Stasiun
Kereta Api Medan merupakan stasiun terbesar yang berada di bawah naungan Divisi
Regional 1 Sumatera Utara. Stasiun yang berada pada ketinggian +22 m ini
terletak di Jalan Stasiun Kereta Api No. 1 Kelurahan Kesawan, Kecamatan Medan
Barat, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara, atau tepatnya berada di sebelah
timur Lapangan Merdeka Medan.
Stasiun
ini muncul seiring dengan berkembangnya Kota Medan pada awal abad ke-19 yang
ditandai dengan banyaknya infrastruktur yang dibangun pada masa itu akibat
adanya pembukaan lahan perkebunan tembakau Deli. Ketika itu tembakau Deli
merupakan komoditas utama dari perkebunan di Sumatera Utara yang sangat
digemari oleh orang-orang Eropa.
Untuk
kelancaran pengangkutan hasil perkebunan di sekitar Kota Medan, maka perusahaan
swasta Belanda yang bernama Deli Spoorweg
Maatschappij (DSM) didirikan pada tahun 1870 mulai mengembangkan
infrastruktur perkeretapian di Sumatera Utara. Tahun 1885 rel kereta api sudah
dibangun dan stasiun kereta api yang berdekatan dengan Lapangan Esplanade (kini
Lapangan Merdeka) juga sudah berdiri pada tahun 1887.
Ketika masa pendudukan Jepang (1942-1945), perkeretapian untuk daerah Sumatera Utara di bawah wewenang Angkatan Laut Jepang dengan nama Tetsudo-Tai yang berpusat di Bukittinggi, Sumatera Barat.
Setelah
Indonesia merdeka, sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Panglima T dan T1 Nomor
PM/KP TS/045/12/97 tertanggal 14 Desember 1957, perkeretapian di Sumatera Utara
dikembalikan kepada DSM sampai dilakukan alih wewenang pada perusahaan milik
Belanda kepada penguasa militer daerah Sumatera Utara. Selanjutnjya mulai
tanggal 29 April 1963, berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 80 Tahun 1963 jo Peraturan
Pemerintah (PP) 41 Tahun 1959 dengan SK Menteri Perhubungan (Menhut) Nomor
37/1/20 tanggal 17 Januari 1963 maka seluruh kereta api eks DSM menjadi bagian
Djawatan Kereta Api (DKA) yang berpusat di Bandung, dan sejak 2 Januari 2001
telah ditetapkan perubahan nama dari Eksploitasi menjadi Divisi Regional
(Divre) I Sumatera Utara.
Sekilas
arsitektur Stasiun Medan tampak baru telah mengalami perombakan total dari
bentuk aslinya, namun demikian bukan berarti tidak ada sama sekali sisa
arsitektur peninggalan masa kolonial Hindia Belanda. Menara jam di bagian muka
stasiun, keberadaan dipo lokomotif maupun bagian atap peron di jalur 2 dan 3
serta jembatan gantung di ujung sebelah selatan merupakan sisa arsitektur kolonial
yang bisa disaksikan. Sedangkan di samping stasiun yang menghadap ke Lapangan
Merdeka terdapat lokomotif uap bertipe 2-6-4 T buatan Pabrik Hartmann, Jerman
pada tahun 1914.
Sesuai
dengan laman milik PT. Kereta Api Indonesia (KAI), Stasiun Kereta Api Medan
dengan segala bangunan pendukungnya yang ada, telah ditetapkan sebagai bangunan
cagar budaya (BCB) yang harus dirawat dan dilestarikan. *** [130314]
Kepustakaan:
Damardjati Kun Marjanto, Ernayanti, Robby Ardiwijaya,
2013, Permasalahan dan Upaya Pelestarian Kawasan Kota Lama di Medan,
dalam Jurnal Kebudayaan Vol. 8 No. 1 Tahun 2013
Emi Fitriya Harahap, 2009, Tanggung Jawab PT. Kereta Api
Indonesia (Persero) Terhadap Penumpang Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2007 (Studi Pada PT. Kereta Api (Perser0) Divisi Regional I Sumatera Utara),
Skripsi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar