Prasasti
Kaladi berangka tahun 831 Çaka atau 909 M, dengan menggunakan aksara Kawi tipe
standard dengan variasi serta menggunakan bahasa Jawa Kuno yang dituliskan
dalam bentuk prosa. Prasasti ini dipahatkan di atas tembaga (tamra praśasti)
yang berjumlah 10 lempeng, akan tetapi yang 2 lempeng hilang, yaitu lempeng
nomor 3 dan 5. Sekarang yang 8 lempeng prasasti Kaladi disimpang di Museum
Nasional Jakarta dengan nomor inventaris E71.
Prasasti
Kaladi ditemukan di area Gunung Penanggungan, Jawa Timur. Prasasti
Kaladi berasal dari masa Mataram Kuno dalam masa kepemimpinan Śrī
Maharāja
Rakai Watukura Dyah Balitung Śrī Dharmmodaya Mahāsambhu.
Dyah Balitung merupakan raja yang memerintah Mataram Kuno setelah Rakai
Kayuwangi.
Prasasti
ini menceriterakan tentang penetapan Desa Kaladi, Gayām, dan Pyapya, yang semuanya
masuk wilayah (samgat) Bawaᶇ,
menjadi sīma
atas permohonan Dapunta Suddhara dan Dapunta Dampi kepada Raja Rakai Watukura
Dyah Balitung. Adapun sebabnya ialah karena semula ada hutan yang memisahkan
desa-desa itu yang menyebabkan ketakutan. Mereka senantiasa mendapat serangan
dari penduduk Mariwuᶇ yang membuat para pedagang dan penangkap ikan merasa
resah dan ketakutan siang dan malam. Maka (diputuskan) untuk disetujui bersama
hutan itu dijadikan sawah agar supaya penduduk tidak lagi merasa ketakutan, dan
sawah itu juga ditetapkan tidak masuk wilayah (samgat) Bawaᶇ.
Dalam
prasasti ini juga disebutkan perihal nama-nama pejabat dan juga pasak-pasak
yang diberikan kepada para pejabat, dan sapata
bagi yang melanggar sīma tersebut.
Selain itu, prasasti ini juga menjelaskan mengenai adanya kasus perbanditan. ***
Kepustakaan:
Anjali Nayenggita, 2012, Prasasti Kaladi 831 Śaka, dalam Skripsi di Program Studi Arkeologi,
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar