The Story of Indonesian Heritage

Museum Tsunami Aceh

Museum Tsunami Aceh (MTA) terletak di Jalan Iskandar Muda, Kelurahan Suka Ramai, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh, Provinsi Aceh. Lokasi museum ini berada di kawasan Blower, dan berada di sisi pintu gerbang Kherkof Peutjoet.
MTA ini didirikan untuk mengenang tsunami yang meluluhlantakan Aceh pada 26 Desember 2004, sehari setelah masyarakat Kristiani merayakan natalan. Gedung ini dibangun atas prakarsa beberapa lembaga yang terlibat rekonstruksi Aceh pasca tsunami, di antaranya Badan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Pemerintah Daerah Aceh, Pemerintah Kota Banda Aceh, dan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI).
Model bangunan MTA diambil dari rancangan pemenang dalam sayembara, M. Ridwan Kamil, dosen arsitektur Institut Teknologi Bandung (ITB). Model rancangan bangunan yang digagas oleh Ridwan Kamil tersebut mengadopsi dari ide bangunan Rumoh Aceh as Escape Hill.
Desainnya, lantai pertama museum merupakan ruang terbuka, sebagaimana rumah tradisional orang Aceh. Selain dapat dimanfaatkan sebagai ruang publik, jika terjadi banjir atau tsunami lagi, maka air yang datang tidak akan terhalang lajunya.


Tak hanya itu, unsur tradisional lainnya berupa seni Tari Saman yang diterjemahkan ke dalam kulit luar bangunan eksterior. Sedangkan, denah bangunan merupakan analogi epicenter sebuah gelombang laut tsunami. Tampilan eksterior museum mengekspresikan keberagaman budaya Aceh melalui ornamen dekoratif unsur transparansi elemen kulit luar bangunan seperti anyaman bambu. Sedangkan tampilan interiornya mengetengahkan sebuah tunnel of sorrow yang menggiring pengunjung ke suatu perenungan atas musibah dahsyatnya yang diderita warga Aceh sekaligus kepasrahan dan pengakuan atas kekuatan dan kekuasaan Allah dalam mengatasi sesuatu.
Bangunan MTA berdiri megah pada lahan seluas satu hektar, sekilas tampak seperti perahu lengkap dengan cerobong asapnya. Desain ini begitu tematik sekali.
Pada pintu masuk museum dipajang helikopter milik Kepolisian yang pernah bertugas di Bumi Rencong yang terkena terjangan tsunami. Kerusakan dari helikopter inilah yang sebenarnya ingin ditampilkan agar pengunjung sadar betul akan kedahsyatan tsunami yang melanda Bumi Serambi Mekkah.
Masuk ke dalam, pengunjung disuguhkan dengan sebuah lorong sempit yang agak remang. Di sini pengunjung bisa melihat air terjun di sisi kiri dan kanannya yang mengeluarkan suara gemuruh air. Lorong ini untuk mengingatkan para pengunjung pada suasana tsunami.
Selanjutnya adalah sebuah ruang yang disebut The Light of God. Ruang yang berbentuk sumur silinder ini menyorotkan cahaya ke atas sebuah lubang dengan aksara Arab, Allah. Dinding sumur silinder juga dipenuhi nama-nama para korban tsunami Aceh. Dari luar jauh, akan terlihat seperti cerobong.
Keluar dari sana, ada memorial hall di ruang bawah tanah. Ruangan ini gelap dengan dinding kaca. Di sana pengunjung dapat melihat foto-foto kondisi Aceh yang porak poranda setelah tsunami. Foto-foto tersebut ditampilkan memakai pada 26 layar display elektronik selebar 17 inci.
MTA yang dibangun dengan dana sekitar Rp 70 miliar, sekarang menjadi ikon bagi Kota Banda Aceh. Bahkan, menjadi land mark kedua Kota Banda Aceh setelah Masjid Raya Baiturrahman. Terbukti dengan masih banyaknya pengunjung yang hilir mudik ke museum ini. Menurut juru parkir yang berada di MTA, semenjak dibuka untuk umum, diperkirakan rata-rata pengunjung berjumlah sekitar seribu sampai dua ribuan per bulan, paling ramai hari Sabtu dan Minggu. Museum ini ramai dikunjungi setiap hari oleh anak sekolah, wisatawan lokal, nasional dan wisatawan mancanegara. *** [061013]

Kepustakaan:
Buletin Wonderful World of Aceh Vol. II/Mei-Agustus 2012 hal. 16
Pengamatan langsung pada hari Minggu, 6 Oktober 2013
Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami