The Story of Indonesian Heritage

Stasiun Kereta Api Solo Balapan

Stasiun Kereta Api Solo Balapan (SLO) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Balapan, merupakan salah satu stasiun kereta api besar yang berada di bawah manajemen  PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 6 Yogyakarta yang berada pada ketinggian + 93 m di atas permukaan laut. Stasiun Balapan terletak di Jalan Wolter Monginsidi No. 112 Kelurahan Kestalan, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah. Lokasi stasiun ini berada di sebelah barat Pasar Ayu, atau sebelah utara Hotel Pose In.
Stasiun Balapan ini awalnya dibangun oleh perusahaan kereta api milik swasta, Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM) pada tahun 1870 bersamaan dengan pembangunan jalur rel Tanggung-Kedungjati-Gundih-Solo Balapan sepanjang 83 kilometer, yang dimulai pada tahun 1868 dan selesai pada 10 Februari 1870.


Semula bangunan Stasiun Balapan masihlah sederhana, atau tak sebesar seperti sekarang ini, karena pada saat itu belum selesai pembangunannya. Hal ini dikarenakan ketika sampai di Stasiun Balapan, pihak NISM keburu kehabisan modal untuk melanjutkan jalur kereta api ke arah Yogyakarta. Sehingga pihak NISM harus mencari pinjaman dana kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk melanjutkan pembangunan jalur kereta api yang telah mendapatkan konsensi tersebut. Selain itu, yang menyebabkan pembangunan Stasiun Balapan ini terseok-seok karena lokasinya masih digunakan sebagai arena pacuan kuda milik Pura Mangkunegaran, sehingga pembangunan stasiun ini menjadi tidak optimal atau tersendat-sendat.
Penamaan Stasiun Balapan ini berasal dari daerah yang dulu dikenal sebagai daerah untuk pacuan kuda pada masa pemerintahan Mangkunegoro IV. Arena pacuan kudanya, atau dalam istilah Jawa disebut balapan jaran, kala itu sudah dilengkapi dengan tribun. Tempat pacuan kuda kemudian dipindahkan ke Manahan.
Setahun setelah proyek pembangunan itu terhenti, pihak NISM kembali mendapatkan suntikan modal berupa pinjaman keuangan dari Pemerintah Hindia Belanda. Modal tersebut digunakan untuk melanjutkan kembali pengerjaan jalur kereta api menuju Yogyakarta dan sekaligus dimulailah kembali pembangunan Stasiun Balapan. Oleh sebab itu, Stasiun Balapan ini sering juga disebut dengan Stasiun NISM.


Kendati pembangunan Stasiun Balapan dilakukan terlebih dahulu ketimbang Stasiun Purwosari, namun secara segi terselesainya bangunan stasiun secara keseluruhan masih kalah cepat selesainya dibandingkan dengan Stasiun Purwosari (1875). Hal ini disebabkan oleh berkembangnya Stasiun Balapan menjadi stasiun yang besar semenjak tersambungnya jalur kereta api Tanggung-Kedungjati-Gundih-Solo Balapan dengan jalur kereta api Madiun-Paron-Sragen-Solo sepanjang 97 kilometer pada 24 Mei 1884, yang dikerjakan oleh maskapai milik pemerintah bernama Staatsspoorwegen (SS).
Bersambung dua jalur dari maskapai yang berbeda, yaitu NISM dan SS, menyebabkan Stasiun Balapan berkembang menjadi stasiun yang besar pada saat itu. Untuk mengakomodir hal tersebut, dilakukan penambahan emplasemen di Stasiun Balapan sehingga emplesemen yang terdapat di stasiun ini menjadi dua buah. Yang sebelah utara digunakan untuk kereta api milik NISM dan yang sebelah selatan digunakan untuk kereta api milik SS. Oleh karena itu bisa dimengerti kenapa bangunan Stasiun Balapan yang berada di tengah areal kompleks stasiun ini sangatlah besar dan memanjang dari barat ke timur. Itulah bangunan Stasiun Balapan yang pertama didirikan.


Kemudian setelah itu dibuatlah bangunan stasiun yang berada di sebelah selatan emplasemen bagian selatan. Pembangunan ini diselesaikan pada tahun 1910. Pada tahun 1927, Stasiun Balapan kembali mengalami pemugaran untuk menjadikan stasiun ini kelihatan megah dan berkesan mewah. Kali ini desain rancangannya dipercayakan kepada Ir. Herman Thomas Karsten, seorang arsitek Belanda dan perencana wilayah permukiman di Hindia Belanda yang cukup terkenal. Thomas Karsten dikenal sebagai sosok dibalik eloknya arsitektur Stasiun Balapan di Kota Solo.
Sebagai salah satu stasiun tua, Stasiun Balapan memiliki banyak peristiwa yang berhubungan dengan stasiun tersebut. Ketika Sri Susuhunan Pakubuwono X akan melangsungkan pernikahan untuk kedua kalinya dengan mempersunting Bandoro Raden Ajeng Mur Sudarinah, putri Sultan Hamengkubuwono VII, PB X bersama rombongan dari Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat mengunakan transportasi kereta api dari Stasiun Balapan pada 27 Oktober 1915. Sesampainya di Stasiun Yogyakarta, dilanjutkan dengan naik kereta kebesaran kerajaan menuju ke Kasultanan Yogyakarta. Setelah diangkat menjadi permaisuri PB X, Bandoro Raden Ajeng Mur Sudarinah bergelar Gusti Kanjeng Ratu Hemas.


Pada 21 Mei 1928 Gubernur Jenderal Andries Cornelis Dirk de Graeff berkunjung ke Kota Solo. Dalam kunjungan tersebut, rombongan Gubernur Jenderal menggunakan transportasi kereta api dari Batavia, dan disambut oleh Residen Van Der Jag, PB X dan Mangkunegoro VII di Stasiun Balapan. Kemudian pada tahun 1931, PB X juga pernah melakukan penyambutan kepada Gubernur Jenderal Bonifacius Cornelis de Jonge di Stasiun Balapan. Selain itu, di Stasiun Balapan ini juga menjadi tempat mengantarkan jenazah PB X yang meninggal pada tahun 1939. Sebelumnya jenazah yang sudah melalui proses upacara adat kraton tersebut diberangkatkan dari arah selatan Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat dengan menggunakan kereta kuda menuju Stasiun Balapan, kemudian jenazah tersebut dibawa dengan kereta api menuju Astana Imogiri.
Stasiun Balapan ini memiliki dua belas jalur yang terbagi menjadi dua emplasemen, yaitu emplasemen utara dan emplasemen selatan. Emplasemen selatan mempunyai lima jalur dengan jalur 4 sebagai sepur lurus jalur ganda arah hulu (dari Yogyakarta) serta jalur 5 sebagai sepur lurus jalur ganda arah hilir (ke Yogyakarta) dan jalur tunggal arah Madiun, sedangkan emplasemen utara memiliki tujuh jalur dengan jalur 7 sebagai sepur lurus jalur tunggal dari dan ke arah Semarang. Emplasemen selatan umumnya digunakan untuk pelayanan kereta api penumpang, sementara emplasemen utara untuk pelayanan kereta api barang serta pemberangkatan KA Senja Utama Solo dan Lodaya. Ke arah timur dari stasiun ini terdapat dua percabangan ke dua jurusan. Yang rel ke arah utara menuju ke Semarang, dan rel yang ke timur menuju ke Surabaya.
Sebagai stasiun utama yang ada di Kota Solo, Stasiun Balapan memiliki jadwal aktivitas menaikkan maupun menurunkan penumpang kereta api kelas eksekutif, bisnis, dan ekonomi AC plus. Kesibukan jalur rel yang ada di Stasiun Balapan ini terlihat cukup padat setiap harinya, terlebih bila jalur kereta api yang menghubungkan Bandara Internasional Adi Soemarmo ke stasiun ini rampung. *** [130617]


Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami