The Story of Indonesian Heritage

  • Istana Ali Marhum Kantor

    Kampung Ladi,Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat)

  • Gudang Mesiu Pulau Penyengat

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Benteng Bukit Kursi

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Kompleks Makam Raja Abdurrahman

    Kampung Bulang, Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

  • Mesjid Raya Sultan Riau

    Kelurahan Penyengat, Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota Tanjungpinang, Kepulauan Riau [Pulau Penyengat]

Tampilkan postingan dengan label Jember Heritage. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Jember Heritage. Tampilkan semua postingan

Stasiun Kereta Api Gumuk Mas

Stasiun Kereta Api Gumuk Mas (GM) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Gumuk Mas, merupakan salah satu stasiun kereta api yang berada di bawah manajemen  PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 9 Jember yang berada pada ketinggian + 10 m di atas permukaan laut.
Stasiun ini terletak di Dusun Kebonan RT. 01 RW. 01 Desa Purwoasri, Kecamatan Gumukmas, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Lokasi stasiun ini berada di sebelah utara BRI Unit Gumukmas ± 400 meter.

   
Stasiun Gumuk Mas (Foto: Harista Weni Jayanti)

Bangunan Stasiun Gumuk Mas ini merupakan bangunan peninggalan masa Hindia Belanda. Pembangunan stasiun ini dilaksanakan bersamaan dengan pembangunan jalur rel kereta api Lumajang-Kencong-Balung sepanjang 42 kilometer. Pelaksanaan proyek tersebut dikerjakan oleh perusahaan kereta api milik pemerintah Hindia Belanda, Staatsspoorwegen (SS), pada tahun 1928, yang dikenal dengan O/L-2 (Oosterlijnen-2).
Oosterlijnen-2 ini menunjukkan pembangunan jalur kereta api di Jawa untuk jalur lintas bagian timur yang kedua. Biasanya berfungsi untuk menyambungkan sebuah daerah tersebut ke daerah lainnya yang telah dilalui O/L-1.


Stasiun Gumuk Mas dari samping (Foto: Harista Weni Jayanti)

Proyek jalur rel Lumajang-Kencong-Balung ini merupakan pembangunan jalur rel kereta api terakhir yang dilakukan oleh SS. Jalur Oosterlijnen milik SS ini mendominasi area jalur kereta api di Jawa Timur (terutama wilayah selatan dan timur) dan sedikit di wilayah timur Jawa Tengah. Selain itu, jalur rel Lumajang-Kencong-Balung ini diciptakan oleh Pemerintah Hindia Belanda karena daerah di sekitar jalur tersebut merupakan areal perkebunan tebu yang sangat luas. Dulu dari Stasiun Gumuk Mas, tebu tersebut diangkut oleh kereta api menuju pabrik gula di Kencong. Komoditas tambahan yang diangkut dari daerah selatan ini adalah beras dan tembakau.


Menjadi kebun Sengon (Foto: Harista Weni Jayanti)

Pada masa Hindia Belanda stasiun ini cukup ramai aktivitas pengangkutan penumpang manusia maupun komoditas perkebunan seperti tebu, beras dan tembakau. Setelah Hindia Belanda merdeka menjadi Indonesia, jalur ini masih sempat bertahan untuk digunakan sebagai aktivitas lalu lintas kereta api kemudian sedikit demi sedikit mulai meredup. Pamornya mulai kalah dengan moda transportasi darat lainnya, seperti colt maupun bus. Akhirnya, Stasiun Gumuk Mas resmi berhenti pada tahun 1975.
Meski bangunan bekas Stasiun Gumuk Mas ini masih tampak berdiri kokoh, sejatinya bangunannya mulai terlantar. Banyak coretan-coretan di temboknya, dan ada atapnya yang mulai bocor karena gentengnya ada yang mlorot. Kini bangunan itu tertutup oleh tanaman Sengon dan Jati Mas oleh masyarakat setempat, dan di dekatnya juga ada kandang sapi milik warga.
Dulu, stasiun ini memiliki 2 jalur rel di mana jalur 1 digunakan sebagai sepur lurus, ke arah barat menuju Stasiun Kencong dan yang ke timur menuju ke Stasiun Balung. Sedangkan, jalur 2 digunakan sebagai transit kereta api manakala terjadi persilangan atau persusulan antarkereta api.
Bila dibiarkan terus-menerus, bangunan bekas Stasiun Gumuk Mas ini akan roboh dengan sendirinya, dan tentunya akan hilang dari sejarah. Ironi memang, bangunan stasiun kereta api yang termasuk dibangun oleh SS diakhir proyeknya di Pulau Jawa malah lebih duluan non aktifnya atau tidak beroperasi lagi. *** [160518]

Fotografer: Harista Weni Jayanti

Share:

Stasiun Kereta Api Rambipuji

Stasiun Kereta Api Rambipuji (RBP) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Rambipuji, merupakan salah satu stasiun kereta api yang berada di bawah manajemen  PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 9 Jember yang berada pada ketinggian + 52 m di atas permukaan laut, dan merupakan stasiun kelas II.
Stasiun ini terletak di Jalan Dharmawangsa, Desa Rambigundam, Kecamatan Rambipuji, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Lokasi stasiun ini berada di sebelah barat Bank Arta Guna.
Bangunan Stasiun Rampipuji ini merupakan bangunan peninggalan masa Hindia Belanda. Pembangunan stasiun ini diperkirakan bersamaan dengan pembangunan jalur rel kereta api dari Klakah-Jatiroto-Rambipuji-Jember yang dikerjakan oleh perusahaan kereta api milik pemerintah di Hindia Belanda, Staatsspoorwegen, pada tahun 1897. Jalur tersebut merupakan bagian dari proyek jalur kereta api di Jawa untuk line menuju bagian timur (oosterlijnen) sepanjang 62 kilometer.


Awalnya, bangunan stasiun ini masih sederhana. Namun setelah terhubung dengan Stasiun Balung yang kemudian lanjut ke Stasiun Lumajang pada tahun 1928, selang dua tahunnya bangunan Stasiun Rambipuji diperbesar seperti sekarang ini. Dulu, dari Stasiun Balung jalur kereta api mengalami percabangan. Yang arah tenggara menghubungkan ke Stasiun Ambulu, dan yang ke selatan terhubung dengan Stasiun Puger yang berada dekat Laut Selatan (Samudera Indonesia. Akan tetapi, jalur tersebut sejak tahun 1988 sudah tidak aktif lagi, termasuk juga jalur yang ke Stasiun Lumajang hingga menuju Klakah juga sudah dinonaktifkan.
Stasiun ini memiliki 5 jalur. Jalur 1 dan 2 digunakan sebagai jalur untuk persilangan kereta api, dan jalur 3 digunakan sebagai jalur sepur lurus. Sedangkan, jalur 4 dan 5 dulunya pernah digunakan peti kemas. Namun sekarang, fasilitas untuk peti kemas tersebut sudah tidak ada lagi.
Stasiun Rambipuji masih dikatakan beruntung karena masih terdapat aktivitas dalam menaikkan maupun menurunkan pernumpang. Sehingga, suasana stasiun terasa hidup manakala ada kereta api yang berhenti maupun melanjutkan perjalanan dari stasiun ini.  *** [090814]

Share:

Kawasan Wisata Rembangan

Pada awalnya Jember merupakan wilayah afdeling Bondowoso. Kemudian pada tanggal 9 Januari 1883 keluarlah besluit dari pemerintah tentang ditetapkannya Jember sebagai regentschap yang berdiri sendiri lepas dari afdeling Bondowoso. Hal ini disebabkan oleh adanya kapitalisasi dari perusahan perkebunan partikelir yang mencoba mendirikan perusahaannya di Jember.
Kondisi ini menyebabkan banyak orang Eropa menetap dan mengembangkan perkebunan di daerah Jember. Orang-orang Belanda yang menetap di Jember, banyak yang menjadi pejabat dan pegawai (ambtenaar) di daerah Jember. Mereka menetap di permukiman orang-orang Eropa sekitar alun-alun sebagai pusat permukiman mereka.


Untuk mengatasi rasa jenuh dan kepenatan akibat bekerja, mereka memerlukan sarana rekreasi yang cukup baik dan representatif. Orang-orang Eropa menyukai pemandangan yang sejuk dan asri. Oleh karena itu, pada zaman kolonial Belanda dibangunlah sarana rekreasi di kawasan lereng Gunung Argopuro atau pegunungan Rembangan dengan fasilitas hotel dan pemandian yang dikenal dengan kawasan wisata Rembangan.
Kawasan wisata Rembangan terletak di Desa Kemuning Lor, Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Lokasi kawasan wisata ini berjarak sekitar 8 kilometer ke arah utara dari Kota Jember.
Berdasarkan catatan historis yang ada, kawasan wisata Rembangan merupakan peninggalan Belanda yang dibangun oleh Hofstide pada tahun 1937. Dengan ketinggian sekitar 650 di atas permukaan laut menyebabkan udara di kawasan tersebut sejuk dan airnya jernih. Setiap hari libur orang-orang Eropa berekreasi di Rembangan untuk menghilangkan rasa jenuh pada masa itu.


Dengan mengajak keluarganya, orang-orang Eropa bisa menghirup udara segar dengan pemandangan pegunungan yang indah dan asri serta Kota Jember dari restoran yang berarsitektur khas. Mereka juga bisa berenang di kolam renang yang bisa diakses dari restoran menuju ke bawah melalui anak tangga yang sudah tersedia.
Sekarang ini, kawasan wisata Rembangan menjadi obyek wisata pegunungan dan agrowisata yang cukup terkenal di daerah Jember. Laiknya Selecta di kawasan wisata Kota Batu, Malang, kawasan wisata Rembangan tak kalah eloknya dalam menawarkan panorama yang menawan. Tidak hanya itu, fasilitas obyek wisata Rembangan pun semakin lengkap. Adanya hotel kelas melati, playground, lapangan tenis dan lahan untuk camping, semakin mengundang minat bagi siapa pun yang ingin rehat di Rembangan.
Dengan suhu antara 18 sampai 25 derajat, di sekitar obyek wisata Rembangan terdapat perkebunan kopi, perkebunan buah naga dan pusat penelitian anggrek yang dikelola oleh Politeknik Negeri Jember. Ke bawah sedikit, melewati jalan yang sedikit meliuk terdapat peternakan sapi perah. Biasanya di sekitar kandang sapi tersebut, ada orang yang menjual susu sapi murni.
Sehingga, berwisata ke Rembangan ini sebenarnya mendapat berbagai keuntungan. Wisatawan bukan sekadar menikmati panorama pegunungan, agrowisata akan tetapi yang tak kalah pentingnya adalah juga bisa menikmati wisata heritage yang masih dapat disaksikan di sini. *** [130814]
Share:

Rumah Sakit Jember Klinik

Kehadiran sejumlah perusahaan perkebunan partikelir, seperti De Landbouw Maatschappij Soekowono milik Fransen van de Putte, De Landbouw Maatschappij Jelboek milik Du Ry van Best Holle dan Geertsma, De Landbouw Maatschappij Soekerto Ajong milik keluarga Baud, dan De Landbouw Maatschappij Oud Djember milik George Birnie, telah membawa perubahan tersendiri di daerah Jember. Kapitalisasi perkebunan perkelir pada masa itu menjadikan Jember menuju kota industri perkebunan.
Konsekuensinya, berbagai perusahaan perkebunan partikelir tersebut terlibat dalam proses pembangunan sarana dan prasarana guna mendukung suatu operasionalisasi perusahaan perkebunan. Salah satunya adalah De Landbouw Maatschappij Oud Djember (LMOD) yang berusaha keras untuk mewujudkan pembangunan sarana dan prasarana tersebut. Sebagai perusahaan perkebunan terkemuka pada tahun 1880 sampai tahun 1890, LMOD telah memulai membangun jalan yang menghubungkan kantor pusatnya di Jember dengan perkebunan di Mayang, Wuluhan, Tanggul dan Puger.
Tidak hanya itu, LMOD bahkan juga mendirikan rumah sakit yang sekarang dikenal dengan nama Rumah Sakit (RS) Jember Klinik.


RS Jember Klinik terletak di Jalan Bedadung No. 2 Kelurahan Jember Lor, Kecamatan Patrang, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Lokasi rumah sakit ini berada di depan Kantor Pengurus Daerah Muhammadiyah Kabupaten Jember.
RS Jember Klinik ini sesungguhnya mempunyai nama resmi RS Perkebunan Jember tapi masyarakat Jember sudah terlanjur akrab dengan sebutan RS Jember Klinik. Hal ini tidak terlepas dari sejarah yang melekat pada rumah sakit tersebut. RS Jember Klinik, dulunya adalah Djemberscheklinik yang menjadi cikal bakal rumah sakit ini.
Djemberscheklinik pertama kali membuka layanannya pada tahun 1910. Kala itu, Djemberscheklinik merupakan klinik yang didirikan oleh LMOD untuk memberikan layanan pengobatan bagi karyawan-karyawannya. Kehadiran Djemberscheklinik ini sekaligus untuk mengubah perilaku kesehatan pekerja perkebunan pribumi dari sistem kesehatan yang masih tradisional menuju sistem kesehatan yang modern sesuai dengan standar Eropa yang pada waktu itu penyakit koleria, malaria maupun disentri kerap menghinggapi karyawan-karyawan perkebunan. Pihak manajemen LMOD yang pada umumnya diisi oleh orang-orang Belanda, menganggap sistem kesehatan tradisional memiliki kekurangan sebagai penjamin kesehatan bagi pekerja perkebunan.
Setelah Indonesia merdeka, semua perusahaan perkebunan tersebut akhirnya dinasionalisasi pada tahun 1956. LMOD pun berubah menjadi PTP XXVII, PTP XXVI dan PTP XXIII di Kabupaten Jember. Kemudian pada 14 Februari 1996, ketiga PTP tersebut melakukan fusi, dan hasil dari peleburan tersebut di bawah naungan PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) X. Termasuk juga RS Jember Klinik, akhirnya menjadi salah satu dari tiga unit bisnis strategis yang dimiliki oleh PTPN X.
Melihat perjalanan historis yang dimiliki, RS Jember Klinik ini merupakan bangunan cagar budaya (BCB) yang perlu dilestarikan keberadaannya karena sarat nilai penting akan sejarah Jember, dan kedepannya bisa dikembangkan menjadi wisata heritage di Kota Jember. *** [130814]

Kepustakaan:
Tri Chandra Ap., 2004, Kota dan Kapitalisme Perkebunan: Jember dalam Perubahan Zaman 1900-1970, dalam makalah di the 1st International Conference on Urban History, Surabaya, August, 23th-25th 2004
www.jember-klinik.co.id
http://ptpn10.co.id/page/unit-usaha
Share:

Menara Air Pasar Tanjung Jember

Secara umum, menara air merupakan tandon penyimpanan air yang menjulang tinggi yang cukup untuk member tekanan pada sistem distribusi air. Karena air merupakan barang kebutuhan vital bagi hajat hidup manusia maka pemenuhan akan air bersih dirasa sangat perlu untuk menyediakan air minum kepada masyarakat. Termasuk juga di wilayah Jember. Menara air yang berada di Kota Jember merupakan salah satu buktinya.
Menara air tersebut terletak di Kelurahan Jember Kidul, Kecamatan Kaliwates, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Lokasi menara ini berada di tengah Pasar Tanjung.


Menara air yang dikenal dengan Menara Air Pasar Tanjung ini, awalnya dikenal dengan sebutan Watertoren te Djember. Menara air ini dibangun oleh Provencial Water Leiding Bedrijf, Perusahaan Daerah Air Minum yang didirikan oleh Pemerintah Belanda (Provencial Oost Java) yang berkedudukan di Surabaya, pada tahun 1932. Kemudian pada tahun 1939 oleh Provencial Oost Java, perusahaan tersebut dijual kepada Regentschap te Djember, dan sejak tahun 1940 perusahaan tersebut berganti nama menjadi Regentschap Water Leiding Bedrijf te Djember yang menjadi cikal bakal Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten Jember.
Menara air didirikan di tempat tersebut, karena pada waktu itu pusat perdagangan sekaligus pusat hiburan masyarakat adalah kompleks Pasar Tanjung sampai Jalan Sultan Agung. Dulu di lokasi tersebut sebagian merupakan Pasar Tanjung, dan sebagian lagi adalah terminal lama Jember. Namun, hanya Pasar Tanjung yang masih bisa disaksikan sampai sekarang, sedangkan terminal lamanya sudah menghilang.
Kini, menara air ini bukan sekadar menyediakan air bersih kepada masyarakat melalui sistem perpipaan, melainkan juga menjadi salah satu maskot atau ikon yang ada di Kota Jember. Menara air peninggalan Belanda ini menjadi heritage yang masih meninggalkan jejak berupa bangunan menjulang tinggi yang kokoh dan khas. *** [130814]
Share:

Masjid Jamik Al Baitul Amien

Berkeliling alun-alun Kota Jember memberi kesan filosofis tersendiri. Sebagai salah satu ciri pusat kota maupun pusat pemerintahan di Jawa, alun-alun menjadi simbol akan eksistensi sebuah daerah tersebut di mana lazimnya di sekitarnya dibangun gedung pemerintahan maupun masjid. Termasuk juga Jember, di mana di sebelah selatan alun-alun terdapat Kantor Bupati Jember, dan di sebelah barat alun-alun berdiri masjid yang memiliki arsitektur yang khas.
Masjid tersebut adalah Masjid Jamik Al Baitul Amien, yang terletak di Jalan Sultan Agung No. 2 Kelurahan Kepatihan, Kecamatan Kaliwates, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Lokasi masjid ini berseberangan jalan dengan lokasi Masjid Jamik Al Baitul Amien yang baru.
Berhubung terdapat dua bangunan masjid yang mempunyai nama yang sama, yaitu Masjid Jamik Al Baitul Amien, sesuai dengan fokus dalam Kekunaan maka yang akan dibicarakan di sini adalah Masjid Jamik Al Baitul Amien yang lama yang menghadap ke Jalan Kartini. Dulu, lokasi masjid ini merupakan pendopo Distrik Jember masa Hindia Belanda. Kemudian atas inisiatif Patih Jember kala itu, Raden Pandji Koesoemonegoro, bangunan pendopo yang dibangun sebelum tahun 1883 tersebut dibongkar dan di atasnya didirikan Masjid Jamik yang pertama di Jember pada 19 Desember 1894.
Setelah dinaikkan statusnya menjadi kabupaten, Jember memiliki seorang bupati untuk kali pertamannya, yaitu Raden Tumenggung Ario Notohadinegoro, yang diangkat pada tanggal 17 September 1928. Pada tahun itu pula, Notohadinegoro menyatakan bahwa arah kiblat Masjid Jamik Jember tersebut dianggap salah atau tidak tepat. Kemelesetan arah mengalami penyimpangan sekitar 24 derajat.


Berdasarkan pertimbangan akan kekeliruan arah kiblat tersebut, Bupati Notohadinegoro memprakarsai pemugaran masjid yang telah ada sebelumnya. Lalu, pada awal Maret 1936, Patih Jember Atmosoedirdjo ditunjuk untuk mengepalai dalam pemugaran masjid tersebut. Dengan dibantu Wedana Kota, dan para penghulu, Patih Jember mengumpulkan para ulama yang ada di Jember kala itu untuk berbagi peran dalam pembangunan masjid tersebut.
Masjid lama dibongkar dan diratakan dengan tanah. Peletakkan batu pertama dalam pembangunan masjid yang baru kala itu pada tanggal 22 Maret 1936, dan dapat diselesaikan sesuai kontrak dengan kantor arsitek Soegarda dalam jangka waktu 6 (enam) bulan karena banyaknya dukungan yang mengalir dalam pembangunan masjid tersebut, diantaranya dari pihak NV. Landbouw Maatschappij Oud Djember (NV. LMOD).
Masjid yang berdiri di atas sebidang tahah Eigendom verponding No. 981dengan luas 2.760 m² ini memiliki ketinggian 20 meter. Menurut berita dari Koran Soerabaiasch Handelsblad, Dinsdag – 28 April 1936 yang berjudul “Djember Nieuwe Moskes” yang telah diterjemahkan oleh Y. Setiyo Hadi, gaya arsitektur bangunan masjid tersebut merupakan gabungan atau kombinasi dari yang lama dan model yang baru. Bagian depan masjid sampai kantor disebut dengan Mozes-Stijl (Gaya Musa), sedangkan bagian samping (sisi utara, ruang utama) memakai Dudok-Stijl (Gaya Dudok).
Masjid ini pernah mengalami renovasi pada tahun 1939 dan 1973, akan tetapi dari pemugaran Masjid Jamik yang kedua ini sampai sekarang masih mempertahankan bentuk aslinya. Masjid ini sekarang dikelola oleh Yayasan Masjid Jamik Al Baitul Amien berdasarkan akta notaris No. 97  Tahun 1993 jo No. 22 Tahun 1976.
Seiring perkembangan Kota Jember, Masjid Jamik ini dirasa sudah tidak mampu lagi menampung jamaah di kala hari Jumat. Hampir setiap Jumat, jamaahnya meluber sampai berada di bawah pohon asam di timur Jalan Kartini. Akhirnya, timbul gagasan untuk memperluas masjid ini. Namun, karena keterbatasan lahan dan sudah tidak bisa diperluas lagi, maka dibangunlah Masjid Jamik yang baru di seberang jalan dari Masjid Jamik lama pada tahun 1976.
Sekarang, Masjid Jamik yang lama sudah tidak digunakan lagi untuk jamaah secara umum. Masjid ini sekarang menjadi masjid untuk beribadah bagi peserta didik dari sekolah yang dikelola oleh Yayasan Masjid Jamik Al Baitul Amien yang berada satu halaman dengan Masjid Jamik lama. *** [100814]

Kepustakaan:
https://id-id.facebook.com/baitulamin/info
http://tentangkotajember.blogspot.com/2013/07/pembangunan-masjid-jamik-lama-jember-di.html
Share:

Gedung BPKA Jember

Bangunan berwarna putih dengan arsitektur khas senantiasa mengundang mata bagi siapa pun yang melintas jalan di sebelah selatan alun-alun Kota Jember. Itulah kompleks bangunan perkantoran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jember.
Di dalam kompleks kantor Pemkab Jember itu terdapat beberapa bangunan yang digunakan untuk menjalankan pemerintahan dan pelayanan dari Pemkab Jember. Dari sekian bangunan yang ada di kompleks tersebut, terdapat sebuah bangunan yang memiliki ciri tersendiri dengan atap yang bermenara. Bangunan tersebut adalah gedung Kantor Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset (BPKA) Kabupaten Jember.
Gedung BPKA ini terletak di Jalan Ahmad Yani No. 2 Kelurahan Kepatihan, Kabupaten Kaliwates, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Lokasi gedung ini ada dalam satu lingkungan dengan kompleks perkantoran Pemkab Jember yang berada di selatan alun-alun Kota Jember.


Awalnya, gedung BPKA ini adalah Kantor Pemkab Jember yang lama. Setelah diresmikan menjadi Regentschap tahun 1929 di kantor inilah untuk pertama kalinya Raden Tumenggung Ario Notohadinegoro, Bupati pertama Jember, mengendalikan pemerintahannya. Gedung ini juga pernah menjadi Kantor DPRS sekaligus menjadi Kantor Pemkab.
Gedung yang memiliki atap mirip dengan atap gedung Rumah Sakit (RS) Jember Klinik milik PTPN X ini pernah mengalami kebakaran. Namun, masih bisa diselamatkan sesuai aslinya dalam renovasi yang dilakukan.
Perjalanan panjang yang bertalian erat dengan sejarah Jember membuat gedung BPKA ini dianggap sebagai salah satu produk heritage yang ada di Jember. Konsekuensinya, menurut Peter Horward, gedung tersebut menjadi sesuatu yang ingin diselamatkan orang. Hal ini selaras dengan pasal-pasal yang termaktub di dalam UU No. 11 Tahun 2010 yang juga member penegasan bahwa bangunan cagar budaya (BCB) perlu dilestarikan keberadaannya karena sarat nilai penting akan sejarah. *** [140814]
Share:

Jember Cineplex

Jember Cineplex merupakan salah satu gedung bioskop yang sampai saat ini masih bertahan dan beroperasi di Kota Jember. Hal ini tidak lepas dari kemampuan pihak manajemen dalam menjaga  serta selalu meningkatkan kualitasnya sebagai salah satu usaha jasa hiburan terbaik di Kota Jember untuk memberikan kepuasan terhadap pengunjungnya.
Jember Cineplex terletak di Jalan Gatot Subroto No. 37 Kelurahan Kepatihan, Kecamatan Kaliwates, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Lokasi gedung bioskop ini tidak begitu jauh dari alun-alun Kota Jember.
Awalnya, gedung Jember Cineplex ini merupakan Bioskop Ambassador yang pembukaannya pada tanggal 15 Maret 1952. Kemudian pada tahun 1960, Presiden Soekarno memerintahkan pergantian semua nama yang menggunakan nama asing. Karena itu, Bioskop Ambassador pun berganti nama menjadi Bioskop Duta. Kemudian berubah menjadi Bioskop Kusuma, terus berubah lagi menjadi Bioskop New Kusuma, dan yang terakhir berganti nama menjadi Jember Cineplex hingga saat ini.


Kendati Bioskop Ambassador bukanlah merupakan bioskop yang pertama di Kota Jember, akan tetapi ceritera mengenai bioskop ini masih membekas di masyarakat Jember bila dibandingkan dengan Bioskop Rex dan Bioskop Cathay. Bioskop Rex yang merupakan bioskop pertama di Kota Jember, gedungnya telah berubah menjadi Toko Sumber Kasih, sedangkan Bioskop Cathay yang merupakan bioskop kedua di Kota Jember, gedungnya sekarang menjadi gedung Telkom (samping Masjid Jami’ Al Baitul Amien).
Menurut Tri Chandra Aprianto (2011), gedung Bioskop Ambassador pada tanggal 10 Desember 1958 pernah dijadikan sebagai tempat berkumpul semua pimpinan dan karyawan berbagai perusahaan perkebunan partikelir milik orang Belanda di Jember oleh Pemerintah Daerah Jember atas nama Pemerintah Indonesia. Kemudian diumumkan bahwa berbagai perusahaan perkebunan partikelir tersebut diambil-alih oleh Pemerintah Republik Indonesia. Akibat adanya pengumuman tersebut semua aset sumber daya perkebunan yang awalnya milik para pengusaha partikelir Belanda harus diadakan serah terima kepada pimpinan perusahaan yang baru yang ditunjuk oleh Pemerintah Republik Indonesia.
Namun, tidak semua pimpinan perusahaan perkebunan partikelir Belanda dengan sukarela melaksanakan proses serah terima. Beberapa di antaranya dengan alasan tidak ada perintah dari direksi masing-masing perusahaan perkebunan. Adalah Landbouw Maatschappij Soekowono (LMS) merupakan perusahaan perkebunan yang tidak mau melakukan serah terima. Bagi para direksi perusahaan perkebunan yang tidak hadir dalam acara serah terima tersebut kemudian dipanggil ke Surabaya oleh Mayor Jenderal Sarbini selaku pimpinan Komando Daerah Militer Brawijaya. Setelah pemanggilan tersebut akhirnya mau tidak mau mereka menyerahkan segala asetnya kepada Pemerintah Republik Indonesia.
Berdasarkan rekam jejak perjalanan yang ada, gedung Jember Cineplex ini sudah bisa dikategorikan sebagai bangunan cagar budaya (BCB) yang terdapat di Kota Jember.  Karena meski mengalami beberapa perubahan manajemen dan pemilik, bangunan kuno gedung Jember Cineplex ini dari semasa bernama gedung Bioskop Ambassador, masih tetap dipertahankan keasliannya walau hanya di bagian depan gedungnya saja. *** [140814]

Kepustakaan:
Tri Chandra Aprianto, 2011, Dekolonisasi Perkebunan di Jember Tahun 1930an-1960an, dalam Tesis di Program Studi Ilmu Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia
Share:

Societeit Jember

Berkesempatan diajak berkeliling di Jember oleh salah seorang staf pengajar di Universitas Jember begitu menyenangkan. Selain mengenal sisi Kota Jember juga berkesempatan mengunjungi gedung Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPM) Universitas Jember.
Gedung LPM Univeristas Jember terletak di Jalan Veteran No. 3 Kelurahan Jember Lor, Kecamatan Patrang, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Lokasi LPM ini tepat berada di belakang Pusat Penelitian Kopi dan Kakao (Puslit Koka) Jember.
Menurut informasi yang didapat, gedung LPM ini dulunya adalah Hollandsche Societeit te Djember yang dibangun oleh NV. Landbouw Maatschappij Oud Djember, yang kini menjadi Puslit Koka Jember. Ketika Besoekisch Proefstation Djember ini didirikan, maka di tempat ini juga didirikan sebuah gedung Societeit yang merupakan pusat pertemuan orang-orang Belanda di Kota Jember dan sekitarnya.


Kehadiran Besoekisch Proefstation dan Societeit Jember seiring dengan proses ekspor-impor yang begitu besar di wilayah ini dengan munculnya sejumlah perusahaan perkebunan partikelir di daerah Jember. Kenyataan ini pada akhirnya menyebabkan jumlah orang dari negeri Belanda semakin tahun semakin meningkat untuk berdatangan ke wilayah Jember ini. Wilayah permukiman orang-orang Belanda kemudian bermunculan di sepanjang jalan protokol Kota Jember, yang sekarang lebih dikenal dengan nama Jalan Gajah Mada. Permukiman di wilayah ini dihuni oleh orang-orang Belanda yang bekerja di berbagai perusahaan perkebunan partikelir dan yang bekerja di instansi pemerintahan kota.
Tak bisa dipungkiri, munculnya permukiman orang-orang Belanda akibat hadirnya sejumlah perusahaan perkebunan milik orang Belanda, dirasa perlu untuk mengakomodir kebutuhan akan tempat berkumpul atau hiburan bagi orang-orang Belanda tersebut. Sebagai realisasi, NV. Landbouw Maatschappij Oud Djember (NV. LMOD) mendirikan Societeit Jember.
Banyak acara yang digelar di Societeit tersebut. Petinggi-petinggi Jember kala itu, seperti Controleur, Asisten Residen, maupun orang penting lainnya kerap mengadakan pesta atau pelbagai acara yang diselenggarakan di Societeit ini. Gedung ini memang dulu menjadi gedung andalan untuk kegiatan ala Barat pada masanya karena segala fasilitas yang dimilikinya, seperti pemutaran film Barat, dansa, bilyar, maupun bowling. Bahkan, pada tahun 1880, Hendrikus Hubertus van Kol, seorang politikus sosialis, pernah berdebat hebat dengan para lawan politiknya yang anti-sosialis di gedung ini. Juga, pada 10 Desember 1910 pernah diadakan rapat umum oleh Vereeniging Besoekisch Proefstation (VBP) atau Perkumpulan Besoekisch Proefstation. Rapat tersebut bersifat wajib dan tertutup, dihadiri oleh delapan administrateur perkebunan, yaitu D. Birnie, T. Ottolander, A.H. Loeff, E. Du Bois, A.H. Clignett, J.W. Folkersma, J. Kroese dan G.G. Schrieke dengan pimpinan rapat D. Birnie.
Tidak salah kemudian manakala berlangsung proses nasionalisasi, gedung Societeit merupakan gedung yang pertama kali diambil alih oleh rakyat Jember. Sebuah tempat yang dianggap manifestasi diskriminasi oleh rakyat Jember.
Sejak itu pula, gedung ini sering mengalami pergantian nama maupun peruntukkannya. Gedung ini pernah menjadi Kampus Universitas Tawang Alun yang menjadi cikal bakal akan berdirinya Univeristas Jember, hingga akhirnya setelah Universitas Jember menempati kompleks gedung yang baru, maka gedung ini dijadikan gedung LPM Universitas Jember sampai sekarang. *** [090814]
Share:

Stasiun Kereta Api Jember

Stasiun Kereta Api Jember atau biasa disebut dengan Stasiun Jember merupakan salah satu stasiun yang berada di bawah kewenangan dan sekaligus menjadi pusat dari Daerah Operasional (DAOP) 9 Jember. Stasiun ini merupakan terbesar yang berada di bawah pengelolaan PT. Kereta Api Indonesia (Persero) DAOP 9 Jember.
Stasiun yang berada pada ketinggian +89 meter di atas permukaan laut ini, terletak di Jalan Dahlia No. 2 Kelurahan Jemberlor, Kecamatan Patrang, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Lokasi stasiun ini tidaklah begitu jauh dari alun-alun Kota Jember.


Menurut catatan historis yang ada, stasiun Jember yang berkode JR ini dibangun pada tahun 1897 oleh Staats Spoorwegen (SS), sebuah perusahaan kereta api milik pemerintah Hindia Belanda. Pembangunan stasiun ini tidak terlepas dari perkembangan kehidupan perkotaan baru dengan hadirnya sejumlah perusahaan perkebunan milik orang-orang Belanda di Jember. Perkebunan partikelir tersebut terlibat dalam pembangunan sarana dan prasarana guna mendukung suatu operasionalisasi perusahaan perkebunan.
Salah satunya adalah dengan dibukanya jalur kereta api dari Jember ke Surabaya lewat Probolinggo pada tahun 1897. Akibat dari pembukaan rel kereta api inilah, perusahaan perkebunan mulai menerima buruh perkebunan dari etnis Jawa (Bojonegoro, Tuban, Ponorogo, Kediri, dan dari daerah vorstenlanden). Rel kereta api berfungsi tidak hanya digunakan untuk transportasi komoditas pertanian seperti gula, tembakau dan karet yang telah diproduksi oleh perusahaan swasta asing, tapi juga mengangkut hasil pertanian baik itu tembakau dan beras yang diproduksi petani lokal. Dari Jember kemudian melintasi Bondowoso, tembakau diangkut melalui jalur rel kereta api ke Panarukan guna dikirik ke Rotterdam atau pun ke pasar internasional lainnya.


Bangunan stasiun Jember yang memiliki luas 796 m² yang berdiri di atas tanah stasiun seluas 1.241m² dengan nomor register 039/09.68118/JR/BD ini pernah mengalami renovasi. Kendati demikian, hasil renovasi yang dilakukan oleh PT. Kereta Api Indonesia (KAI) tidak jauh berbeda dengan bentuk aslinya. Bangunan stasiun ini mempunyai massa bangunan tunggal sederhana yang memanjang sejajar dengan rel. Secara arsitektural, emplasemen stasiun terdiri dari dua peron dan dua jalur kereta api di mana antara jalur dipisahkan oleh peron. Peron pertama menyatu dengan bangunan utama, atapnya berbentuk pelana menggunakan struktur pendukung berupa kolom kayu dengan bentuk konstruksi menyerupai payung (konsul).
Kini, stasiun Jember masih digunakan untuk keberangkatan dan kedatangan kereta api, seperti KA Mutiara Timur, KA Tawang Alun, KA Logawa, KA Sri Tanjung, KA Pandanwangi maupun KA Probowangi. Kereta-kereta api tersebut tidak hanya kereta api dengan jarak menengah tapi juga jarak jauh.
Bangunan stasiun Jember ini sekarang telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya (BCB) milik PT. KAI (Persero) yang dilindungi oleh Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya. *** [090814]
Share:

Pabrik Pengolahan Kopi Gunung Gumitir

Berwisata ke Gunung Gumitir yang berjarak sekitar 40 kilometer dari Jember memiliki banyak keunggulan, seperti wisata alam, budaya, dan sejarah Nusantara. Hanya dengan masuk ke kawasan Café & Rest Area Gumitir, pengunjung bisa menjelajahi keindahan panorama Kebun Gunung Gumitir seluas 200 hektar yang sejuk dan deretan tanaman kopi di perbukitan, menyaksikan aktivitas masyarakat di areal perkebunan kopi, serta melihat pabrik pengolahan kopi tinggalan Belanda.
Pabrik pengolahan kopi yang berada jauh masuk ke dalam perkebunan dan permukiman ini berada di ketinggian 450 meter di atas permukaan laut dengan letak koordinat pada 80 16.444ˈ Lintang Selatan dan 113 55.269ˈ Bujur Timur. Cerobong pabrik yang menjulang, memperlihatkan bahwa pabrik tersebut telah berusia tua. Menurut informasi yang ada, pabrik ini dibangun oleh Pemerintah Kolonial Belanda, dan diresmikan pada 13 Agustus 1934. Sesuai dengan lokasi keberadaan pabrik tersebut, maka pabrik yang didirikan tersebut diberi nama “Gunung Gumitir”.


Pabrik Gunung Gumitir ini merupakan pabrik pengolahan kopi dalam industri hulunya, karena keterbatasan mesin yang dimilikinya maka pabrik ini hanya memproduksi olahan kopi dalam keadaan basah. Sehingga, kalau harus menjadi sebuah kopi bubuk harus dibawa ke pabrik yang lebih lengkap fasilitas mesin pengolahannya.
Namun, pengunjung akan terkesima dengan peralatan yang dimiliki oleh pabrik tersebut. Pemandu pabrik akan menyambut pengunjung dengan ramah. Diawali dengan menjelaskan cara sortasi sistem meja di ruangan pertama kali pengunjung disambut untuk masuk ke dalam pabrik, dilanjutkan dengan meninjau ke sejumlah ruangan lainnya. Pengunjung juga diajak melihat catador, sebuah alat untuk memisahkan biji kopi yang baik, biji ringan dan sisa kulit. Sederet dengan catador, terdapat huller yang berfungsi untuk mengupas biji kopi berkulit tanduk dan kulit ari, juga grader yang berguna untuk memisahkan biji kopi sesuai dengan ukuran masing-masing.
Lalu, tidak jauh dari alat-alat tersebut ada raung washer untuk mencuci bersih biji kopi yang telah dikupas kulit buahnya pada pulper. Masuk ke ruang lain, pengunjung diajak melihat mason dryer yang berfungsi untuk mengeringkan kopi Hs basah menjadi Hs kering (kadar air 10,5 persen).


Menurut pemandu, kalau pengunjung bertandang pada musim panen, antara bulan Juli – September, maka pengunjung akan berkesempatan melihat langsung proses pengolahan biji kopi robusta (coffea canephora) dari Kebun Gunung Gumitir. Di luar musim panen, praktis tidak ada kegiatan di pabrik.
Setelah pengunjung dimanjakan oleh keterangan pengolahan kopi serta historisnya, pengunjung akan menyudahi keliling pabrik tersebut melalui pintu belakang yang tembus dengan kantor PT. Perkebunan Nusantara XII (Persero) Kebun Gunung Gumitir Jember.
Pabrik yang terletak di Desa Garahan, Kecamatan Silo, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur ini, dulunya merupakan pabrik pengolahan kopi milik Perusahaan Perkebunan Besar milik Pemerintah Kolonial Belanda, akan tetapi sejak Indonesia merdeka, pabrik ini dinasionalisasi oleh Pemerintah Indonesia. Saat dinasionalisasi, tidak serta merta manajemen diganti melainkan masih mempertahankan kepengurusan lama yang didominasi oleh orang-orang Belanda, terutama manajernya. Kini, pabrik tersebut dikelola oleh PT. Perkebunan Nusantara XII (PTPN XII), salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berkecimpung dalan masalah perkebunan. Pabrik ini berada di lokasi salah satu dari 35 unit usaha kebun yang dikelola PTPN XII di Jawa Timur, dan merupakan pabrik pengolahan yang ada dari 25 unit pabrik pengolahannya. Sedangkan, PTPN XII sendiri dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 17 Tahun 1996 tanggal 14 Februari 1996 yang merupakan penggabungan kebun-kebun di Jawa Timur dari eks PTP XXIII, PTP XXVI dan PTP XXIX. *** [100814]
Share:

Terowongan Mrawan

Menapaki jalur rel kereta api dari Jember menuju Banyuwangi, akan terasa sensasi tersendiri. Jalur yang berpanorama perkebunan tinggalan Belanda, jembatan kereta api nan eksotik, dan terowongan kereta api yang menawan. Alam sekitar Gunung Gumitir tidak hanya menawarkan hijaunya perkebunan kopi namun juga peninggalan sejarah yang tak kalah menariknya. Salah satunya adalah terowongan Mrawan.
Terowongan Mrawan  merupakan terowongan kereta api peninggalan Hindia Belanda yang terletak di Desa Garahan, Kecamatan Silo, Kabupaten Jember, Provinsi Jawa Timur. Lokasi terowongan ini berada di lingkungan Café & Rest Area Gumitir dengan wisata kebunnya.
Sesuai dengan angka tahun yang tertulis di mulut terowongan apabila dilihat dari area wisata Gumitir, terowongan Mrawan ini dibangun pada tahun 1901 oleh Staatsspoorwegen (SS), perusahaan kereta api milik Pemerintah Hindia Belanda, dengan panjang 690 meter. Kemudian pada tahun 1902 dilanjutkan dengan pembangunan tembok sebelah kanan.


Lalu, setelah tembok sisi kiri dan kanan dari rel kereta api selesai, barulah dilakukan pembangunan penutup terowongannya yang memakan waktu hingga delapan tahun, atau selesai pada tahun 1910 dan menjadikan terowongan ini menjadi terowongan terpanjang di Provinsi Jawa Timur yang sekaligus menghubungkan Kabupaten Jember dengan Kabupaten Banyuwangi.
Tidak jauh dari terowongan tersebut, terdapat Stasiun Kereta Api Mrawan. Stasiun ini merupakan stasiun persilangan saja. Artinya, tidak ada kereta api yang berhenti di stasiun ini kecuali jika terjadi persilangan antarkereta api. Stasiun ini diapit oleh terowongan Mrawan dan terowongan Garahan. Nama Mrawan sendiri diambil dari nama sungai yang mengalir di dekat stasiun maupun terowongan ini.


Ada beberapa rangkaian kereta api yang melintas dari Jember menuju Banyuwangi, seperti KA Mutiara Timur, KA Tawang Alun maupun KA Probowangi. Agar dapat merasakan indahnya alam pegunungan dan perkebunan antara Jember dan Banyuwangi, disarankan untuk tidak naik KA Mutiara Timur (kelas bisnis maupun eksekutif) tetapi pilihlah KA Tawang Alun atau KA Probowangi (kelas ekonomi). Atau kalau ingin lebih eksklusif, PT. Kereta Api Indonesia (Persero) wilayah Daerah Operasi (Daop) 9 Jember menawarkan berkereta api menikmati wisata alam, budaya, dan sejarah Nusantara menggunakan Lori Wisata Kaliraga (Kalibaru-Mrawan-Garahan). Dengan biaya sewa Rp 500.000, lori ini bisa mengangkut 8 orang. Melewati jalur kereta api yang dibuka oleh  Staatspoorwegen (SS) pada tanggal 10 September 1902, para penumpang bisa menikmati tempat paling eksotik yang terdapat di lintasan kereta api, yaitu agrowisata perkebunan kopi, coklat, hutan pinus dan panorama Gunung Gumitir.
Sebenarnya tidak hanya melalui jalur rel saja, sensasi terowongan Mrawan dengan nuansa perkebunan kopi bisa ditempuh dengan jalur darat. Sebagai tanda yang paling mudah untuk menemukan lokasi terowongan tersebut adalah dengan meluangkan waktu sejenak untuk memarkir atau berhenti sejenak di Café & Rest Area Gumitir. Hanya dengan Rp 20.000,-, pengunjung wisata Kebun Gunung Gumitir akan dipandu dengan Kereta Kelinci menuju terowongan tersebut hingga nostalgia di Pabrik Penggilingan Kopi Kebun Gunung Gumitir.
Banyak keuntungan berwisata di Gunung Gumitir, udaranya yang sejuk, pemandangan alam yang indah, kuliner minuman kopi khas setempat, dan yang tak kalah pentingnya adalah wisata heritagenya. *** [100814]
Share:

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami