Di
sela-sela waktu luang dalam melakukan Quick
Survey Pemanfaatan Dana Desa, saya berkesempatan mengunjungi sebuah
bangunan klenteng di Tulungagung. Klenteng tersebut bernama Tempat Ibadah Tri
Dharma Tjoe Tik Kiong, atau biasa disebut dengan Klenteng Tjoe Tik Kiong. Klenteng
ini terletak di Jalan Wage Rudolf Supratman No. 10 Kelurahan Kampungdalem,
Kecamatan Tulungagung, Kabupaten Tulungagung, Provinsi Jawa Timur. Lokasi
klenteng ini berada di sebelah utara Hotel Panorama Tulungagung, dan menghadap
ke arah Sungai Ngrowo.
Awalnya,
bangunan klenteng ini masih sederhana. Didirikan tepat di depan Pasar Wage
berbentuk menyerupai pendopo. Namun,
pada tahun 1865 klenteng tersebut dipindahkan ke sebelah utara dengan menempati
lahan yang luasnya sekitar 6.000 m². Pada waktu dipindahkan, bangunan
klenteng ini juga belumlah semegah sekarang. Pembangunannya bertahap seiring
terkumpulnya dana dari orang-orang Tionghoa yang merantau dan bermukim di
Tulungagung.
Kala itu, orang-orang Tionghoa generasi pertama yang menetap di Tulungagung memang berasal dari Tiongkok. Mereka ke Tulungagung guna berdagang melalui Sungai Brantas yang ada di Surabaya kemudian menyusuri hingga sampai bertemu dengan Sungai Ngrowo. Pada saat itu, di daerah Tulungagung Sungai Ngrowo merupakan sungai yang penting sebagai jalan lalu lintas yang menghubungkan daerah sebelah selatan dengan daerah sebelah utara.
Sebelum
memasuki bangunan utama klenteng, terdapat sebuah gerbang (shan men) dengan ornamen khas Tiongkok. Hanya saja, ornamen yang
ada di atas gerbang tersebut tergolong tidak lazim seperti ornamen yang
terdapat pada klenteng-klenteng yang ada di Indonesia. Di bagian atas gerbang
pada Klenteng Tjoe Tik Kiong ini terdapat hiasan dua ekor ikan berkepala naga
yang saling berhadapan, mengapit huo zhu
(mutiara bola api milik Sang Buddha). Konon, ikan yang menjadi hiasan di atas
gerbang tersebut berkaitan dengan sejarah awal dibangunnya klenteng ini. Karena
dulunya lokasi tempat dibangunnya klenteng ini merupakan daerah rawa yang
banyak dihuni oleh ikan. Akhirnya, untuk mengenang tempat awal didirikannya
klenteng tersebut, digunakanlah ikan sebagai hiasan di Klenteng Tjoe Tik Kiong.
Setelah
melewati shan men, pengunjung akan
melewati halaman depan klenteng yang cukup luas yang sudah dipasangi paving block. Di halaman depan sebelah
kiri terdapat tempat pembakaran kertas (kim
lo) berbentuk pagoda. Di depan bangunan utama klenteng terlihat kie kwa,
menara tiang bendera berwarna merah yang dulu berfungsi sebagai penunjuk bagi
arah nelayan bila sedang melewati rawa-rawa yang begitu luas.
Bangunan utama Klenteng Tjoe Tik Kiong terbagi menjadi 3 ruangan. Ruang pertama yang menempati bagian depan dipergunakan untuk membakar hio. Di situ terdapat banyak lilin dari berbagai ukuran. Seperti bangunan klenteng pada umumnya, pada atap ruangan pertama terdapat beberapa ornamen. Akan tetapi, untuk klenteng ini memiliki ornamen yang berbeda. Di atas atap ruang pertama, terlihat di tengah-tengah ada pagoda yang diiringi oleh dua huo zhu dan dua xing long (naga berjalan). Pada ruang pertama ini terdapat altar untuk persembahyangan kepada Hok Tek Tjeng Sien (Dewi Bumi) dan Ka Lam Ya. Ka Lam Ya adalah salah satu ‘malaikat pintu’ versi Buddha yang sering digambar (berpakaian perang lengkap dengan membawa kampak sebagai senjatanya) di daun pintu bersama-sama Wie Tho (berpakaian perang dengan membawa gada penakluk iblis), sebagai pelindung bangunan-bangunan suci atau klenteng.
Ruang
kedua yang berada di bagian tengah diperuntukkan untuk melakukan sembahyang
kepada Kwan She Im Pho sat (Dewi Welas Asih), Kong Tek Cun Ong (Raja Mulia yang
memberi berkah berlimpah), dan Co Su Kong (Dewa yang berwajah hitam dari Cadas
Air Jernih). Sedangkan, ruang ketiga yang berada di bagian belakang digunakan
untuk tempat kebaktian. Di klenteng ini, yang menjadi dewa utama adalah Mak Co
Thian Siang Seng Bo. Mak Co Thian Siang Seng Bo merupakan Dewi Laut, penolong
para pelaut serta pelindung etnis Tiongkok di wilayah selatan dan imigran di
Asia Tenggara.
Pada
1979 klenteng ini mengalami renovasi bangunan dan melakukan peninggian 1 sampai
2 m karena lokasi klenteng sering mengalami kebanjiran. Setelah renovasi
selesai maka dilanjutkan dengan pembangunan gedung olahraga bola basket dan
gedung olahraga bulutangkis pada Juli 1983.
Klenteng
Tjoe Tik Kiong yang merupakan klenteng megah dan besar di Tulungagung, terlihat
terpelihara bangunannya. Hal ini tidak terlepas dari peran orang Tionghoa di
Tulungagung yang masih peduli akan keberadaan Tempat Ibadah Tri Dharma ini,
bahkan di lahan samping klenteng juga dibangun Aula untuk olahraga agar bisa
memperkenalkan generasi muda kepada klenteng, sebagai warisan budaya para
leluhurnya. *** [220116]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar