Jalur pelayaran antarpulau di Nusantara, sejak dahulu telah terjalin kuat. Berbagai komoditas, utamanya beras, diperdagangkan ke seluruh wilayah Nusantara lewat laut Jawa. Pelayaran tradisional Nusantara tak pernah surut, meski harus bersaing dengan KPM, milik pemerintah Hindia Belanda.
Pada masa kejayaan Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM) pada 1900-1942, nyaris seluruh area jalur pelayaran Nusantara dikuasai oleh Perusahaan Pelayaran Kerajaan Hindia Belanda itu. Namun, hal tersebut tetap tidak menyurutkan tradisi pelayaran rakyat yang sudah berlangsung berabad-abad di Nusantara ini.
Jalur pelayaran yang paling ramai ketika itu adalah Laut Jawa. Pasalnya, kawasan ini menghubungkan pulau-pulau besar seperti Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Bali, dan Lombok. Jalur ini di sebelah baratnya berbatasan dengan Selat Karimata dan Selat Sunda, sedangkan di timurnya bersinggungan dengan Selat Bali dan Selat Makassar.
Di Laut Jawa sepanjang 800 mil dari timur ke barat itu, sejarah perhubungan melalui laut, sudah berlangsung sejak lama. Perniagaan rakyat sudah mencakup dan meliputi Jawa, Madura, Lampung, Palembang, Bangka, Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tenggara, Bali, Lombok, dan Sulawesi Selatan. Sampai-sampai Laut Jawa dikenal sebagai ‘Laut Mediterania di Asia Tenggara’.
Banyak jenis barang perniagaan yang dibawa kapal-kapal pada lintasan Laut Jawa ini, seperti minyak kelapa, kacang kedelai, kopi, gula, kemiri, kopra, asam Jawa, serta hasil penelitian lainnya. Dan, tentu saja yang selalu menjadi komoditas pokoknya, yaitu beras. Sarana angkutnya bukanlah kapal-kapal besar seperti yang dimiliki KPM, tapi perahu-perahu tradisional, seperti perahu nade dari Sumatera, jenggolan dari Madura, atau pinisi dari Makassar.
Dalam rentang pelayaran rakyat itu, terdapat beberapa pelabuhan yang sangat penitng. Antara lain Semarang, Pekalongan, Jepara, Juana, Rembang, Tuban, Surabaya, hingga Palembang, Banjarmasin, Martapura, Bali, dan Sumbawa. Di tengah persaingan ketat dengan perusahaan pelayaran kuat milik para pengusaha asing atau pemerintahan Hindia Belanda seperti KPM, pelayaran rakyat Nusantara tetap berjaya. Selama abad ke-XIX, Laut Jawa telah menjadi saksi kegesitan dan kegigihan para pelayar dan peniaga antarpulau itu. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar