Pura Pakualaman merupakan yang termuda dari keempat kraton yang berada di Jawa Tengah. Seperti halnya dengan sub-wilayah Mangkunegaran di Solo, yang didirikan oleh dinasti Paku Buwono yang lebih muda, Pakualaman adalah kerajaan terpisah di dalam wilayah kekuasaan Yogyakarta. Walaupun terpisah dan merdeka mereka tetap mengakui kesenioran Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat.
Pemerintah kolonial Inggris banyak berperan dalam membangun Pura Pakualaman. Masa pemerintahan Inggris yang singkat di Hindia Belanda (1811-1815) terjadi pada saat timbulnya anti-kedatangan penjajah di kerajaan Yogyakarta dan Surakarta. Dengan harapan agar kekuatan Kraton Yogyakarta melemah, Gubernur Inggris, Thomas Stamford Raffles, menggunakan kesempatan untuk turut campur dalam pertikaian yang berkepanjangan antara Hamengku Buwono II, pemimpin gerakan anti-kolonial, dan anaknya, Hamengku Buwono III. Raffles, kemudian menyerang Kraton Yogyakarta, dan dengan bantuan paman Sultan, Pangeran Natakusuma, menyingkirkan Hamengku Buwono II dan mengangkat Hamengku Buwono III.
Atas bantuan Pangeran Natakusuma dan untuk mengurangi kekuatan Kraton Yogyakarta, pada tahun 1813, Raffles membuat pemerintahan kedua di Yogyakarta, lalu mengangkat Pangeran Natakusuma sebagai kepala pemerintahan dengan gelar Sri Paduka Paku Alam I.
Paku Alam I membangun pusat pemerintahan tidak jauh di sebelah timur Kraton Yogyakarta. Seperti Pura Mgnkunegaran di Solo, Pura Pakualaman menghadap ke selatan melambangkan pernghormatan terhadap kraton utama. Seperti ketiga kraton lainnya, Pura Pakualaman mempunyai kompleks yang dikelilingi tembok tinggi dan kokoh.
Pemerintah Inggris, selain memberi daerah kraton dan tanah sekitarnya, juga memberi bantuan keuangan setiap bulannya untuk keperluan prajurit Paku Alam I, yang berada di bawah kekuasaan Inggris. Tempat pelatihan prajurit (alun-alun), terletak di luar tembok kraton dan terbuka ke jalan umum. Tempat ini dipakai untuk lapangan olahraga umum dan pasar. Keramaian di luar kraton sangat berbeda dengan suasana ketenangan di dalam kraton.
Sebelum menjadi Paku Alam I, beliau sangat tekun mempelajari kebudayaan dan kesusatraan Jawa sehingga dia disebut sebagai peletak dasar kebudayaan Jawa di dalam Kraton Yogyakarta. Beliau juga mempelajari politik dan hokum suatu negara kerajaan. Ketika memimpin pemerintahan sendiri, beliau memelopori pengembangan kultur, dan memberi sendiri pelajaran ilmu pengetahuan dan tata negara kepada para pangeran dan ratu. Beliau juga mendatangkan guru-guru pelajaran agama dan kesusastraan. Paku Alam I sangat tertarik dan mendukung kebudayaan, pendidikan, dan kesenian sebagai landasan dasar untuk menunjang pengembangan gaya Pakualaman dalam hal perayaan dan pertunjukan kesenian, terutama tari-tarian.
Pura Pakualaman sekarang didiami oleh Paku Alam VIII, yang sekarang ini menjadi Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Kraton terbagi menjadi tiga bagian, dengan tata letak yang berderetan. Hanya bagian pertama terdiri atas Pendopo, atau disebut Bangsal Sewotomo, taman bagian luar, dan kantor administrasi, yang terbuka untuk umum. Di sebelah kanan Pendopo, terdapat bangunan pavilyun aneh, yang di antara ujung atapnya berdinding dengan bentuk segi tiga, berhiaskan ukiran kayu yang detil, berbentuk rumah musim panas Eropa, dan dikelilingi taman yang indah.
Di tempat bekas penyimpanan kereta, di dekat gerbang utama kraton terdapat museum kecil yang berisi pakaian seragam militer, kostum tari, wayang, gamelan, dan gambar para pemimpin Pakualaman yang sebelumnya. Di ruang terpisah terdapat kereta-kereta kerajaan, termasuk sebuah kereta yang terbaik, yang baru-baru ini direnovasi. Kereta ini diberikan kepada Paku Alam oleh Thomas Stamford Raffles I pada tahun 1814. ***
Sumber:
Buku Kratons of Java. Funds for this publication were made available through the American Express Foundation’s philanthropic program.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar