRI) yaitu Roeslan Abdoelgani dan
Sumarsono berhasil menggerakkan massa rakyat untuk datang ke Jalan Tunjungan.
Pemuda
Kusno (pegawai kantor Kabupaten Surabaya) dengan segala rintangan dan ancaman
dari pihak Belanda maupun serdadu Jepang mampu naik ke atas lalu menyobeknya
dan menaikkannya kembali yang hanya tinggal merah putih dalam ukuran yang tidak
seimbang. Dari pihak Belanda yaitu Plugman tewas, tubuhnya robek-robek bekas
tusukan senjata logam.
Akibat insiden perobekan bendera Belanda yang dilakukan oleh rakyat dan pemuda dengan semangat heroiknya, nama hotel diganti menjadi Hotel Merdeka.
Pada 1946
Sarkies bersaudara berusaha menguasai hotel ini, dan mengganti namanya menjadi
Hotel L.M.S, singkatan dari Lucas Martin Sarkies. Penggantian nama ini memang
untuk mengenang sang pendiri hotel ini, Lucas Martin Sarkies.
Pada 1969
terjadi pergantian kepemilikan lagi. Mantrust Holding Co. Menjadi pemilik baru
dan mengganti nama hotel dengan nama kerajaan besar yang pernah ada di Tanah
Jawa ini, yaitu Majapahit. Kemudian pada 1993 Mandarin Oriental Group yang
bergabung dengan Sekar Group, membeli hotel ini dan menganggarkan US$35 juta
untuk renovasi selama tiga tahun hingga selesai.
Pada 1996
hotel diluncurkan ulang di bawah bendera Mandarin Oriental dengan nama Mandarin
Oriental Hotel Majapahit, dan menerima penghargaan pelestarian arsitektur serta
menjadi National Heritage landmark of
Indonesia.
Sepuluh
tahun kemudian, Hotel Majapahit tak lagi dikelola oleh Mandarin Oriental Group.
Pada 2006 CCM Group, salah satu perusahaan besar di Indonesia, mengambil alih
hotel tersebut dan namanya dikembalikan menjadi Hotel Majapahit lagi.
Pada waktu
dibangun, Hotel Majapahit berdiri di atas lahan yang luasnya hanya 1.000 m².
Namun, seiring perkembangan bisnis hotel tersebut, hotel ini mengalami beberapa
renovasi dan sekaligus menambah luas lahannya. Luas bangunan Hotel Majapahit pada
saat ini adalah 19.408 m² yang berdiri di atas lahan seluas 19.205 m² yang
terdiri atas dua lantai.
Sejak
dilakukan renovasi secara menyeluruh pada tahun 2009 untuk menyesuaikan dengan
kebutuhan modern, Hotel Majapahit dengan fasilitas bintang 5 ini tetap
mempertahankan sebagai hotel yang bernuasa heritage.
*** [030215]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar