Cabai
merupakan salah satu komoditas yang banyak dibudidayakan oleh petani di
Indonesia karena memiliki nilai ekonomis dan sejumlah manfaat lainnya. Sebagai
bumbu, buah cabai yang pedas sangat popular di Indonesia sebagai penguat rasa
makan. Tanaman cabai banyak mengandung banyak mengandung vitamain A dan vitamin
C serta mengandung minyak atsiri capsaicin,
yang menyebabkan rasa pedas dan memberikan kehangatan panas bila digunakan
untuk rempah-rempah (bumbu dapur). Selain itu, zat capsaicin juga berfungsi dalam mengendalikan penyakit kanker.
Tanaman
cabai adalah tanaman sayuran yang tergolong tanaman setahun, berbentuk perdu,
dari suku (famili) terong-terongan (Solanaceae).
Tanaman cabai termasuk ke dalam golongan tanaman berbunga. Taksonomi tanaman
cabai diklasifikasikan dalam kerajaan Plantae,
divisi Spermatophyta, kelas Angiospermae, ordo Tubiflorae, famili Solanaceae,
genus Capsicum dan spesies Capsicum annuum L.
Cabai
memiliki dua spesies yang terkenal, yaitu cabai besar atau cabai merah (C. annuum L.). Sinonim C. annuum ialah C. annuum var. ceraciforme
Mill, C. annuum var. longum (DC) Sendt, C. annuum var. grossum
(L) Sendt. Termasuk ke dalam cabai merah ialah paprika (bell pepper), cabai manis (cayenne
pepper) dan lain-lain, yang tidak terlalu pedas dan agak manis.
Sedangkan
yang termasuk ke dalam cabai kecil ialah rawit. Cabai kancing, cabai udel, yang
biasanya dipelihara sebagai tanaman hias adalah termasuk golongan cabai kecil.
Pada umumnya cabai kecil ini lebih tahan terhadap hujan dan rasanya lebih
pedas.
Sejumlah
literature menyebutkan, cabai digunakan sebagai bumbu masak sejak 6.000 tahun
lalu. Perkiraan itu berdasarkan bukti arkeologis di Ekuador Barat Daya, dekat
perbatasan Peru. Arkeolog melihat jejak butir cabai yang menempel pada
peralatan masak penduduk Indian kuno.
Penemuan
itu diklaim bisa membuktikan bahwa penduduk asli di Ekuador Barat Daya adalah
komunitas pertama yang menggunakan cabai dalam masakannya, bukan masyarakat
yang hidup di pegunungan Peru atau Meksiko sebagaimana selama ini diyakini.
Kurang lebih 5.000-7.000 tahun lalu, orang Indian membudidayakan tanaman cabai
dengan cara mencangkok atau menyetek. Dari budidaya ini, cabai menyebar ke
Amerika. Sampai di sini, penyebaran cabai terkunci di Amerika hingga Columbus sampai
ke Benua Amerika tahun 1490. Di Dunia Baru itu Columbus menemukan tanaman
pedas. Ia menjulukinya paprika merah.
Sejak
kedatangan orang-orang Eropa, tanaman itu makin menyebar ke Mesoamerica
(Meksiko, Nikaragua, Guatemala, Honduras, Elsavador, dan Belize) serta Karibia.
Cabai (Capsicum annuum) yang
dibudidayakan di Mesoamerica diduga merupakan nenek moyang dari cabai yang umum
kita konsumsi sekarang. Varietas keduanya adalah cabai rawit (Capsicum frutescens). Tanaman pedas itu
kemudian dibawa dan diperkenalkan ke Spanyol pada tahun 1493 (Nathan Nunn, dan
Nancy Qian, The Columbian Exchange: A
History of Disease, Food, and Ideas).
Dari
sinilah dunia cabai terkuak ke masyarakat luas. Dalam waktu singkat wilayah
Eropa Tenggara yang membentang dari Spanyol sampai Portugis akrab dengan
sengatan pedas cabai (Paul Bosland, History
of Chile Pepper). Kedua Negara itu lantas menyebarluaskan cabai ke sejumlah
koloni dan daerah yang pernah disinggahinya ketika berdagang rempah, seperti
India, China, Korea, Jepang, Filipina, Malaka, dan Nusantara.
Kapan
cabai masuk ke Nusantara? Ada dugaan Nusantara mengenal cabai pada abad ke-16
seturut kedatangan Portugis ke Asia Tenggara ketika mencari sumber rempah
terutama lada, pala, dan cengkeh. Tahun 1522, Portugis memperoleh akses
perdagangan lada yang menguntungkan. Portugis membawa barang untuk
dipersembahkan kepada raja Sunda. Kemungkinan, di antara barang-barang itu ada
bibit cabai. Dari situ, cabai meluas ke wilayah timur Nusantara. ***
Kepustakaan:
- Rizki Ramadhani dalam Laporan Kegiatan Pemuliaan Tanaman Cabai Merah pada HCRD (Horticulture Crop Research and Development) PT. BISI International, Tbk Farm Pujon, Desa Ngroto, Kec. Pujon, Kab. Malang, Jawa Timur
- KOMPAS Edisi Jumat, 20 Desember 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar