The Story of Indonesian Heritage

Pura Mangkunegaran

Semasa pemerintahan Susuhunan (Sunan) Paku Buwono II masih di Kartasura, perpecahan keluarga trah Mataram sudah tampak dengan adanya peristiwa Geger Pacinan. Perpecahan ini tidak hanya menjadikan pusat pemerintahan (keraton) di pindah ke Desa Sala, namun perpecahan keluarga trah Mataran itu kian melebar. Perpecahan keluarga besar trah Mataram yang dimaksud adalah perselisihan antara Pangeran Mangkubumi (adik Sunan Paku Buwono II) dengan Paku Buwono II, perselisihan mana tidak bisa diselesaikan dengan damai atau kekeluargaan. Juga terjadi konflik antara Raden Mas Said, putra Pangeran Mangkunagoro Kartasura adalah kakak Sunan Paku Buwono II, yang dibuang Ceylon (Sri Lanka).


Seorang penulis Belanda, De Jange, menyebutkan bahwa pembuangan terhadap Pangeran Mangkunagoro Kartasura disebabkan oleh fitnah yang dilakukan oleh Kanjeng Ratu dan Patih Danurejo. Dalam fitnah itu dikatakan bahwa ia berzina dengan seorang selir Paku Buwono II, yakni Mas Ayu Larasati. Pada mulanya ia dijatuhi hukuman mati, namun kemudian diubah menjadi hukuman buang (pengasingan). Peristiwa itu terjadi ketika Raden Mas Said masih berumur dua tahun.
Konflik segitiga ini tidak bisa diselesaikan secara kekeluargaan, berakibat Kraton Surakarta terpecah menjadi Kraton Yogyakarta dan Pura Mangkunegaran.

Ihwal Berdirinya Pura Mangkunegaran
Tepatnya pada hari Sabtu Legi tanggal 5 Jumadilawal, tahun Alip Windu Kuntara, tahun Jawa 1638 atau 17 Maret 1757, diadakanlah kelanjutan dari perjanjian yang terdahulu antara Sunan Paku Buwono III dan Pangeran Adipati Mangkunagoro, dengan Sultan Hamengkubuwono I yang diwakilkan pada Patih Danurejo di Kali Cacing, Salatiga. Menurut perjanjian Salatiga itu, Pangeran Adipati Aryo Mangkunagoro tak beda dengan raja-raja Jawa lainnya, hanya tidak diperkenankan duduk di atas singgasana, mendirikan balai winata, mempunyai alun-alun beserta sepasang pohon beringin dan menghabisi nyawa (hukuman mati).


Tanah yang dikuasai seluas 4000 karya, tersebar mulai dari tanah di Kaduang, Laroh, Matesih, Wiroko, Hariboyo, Honggobayan, Sembuyan, Gunung Kidul, Pajang sebelah utara dan selatan dari jalan utama Kartasura – Solo, Mataram (di tengah-tengah Kota Yogyakarta) dan Kedu.


Perjanjian Salatiga ini, merupakan awal berdirinya Pura Mangkunegaran dengan Kepala Pemerintahan Pangeran Sambernyawa (Raden Mas Said) dengan menyandang gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Mangkunagoro I atau Kanjeng Gusti Pangeran Aryo Mangkunagoro Senopati Ngayuda Lelana Jayasemita Prawira Hadiningrat Satria Praja Mataram, yang selama 40 tahun memerintah pura (istana) menjadi Kepala Keluarga dan sekaligus Pengayom seluruh kerabatnya (24 Februari 1757 – 28 Desember 1795).


Pura Mangkunegaran berdiri bukan dikarenakan belas kasihan atau hadiah, melainkan ditebus dengan kekuatan dan kemampuannya berjuang mandiri dengan segenap keluarga, wadya bala (pasukan) dan rakyat yang di bawah pengayomannya.
Perjuangan yang memakan waktu cukup panjang, sekitar 16 tahun tersebut, tanpa terlintas sedikitpun cita-cita untuk menyerah, tetap kuat dan bertahan mengatasi segala tekanan yang maha berat, kiranya merupakan perjuangan paling lama menentang penjajahan di bumi Nusantara ini.
Kedudukan KGPAA Mangkunegoro I memang Pangeran Miji, namun dalam kenyataannya selama 40 tahun tindak tanduknya tak ubahnya sebagai Raja Jawa ke III setelah Kraton Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Yogyakarta.


Demikianlah sehabis pertumpahan darah yang bertahun-tahun lamanya, akhirnya pemecahan (pembagian) Kerajaan Mataram menjadi suatu kenyataan hasil politik Nicholas Hartingh, Resimen Belanda untuk Yogyakarta, yang penuh akal budi itu.
Piagam penyerahan yang dibuat di Salatiga (17 Maret 1757) yang memuat hak-hak serta kewajiban-kewajiban Pangeran Miji, hingga sekarang tak dapat diketemukan lagi.

Fisik Pura Mangkunegaran
  
Lokasi
Pura Mangkunegaran terletak di tengah-tengah Kota Surakarta (Solo), tepatnya di Kelurahan Keprabon, Kecamatan Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah. 

Bangunan Utama
Bangunan utama Pura Mangkunegaran terdiri atas: 

Pendopo Ageng
Pendopo Ageng berbentuk joglo dengan luas 52,50 m x 62,30 m = 3.270 m² di mana tiang utama (saka guru) terdiri atas 4 buah dengan tinggi 10,50 m dan besar 0,40 m x 0,40 m. Keempat buah saka guru ini berasal dari satu pohon jati yang dibelah menjadi empat, yang didatangkan dari hutan Donoloyo, Pacitan.Sedangkan tiang emper/penyangga terdapat tiga tiang penyangga, di mana tiang penyangga I ada 12 buah masing-masing dengan tinggi 8,00 m dan besar 0,26 m x 0,26 m. Tiang penyangga II ada 20 buah di mana masing-masing dengan 5,00 m dan besar 0,20 m x 0,20 m. Tiang penyangga III terdiri 28 buah, masing-masing dengan tinggi 4,00 m dan besar 0,20 m x 0,20 m. Sedangkan tiang besi ada 44 buah dengan tinggi 3,75 m. 

Dalem Ageng
Dalem Ageng berbentuk limasan dengan luas 27,50 m x 30,50 m = 838,75 m² di mana tiang utama (saka guru) terdiri atas 8 buah dengan tinggi 8,50 m dan besar 0,50 m x 0,50 m.Sedangkan tiang emper/penyangga terdapat 16 buah di mana masing-masing dengan tinggi 5,00 m dan besar 0,25 m x 0,25 m. Adapun tiang besi tepi memiliki ketinggian 3,20 m. 

Pringgitan
Pringgitan berbentuk kutuk ngambang dengan luas 21,50 m x 17,50 m = 376,25 m².

Bangunan Lainnya
Bangunan lainnya terdiri atas balewarni, balepeni, pracimayasa, nguntarayasa, reksa sunggata dan prangwedanan.

Pemegang Tahta Pura Mangkunegaran  

 KGPAA Mangkunagoro I
Nama kecil: Raden Mas Said
Waktu mengabdi di Keraton Kartasura bernama Raden Mas Soerjokoesoemo. Sewaktu melaksanakan pemebrontakan terhadap Keraton Kartasura dan Surakarta serta VOC, mendapat julukan Pangeran Sambernyawa.
Pendiri Mangkunegaran  dan memerintah mulai 24 Februari 1757 – 28 Desember 1795.

KGPAA Mangkunagoro II
Nama kecil: Raden Mas Soelomo
Cucu Mangkunagoro I, lahir dari putra KPA Prabumidjaja.
Pada masa pemerintahannya terjadi berbagai perubahan politik, VOC bubar dan timbullah Pemerintahan Hindia Belanda, yang kemudian digantikan dengan pemerintahan Perancis (negara Belanda diduduki Napoleon Bonaparte) yang kemudian digeser oleh pemerintahan Inggris di bawah pimpinan Raffles. Selanjutnya kembalilah Pemerintah Hindia Belanda dan setelah itu berkobarlah Perang Diponegoro. Dalam keadaan yang serba tidak menentu, Mangkunagoro merasa perlu untuk mengadakan konsolidasi. Mangkunegaran memisahkan diri dari pemerintah Keraton Surakarta dan berdiri sendiri. Untuk memperkuat diri dibentuklah Legiun Mangkunegaran dengan kekuatan 1250 orang prajurit dan perwira-perwiranya.
Masa pemerintahannya mulai 25 Januari 1796 – 26 Januari 1835. 

KGPAA Mangkunagoro III
Nama kecilnya: Raden Mas Sarengat
Cucu Mangkunagoro II dan putra Pangeran Natakusumo.
Pada masa konsolidasi Mangkunagoro II disusul dengan menanamkan pemerintahan dan administrasi yang teratur dan lahirlah pada tahun 1847 Kabupaten Karanganyar, Wonogiri dan Malangjiwan. Pemerintah sehari-hari dipercayakan kepada seorang Patih dengan pangkat Buapti Patih.
Petunjuk-petunjuk yang diberikan para punggawa dan putra Sentana: Aja dhumeh, aja kagetan, aja gumunan, tetep mantep, gelem nglakoni.
Masa pemerintahannya mulai 29 Januari 1835 – 6 Januari 1853.  

KGPAA Mangkunagoro IV
Nama kecil: Raden Mas Soediro.
Cucu Mangkunagoro II, dewasa menjadi Pangeran Gondokusumo dan menjadi menantu Mangkunagoro III.
Stabilitas keamanan dan pemerintahan yang teratur memungkinkan pembangunan bidang ekonomi, Didirikan perusahaan-perusahaan, misalnya pabrik gula di Tasikmadu dan Colomadu, pabrik karet, kopi, the, penggilingan padi, dan lain-lain.
Masa pemerintahannya mulai 25 Maret 1853 – 2 September 1881. 

KGPAA Mangkunagoro V
Nama kecil: Raden Mas Soenito, putra Mangkunagoro IV.
Keadaan keuangan praja pada waktu itu memungkinkan untuk melanjutkan pembangunan sebelumnya.
Masa pemerintahannya mulai 5 September 1881 – 1 Oktober 1896.

KGPAA Mangkunagoro VI
Nama kecil: Raden Mas Soerono, juga putra Mangkunagaoro IV atau saudara Mangkunagoro V.
Dalam pengalaman yang luas dan keteladanannya dalam hal disiplin kerja, ia berhasil memperbaiki kehidupan yang krisis pada masa itu.
Masa pemerintahannya mulai 21 November 1896 – 11 Januari 1916. 

KGPAA Mangkunagoro VII
Nama kecil: Raden Mas Notosoeparta. Putra Mangkunagoro V.
Beliau aktif dalam kegiatan Kebangkitan Nasional dan termasuk pendiri Budi Utomo.
Dalam pendudukan Jepang, ia diakui sebagai Mangkunegaran Kochi.
Masa pemerintahannya mulai 3 Maret 1916 – 19 Juli 1944. 

KGPAA Mangkunagoro VIII
Nama kecil: Raden Mas Hamidjojo Sarosa, putra sulung Mangkunagoro VII.
Masa pemerintahannya mulai 19 Juli 1944 – 3 September 1987.  

KGPAA Mangkunagoro IX
Nama kecil: Sudjiwa Kusumo, putra Mangkunagoro VIII dan cucu Mangkunagoro VII.
Masa pemerintahannya mulai 1987 – sekarang. ***

Kepustakaan:
  •         Dra. Darweni (Editor), ____, Mangkunegaran Selayang Pandang, Milik Perpustakan Reskso Pustoko Mangkunegaran Surakarta.
  •       ___________________ , ____, Sejarah Singkat Perjuangan Pangeran Sambernyowo dan Koleksi Benda-Benda Kuno Istana Mangkunegaran Surakarta, Milik Kantor Biro Pariwisata Istana Mangkunegaran Surakarta.

Share:

2 komentar:

  1. mas ada yg tw gk tentang keturunan harjoprawira dan adik nya hadiprawira....

    BalasHapus
  2. Salam
    Mau tanya pangeran yg lahir di bogor,kemudian di pindah kedepok jawabarat pangeran apa ya? Apakah dia pang er an car L os?
    TkSH

    BalasHapus

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami