The Story of Indonesian Heritage

Stasiun Kereta Api Tasikmalaya

Stasiun Kereta Api Tasikmalaya (TSM) atau yang selanjutnya disebut dengan Stasiun Tasikmalaya, merupakan salah satu stasiun kereta api yang berada di bawah manajemen  PT. Kereta Api Indonesia (Persero) Daerah Operasi (Daop) 2 Bandung yang berada pada ketinggian + 349 m di atas permukaan laut. Stasiun ini terletak di Jalan Stasiun No. 8 Kelurahan Tawangsari, Kecamatan Tawang, Kota Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat. Lokasi stasiun ini berada di sebelah barat laut alun-alun atau ± 500 m, atau sebelah timur laut Hotel Merdeka ± 140 m.
Pembangunan stasiun ini bersamaan dengan pembangunan jalur rel kereta api dari Cibatu-Tasikmalaya-Banjar-Maos yang dikerjakan oleh perusahaan kereta api milik Pemerintah Hindia Belanda, Staatsspoorwegen (SS), dari tahun 1893 hingga 1894, sebagai bagian dari proyek jalur kereta api untuk jalur bagian barat (Westerlijnen). Jalur sepanjang 174 kilometer ini, pengerjaannya dimulai dari Cibatu menuju Tasikmalaya kemudian diteruskan hingga Maos. Jalur ini merupakan jalur pegunungan (berglijn) dengan kemiringan mencapai 25/₀₀.


Agus Mulyana dalam bukunya, Sejarah Kereta Api di Priangan (Penerbit Ombak, 2017: 106-107), menjelaskan bahwa pembangunan jalur ini dimulai dari Stasiun Cibatu yang merupakan titik pertemuan antara jalur Cicalengka-Garut dan Warung Bandrek-Maos (Cilacap). Dari Stasiun Cibatu menuju ke Stasiun Warung Bandrek, kemudian ke arah timur menuju ke Malangbong. Jalan kemudian menanjak dari arah Malangbong menuju arah tenggara sampai batas yang menghubungkan antara Gunung Cakrabuana dengan Sedakling yang memiliki ketinggian 780 m. Di daerah Sedakling dibangun Stasiun Cipontren. Dari arah Stasiun Cipontren jalan mulai menurun menuju lembah Ciawi yang memiliki ketinggian 500 m. Dari Cibatu hingga Ciawi jalur rel yang dibangun pada daerah pegunungan dengan kondisi jalan yang berbelok-belok.


Jalan mulai lurus dari Ciawi walaupun masih landai. Dari Ciawi jalan menuju desa-desa yang padat penduduknya, yaitu Rajapolah. Jalur rel kemudian mengikuti arah jalan raya dan aliran Sungai Citanduy hingga Banjar. Daerah-daerah yang dilalui antara Rajapolah dan Banjar yaitu Indihiang, Tasikmalaya, dan Manonjaya. Pada akhir tahun 1893 jalur rel Cibatu-Tasikmalaya sudah selesai dibangun dan dapat digunakan untuk umum pada 16 September 1893.
Awalnya, bangunan Stasiun Tasikmalaya ini tidaklah semegah ini. Bentuknya masihlah sederhana dan memanjang. Namun, seiring perkembangan di daerah tersebut, stasiun ini juga direnovasi sesuai dengan kebutuhan yang terus meningkat hingga berbentuk seperti sekarang ini. Yang khas dari gaya arsitektur stasiun ini adalah di tengah-tengah atap stasiun dibuat bertajug seperti bangunan gedung sate di Bandung.


Stasiun Tasikmalaya tergolong sebagai stasiun besar yang memiliki 7 jalur dengan jalur 2 sebagai jalur sepur lurus. Arah barat menuju ke Stasiun Indihiang dan arah timur menuju Stasiun Awipari. Di sebelah tenggara bangunan stasiun terdapat dua jalur rel buntu (sepur badug) demikian juga jalur 7 ke arah tenggara juga terhubung dengan jalur rel buntu.
Pada tahun 1910, dari Stasiun Tasikmalaya dibangun jalur rel menuju Singaparna sepanjang 17 kilometer oleh Staatsspoorwegen dalam Dienst der Eenvoudige Lijnen (layanan jalur sederhana atau bukan jalur poros utama) yang memakan waktu selama satu tahun. Pembangunan jalur ini semula digunakan untuk mengangkut hasil tambang, seperti batu bara dan mangan, yang banyak ditemui di daerah Tasikmalaya bagian selatan, dan sekaligus mengangkut para pekerja tambangnya atau penumpang lainnya. Kemudian mulai tahun 1960an, kereta api yang mlintas jalur ini hanya digunakan untuk mengangkut hasil tambang saja. Jalur Tasikmalaya-Singaparna ini sekarang sudah tidak ada lagi.
Ketika masih berstatus kabupaten atau kota administratif, Stasiun Tasikmalaya hanya disinggahi oleh kereta api kelas ekonomi maupun bisnis saja. Kemudian setelah resmi menjadi Kota Tasikmalaya pada 17 Oktober 2001, Kota Tasikmalaya menjadi kota termaju dan berkembang paling pesat di daerah Priangan Timur. Sejak saat itulah, kereta kelas eksekutif pun mulai berhenti untuk menaikkan maupun menurunkan penumpang di stasiun ini. *** [301017]

Foto: Mugi Gumanti


Share:

2 komentar:

Terpopuler

Mutiara Kekunaan

Diberdayakan oleh Blogger.

Label

Blog Archive

Label

Statistik Blog

Sahabat Kekunaan

Hubungi Kami