Pada masa
sebelum munculnya perkebunan di Sumatera Utara, Kota Medan berada di bawah
Padang. Namun sejak munculnya industri perkebunan di Sumatera Utara atau
tepatnya Sumatera Timur, pertumbuhan Kota Medan mengalami peningkatan yang
cukup drastis. Medan muncul sebagai pusat kegiatan ekonomi, administrasi
pemerintahan, politik dan kebudayaan. Medan sebagai pusat kegiatan ekonomi
perkebunan menjadi daya tarik yang luar biasa bagi kaum pendatang untuk mengadu
nasib. Akibatnya berbagai macam kelompok etnik di antaranya Karo, Toba,
Mandailing, Minangkabau, Aceh, Tionghoa, Jawa, India, Eropa, dan lain-lain menjadi penghuni Kota Medan bersama-sama
dengan etnik asli orang Melayu.
Medan,
kala itu, adalah sebuah kota dengan penduduk yang dianggap sebagai Nusantara
mini pada era kolonial Belanda. Multikulturalisme menjadi warna tersendiri bagi
Kota Medan dengan kemajemukan sosio kultural. Komunitas yang telah hadir
menjadi bagian dalam perkembangan kebudayaan di Medan, tidak hanya pada tataran
hubungan sosial saja namun melingkupi juga pada tataran keagamaan. Karena,
masing-masing etnik yang bermukim di Medan tentunya akan membawa keyakinan
masing-masing, dan sekaligus ingin diimplementasikan.
Puluhan orang yang mayoritas terdiri dari orang India Tamil maupun Belanda penganut Katolik guna melaksanakan aspek keagamaannya membutuhkan tempat beribadah, maka pada tahun 1879 dibangunlah gereja yang cukup sederhana, yaitu berupa sebuah gubuk beratap daun rumbia dan ijuk.
Seiring
bertambahnya jumlah umat yang pada tahun 1884 sudah
berjumlah 193 orang, maka sejak tahun itu sudah dipikirkan bagaimana
memperbaiki dan memperbesar gubuk beratap daun rumbia dan ijuk tersebut.
Barulah pada tahun 1905, ketika umat Katolik sudah berjumlah 1.200 orang,
pembangunan gereja yang sekarang ini mulai dilaksanakan. Pembangunan
gereja pada tahun 1905 tersebut diprakarsai dan dilaksanakan oleh para Pastor
Ordo Jesuit yang bekerja di Medan. Gereja Katedral ini pada waktu itu dibangun
dengan dinding batu, beratap seng dan sebagian masih beratap daun rumbia dan
ijuk serta diresmikan pada bulan November tahun itu juga.
Pada 30 januari 1928, gereja mengalami
perluasan sekitar 6 meter dengan menambah bagian panti imam, ruang pengakuan
dosa serta dengan pelataran depan dan menara. Perluasan dan pembangunan
permanen tersebut dirancang oleh arsitek kelahiran Den Haag, Belanda, yang
bernama Johannes Martinus (Han) Groenewegen dan dilaksanakan oleh Langereis
& Co, sebuah biro arsitek tertua di Sumatera Timur yang didirikan pada
Agustus 1890 oleh GD Langereis.
Hasil dari rancangan arsitek dan pelaksanakan
tersebut, gereja ini masih bisa disaksikan hingga sekarang. Gereja ini terletak
di Jalan Pemuda No. 1 Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun, Kota Medan,
Provinsi Sumatera Utara. Lokasi gereja ini berada di depan BTN Cabang Medan
atau di sebelah selatan Bank Mandiri Cabang Kesawan.
Gereja berlanggam kolonial Belanda
ekspresionisme ini dikenal dengan Gereja Katedral Santa Maria Tak Bernoda Asal,
seusai dengan tulisan besar yang berada di depan gereja menghadap ke Jalan
Pemuda. Selain itu, gereja ini merupakan salah satu bangunan tua
bersejarah dan bernilai arsitek yang tinggi di kota Medan ini. *** [140314]
Kepustakaan:
Suprayitno,
2005, Medan Sebagai Kota Pembauran Sosio Kultur Di Sumatera Utara Pada Masa
Kolonial Belanda, dalam Historisme Edisi Khusus (Lustrum) No. 21/Tahun
X/Agustus 2005
http://en.wikipedia.org/wiki/Medan_Cathedral
https://www.facebook.com/media/set/?set=a.303102133042873.87784.156341177718970&type=1
http://parokikatedralmedan.com/tentanggereja.php
Terima kasih telah berkenan membaca artikel ini, dan terima kasih sudah menge-share artikel Katedral di Florence. Semoga memberi manfaat akan kesejarahan
BalasHapus