Lahirnya
kretek di Kudus, bahkan di Indonesia tidak dapat dipisahkan dari H. Jamhari,
seorang penduduk di Kudus, telah lama ia menderita penyakit di dada pada kurun
waktu sekitar akhir abad ke-18 . Pada suatu hari, dia mencoba minyak cengkeh
digosokkan bagian dada dan pundak. H. Jamhari terkejut karena dia merasakan
lebih baik usai menggosokan minyak tersebut.
Kemudian
dia mencoba mengunyah cengkeh dan hasilnya jauh lebih baik daripada sebelumnya.
Akhirnya, dia memutuskan untuk memakai rempah-rempah sebagai obat.
Adapun
caranya sederhana sekali, cengkeh dipotong halus (dirajang) dan dicampur dengan tembakau, setelah itu dibungkus
dengan klobot kering dan diikat,
hasilnya benar-benar di luar dugaan. Penyakit sesak dadanya menjadi sembuh.
Cara pengobatan ini dengan cepat tersebar di seluruh daerah tempat tinggalnya.
Karena
demikian banyak permintaan rokok buatannya, dia mencoba memproduksi rokok ini
secara kecil-kecilan. Setiap sepuluh batang rokok diikat dengan seutas tali
tanpa kemasan dan merek. Akhirnya muncul beberapa sebutan bagi rokok
produksinya, selain populer dengan “Rokok Obat”.
Berdasarkan
formula bahannya, warga Kudus acap kali menamai “Rokok Kretek”. Nama “kretek”
sengaja dilekatkan padanya karena ketika campuran tembakau cengkeh dibakar dan
dihisap menimbulkan bunyai kretek …
kretek … kretek.
Sepuluh
tahun kemudian, penemuan Djamari menjadi dagangan memikat di tangan Nitisemito,
perintis industri rokok di Kudus. Bisnis rokok dimulai oleh Nitisemito pada
1906 dan pada 1908 usahanya resmi terdaftar dengan merek "Tjap Bal
Tiga". Bisa dikatakan langkah Nitisemito itu menjadi tonggak tumbuhnya
industri rokok kretek di Indonesia.
Menurut
beberapa babad legenda yang beredar di Jawa, rokok sudah dikenal sudah sejak
lama. Bahkan sebelun Haji Djamari dan Nitisemito merintisnya. Tercatat dalam
Kisah Roro Mendut, yang menggambarkan seorang putri dari Pati yang dijadikan
istri oleh Tumenggung Wiroguno, salah seorang panglima perang kepercayaan
Sultan Agung menjual rokok "klobot" (rokok kretek dengan bungkus daun
jagung kering) yang disukai pembeli terutama kaum laki-laki karena rokok itu
direkatkan dengan ludahnya.
Sumber:
Museum Kretek Kudus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar