Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat memiliki luas sekitar 54 hektar yang dimulai
dari alun-alun utara sampai dengan alun-alun selatan. Saking luasnya, di dalam kompleks Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat terdapat beberapa kori yang berada di sejumlah tempat dengan segala
makna filosofisnya. Salah satu kori
yang ada tersebut adalah Kori Kamandungan. Kori Kamandungan ini terletak di Jalan
Sasono Mulyo, Kelurahan Baluwarti, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta, Provinsi
Jawa Tengah. Lokasi kori ini berada
di sebelah selatan Kori Brajanala Lor, atau diapit oleh dua garasi.
Kori
yang dibangun oleh Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat mempunyai makna
pandangan dan sikap hidup yang diharapkan oleh kraton. Kori Kamandungan berasal dari gabungan dua
kata, yaitu kori dan kamandungan. Kori adalah akses di batas kategori ruang publik dengan kategori
ruang pribadi individual atau komunal bangsawan, dalam variasi wujud celah atau
lubang tanpa atap, lubang beratap, atau ruangan beratap dengan dinding
berlubang pembagi ruangan, atau dalam bahasa yang sederhana, kori itu berarti pintu (gate). Sedangkan, kamandungan berasal dari kata mandhung
yang berarti berhenti (sesaat). Melewati gerbang pelataran Kamandungan dan
menapaki Balerata menuju Kori Kamandungan bermakna laku batin sampai pada
bagian prosesi Panembah (Andhung).
Di Kamandungan terdapat cermin besar untuk bercermin sebelum masuk kraton atau istana. Secara lahiriah, hal tersebut dimaksudkan agar siapa pun yang akan masuk ke dalam kraton berhenti sejenak untuk bercermin, atau mengoreksi apakah pakaian yang dikenakan sudah cukup pantas untuk masuk ke dalam kraton. Secara batiniah, mengingatkan agar manusia hendaknya selalu bercermin akan tingkah laku dan perbuatan serta menjaga kesucian hati. Sikap yang demikian ini memunculkan ungkapan mulat sarira hangrasa wani, yang berarti tanggap diri apakah pantas, bersih, rapi bertatakrama dalam ‘berbusana’ (agama ageing aji) untuk menghadap Sang Pencipta.
Dulu, setibanya seseorang di Kori Kamandungan harus berhenti dahulu untuk mengingat-ingat atau mengoreksi perbuatan/perilakunya sendiri (introspeksi). Jika merasa salah atau keliru perbuatannya, hendaknya harus segera minta ampun (bertaubat) dan bersyukur bilamana menerima rahmat dari Sang Pencipta.
Kori
Kamandungan merupakan bangunan terdepa dari kraton bagian dalam yang dibangun
oleh Sri Susuhunan Pakubuwono (PB) IV pada 10 Oktober 1819, namun belum sampai
selesai, PB IV wafat. Akhirnya, bangunan gerbang utama Kamandungan dilanjutkan pembangunannya
oleh PB V. Kemudian direnovasi oleh PB X pada tahun 1889.
Kamandungan
juga menjadi tempat para abdi dalem
yang mandung (jaga, di luar dan di
dalam), dan sekaligus sebagai tempat menghadapnya abdi dalem Jajar Mandung golongan Keparak. Kori ini mempunyai skala
yang besar. Hal ini untuk menunjukkan kewibawaan raja, keagungan kraton, dan
kemegahan kraton. Selain itu, juga untuk memunculkan rasa hormat kepada kraton.
Kori
Kamandungan ini memiliki tiga pintu, yaitu Kori Kamandungan bagian timur, bagian
tengah, dan bagian barat. Kori Kamandungan bagian barat dan bagian timur
mempunyai lengkung di atas daun pintu, dan masing-masing kori tersebut ukuran
lebar yang berbeda-beda. Kori Kamandungan bagian timur memiliki ukuran 2,10 m,
Kori Kamandungan bagian tengah berukuran 2,67 m, dan Kori Kamandungan bagian
barat mempunyai ukuran 2,30 m.
Fungsi
Kori Kamandungan sebagai pintu utama terdepan yang menghubungkan Kedaton dengan
luar Kedaton, melalui ruang antara yaitu halaman Sri Manganti, dan sekaligus
sebagai pintu penghubung bangsal sisi barat dan sisi timur halaman Sri Manganti
dengan halaman Kamandungan. *** [240617]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar