The Story of Indonesian Heritage

Museum Indonesia



Museum Indonesia dibangun atas prakarsa Ibu Tien Soeharto dan didirikan di atas tanah seluas 20.100 m²  dengan luas bangunan 7.000 m² diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 20 April 1980.
Gedung utama dan bangunan pendukung lain yang berada di halaman museum menampilkan gaya arsitektur Bali yang dikembangkan di mana secara keseluruhan memperlihatkan wajah budaya Indonesia.
Pintu gerbang utama yang terdapat di sebelah selatan, berupa sebuah candi kurung yang biasa disebut paduraksa atau Kori Agung, sedangkan di sebelah barat terdapat gerbang kedua yang disebut Candi Bentar.
Di sekitar gedung utama terdapat bangunan pendukung dan patung-patung yang memiliki nama dan arti simbolis. Relief yang terdapat pada bagian depan gedung utama diambil dari cerita Ramayana yang berjudul Anoman Duta.


Dihubungkan dengan cerita Ramayana, bangunan Museum Indonesia diibaratkan sebagai Gunung Muliawan di mana Sri Rama memberikan perintah kepada Anoman (pasukan kera) untuk mencari istrinya (Dewi Shinta) yang diculik oleh Rahwana.
Jembatan yang menuju pintu masuk museum diibaratkan sebagai Jembatan Situbundo yang dibangun oleh pasukan kera untuk menghubungkan Ayodhya dengan Alengka Pura, di mana Dewi Shinta disembunyikan oleh Rahwana di Taman Argasoka.
Bangunan utama terdiri atas tiga lantai yang berdasarkan pada falsafah Bali Tri Hita Karana, konsep moral yang menekankan pada tiga aspek yang dapat membawa manusia kepada kebahagiaan sejati yakni: memelihara hubungan yang harmonis dengan Tuhan, dengan sesama manusia, dan dengan alam dan lingkungan sekitar.


Lantai 1 : Bhineka Tunggal Ika 
Merupakan lantai pengenalan keanekaragaman dan kekayaan budaya bangsa Indonesia kepada pengunjung. Seperti koleksi lukisan Citra Indonesia, pakaian pengantin, pakaian adat, alat musik tradisional maupun wayang yang berasal dari seluruh Indonesia.
Lantai Bhineka Tunggal Ika ini terbagi dalam dua ruang yaitu sebelah barat dan sebelah timur. Pada ruang sebelah barat, pengunjung akan menyaksikan kenyataan dari ke-Bhineka Tunggal Ika-an bangsa Indonesia, yaitu dengan dipamerkannya pakaian pengantin dan pakaian adat dari hampir seluruh provinsi yang ada di Indonesia, dalam diorama upacara perkawinan adat kebesaran bangsawan Surakarta (Solo), Jawa Tengah. Patung pengantin yang lengkap dengan pengantinnya serta kerobongan atau pelaminan yang juga lengkap dengan hiasannya.
Selain menampilkan pakaian-pakaian adat yang ada di dalam diorama tadi, di sisi kiri dan kanan diorama juga dipamerkan pakaian-pakaian pengantin yang mewakili setiap provinsi di Indonesia, mulai dari Nanggroe Aceh Darussalam sampai Papua. Akan tetapi bukan berarti bahwa setiap provinsi hanya mempunyai satu macam pakaian pengantin saja, bahkan setiap suku mempunyai pakaian adat dan pakaian pengantin sendiri-sendiri hanya saja seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, karena keterbatasan tempat museum in hanya bisa menampilkan perwakilan setiap provinsi saja.
Di depan diorama perkawinan ini, pengunjung dapat menyaksikan lukisan kaca yang indah yaitu lukisan Citra Indonesia. Lukisan ini merupakan ungkapan atau menggambarkan kawasan Nusantara dengan segala kekayaan alam dan budayanya. 
Selanjutnya pengunjung bisa menikmati koleksi yang ada di sisi sebelah timur. Di ruang ini pengunjung disuguhi satu gelaran wayang kulit yang sangat menarik dalam sebuah diorama. Lengkap dengan seperangkat gamelan Jawa berikut boneka-boneka penabuh dengan seragamnya.
Seni pewayangan bukanlah monopoli masyarakat Jawa saja tapi juga di daerah lain sudah mengenal seni wayang Gedok dari Yogyakarta, wayang Suluh dari Jawa Timur yang digunakan sebagai sarana informasi kepada masyarakat pada zaman Revolusi Kemerdekaan pada tahun 1944, yang kemudian baru disebarluaskan pada tahun 1947 berkaitan dengan Proklamasi Kemerdekaan pada saat itu. Juga ada wayang kulit, wayang wahyu, wayang madya, wayang Tengul, wayang Klitik, dan lain sebagainya. Sedangkan pengertian wayang adalah gambar atau bayangan yang menunjukan karakter manusia yang beragam. Wayang ini berfungsi sebagai sarana untuk menyampaikan pendidikan, informasi dan hiburan. 
Selain pagelaran wayang, di ruangan ini juga dipamerkan bermacam-macam alat musik tradisional.Semua peragaan yang ada di ruangan ini ada hubungannya dengan peragaan yang ada di sebelah Barat, karena pada umumnya apabila ada upacara-upacara adat seperti perkawinan dan yang lainnya, biasanya mengadakan pertunjukan-pertunjukan kesenian seperti wayang dan yang lainnya.

Lantai II : Manusia dan Lingkungan
Memperagakan koleksi-koleksi yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari seperti upacara daur hidup, selain itu terdapat juga miniatur rumah tradisional, kamar pengantin dari Palembang, ruang tengah dari Jawa Tengah, dapur batak, alat berburu, alat pertanian, alat rumah tangga serta alat transportasi darat dan air.
Seperti halnya dengan lantai I, ruang Lantai II ini juga dibagi menjadi dua ruangan, yaitu sebelah barat dan sebelah timur. Di sebelah timur pengunjung bisa menikmati berbagai jenis miniatur rumah adat.
Untuk mewakili ruangan-ruangan dalam rumah, ditampilkan: ruang atau kamar pengantin dari Palembang Sumatera Selatan, ruang tengah dari Jawa Tengah, dapur dari Batak Toba Sumatera Utara. Hal ini juga dilakukan karena keterbatasan tempat.
Demikian juga dengan alat-alat yang masih tradisional yang digunakan masyarakat Indonesia untuk mata pencahariannya sesuai dengan tempat di mana mereka tinggal, selain itu terdapat juga beberapa alat transportasi yang digunakan oleh masyarakat Indonesia baik di darat maupun air.
Kalau benda-benda koleksi yang dipamerkan di sebelah timur semuanya serba jasmaniah, maka di sebelah barat dipamerkan benda-benda koleksi yang berkaitan dengan kepercayaan atau keyakinan (batiniah) seperti upacara-upacara daur hidup atau alur kehidupan manusia sejak sebelum lahir hingga dewasa. Disajikan dalam bentuk diorama dan dilengkapi dengan foto-foto sebagai penunjang.
Pada umumnya dalam pelaksanaan upacara-upacara tersebut baik dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat luas, selalu berpedoman pada ilmu pengetahuan tentang penanggalan yang memberi baik buruknya hari penyelenggaraan upacara tersebut. Begitu juga dengan obat-obatan tradisional, cuaca, perbintangan, silsilah, sejarah atau babad serta ilmu-ilmu lainnya, terhimpun dalam sebuah kitab yang disebut primbon.
Di lantai II ini, ada beberapa contoh bentuk tulisan primbon sesuai dengan tulisan aslinya, yaitu primbon dari Jawa, Batak, Rencong, Rejang, Bugis dan Melayu. Tulisan-tulisan tersebut tertuang dalam bermacam-macam bahan, seperti : logam, lontar, batu, kulit kayu, bambu maupun dari bahan kertas.

Lantai III : Seni dan Kriya 
Di sini dipamerkan benda-benda seni hasil kriya bangsa Indonesia dalam bentuk kain tenun ikat dan songket, batik, kerajinan perak, kuningan, tembaga, kayu, dan keramik. Di samping itu dipamerkan juga berbagai jenis perhiasan, senjata tajam dan juga mata uang logam dan kertas yang pernah beredar di Indonesia. Pada bagian tengah terdapat koleksi besar yang disebut Pohon Hayat atau Pohon Kehidupan yang terbuat dari tembaga dengan ukuran tinggi 8 meter dan berdiameter 4 meter.
Koleksi-koleksi yang dipamerkan di lantai III ini juga terdiri dari hasil seni rupa garapan dan seni ciptaan baru. Seni rupa garapan yaitu segala hasil daya cipta atau hasil budaya yang mempergunakan pola-pola tradisional, baik dalam motif, hiasan, bahan maupun teknik pembuatannya. Sedangkan seni ciptaan baru yaitu hasil karya yang telah menggunakan bahan, motif hiasan serta teknik pembuatannya sudah diselaraskan dengan keinginan/ kehendak si pembuat.
Untuk mewakili kelompok hasil seni rupa garapan, diperagakan bermacam-macam batik tradisional, tenun tradisional, perhiasan-perhiasan, senjata tradisional, kerajinan ukir-ukiran di atas kayu, keramik dan sebagainya. Dan untuk mewakili hasil seni ciptaan baru, baik diperagakan batik dan tenun modern, baik dari cara pembuatannya, bahan maupun fungsi atau kegunaannya sudah lebih modern. Juga dipamerkan berbagai macam keramik, ukiran ataupun anyaman
Gedung pendukung yang ada di halaman Museum Indonesia beserta taman yang cukup luas dan asri bisa digunakan untuk acara-acara seperti pernikahan, seminar atau acara keluarga lainya. Bale Panjang (ruangan tertutup) dengan ukuran 20x12 m² dengan fasilitas AC dan Bale Bundar (ruangan terbuka) dengan ukuran 12x12 m². *** [050712]
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami