…nir buta iku
bumi kala wong Pajang kendhih
lungo tilar nagara
Adipatinipun
angungsi ing Giri Liman
ing Mataram angalih mring Karta singgih
nir tasik buta tunggal
Ketika ‘lenyap, berubah menjadi laut,
buminya’, orang-orang Pajang dikalahkan;
mereka meninggalkan tanahnya
Adipati mereka
mengungsi ke Giri Liman
di Mataram, mereka berpindah ke Karta, memang,
ketika ‘menghilang semua kembali ke laut’
Demikianlah petikan tembang dhandhanggula dari Babad ing Sangkala yang ditulis tahun 1738. Inilah salah satu sumber tertulis tertua di Jawa yang mengisahkan kejadian di Jawa dari tahun ke tahun. Naskah yang lebih tua dari Babad Tanah Jawi (ditulis akhir abad ke-18) ini kemudian dirampas Inggris dalam penyerbuan ke Jawa tahun 1812. Sejarawan dari University of London, MC Ricklefs, kemudian mentransliterasi Babad ing Sangkala ini dalam bukunya, Modern Javanese Historical Tradition (1978).
Yang menarik dari bait ke-26 dari Babad ing Sangkala ini adalah penggunaan kalimat “nir buta iku bumi” dan “nir tasik buta tunggal” untuk menandai kekalahan pasukan Pajang pada tahun 1619. Bagi masyarakat Jawa kebanyakan, barangkali akan mengaitkan hal ini dengan legenda Ratu Kidul, penguasa pantai selatan yang kedatangannya ditandai dengan deru gelombang hingga ke daratan.
Namun, sejarawan Anthony Reid dari Australian National University dalam paper-nya, Historical Evidence for Major Tsunamis in the Java Subduction Zone (2012), berpendapat, kalimat dalam babad ini mirip dengan kejadian empasan gelombang laut ke daratan saat terjadinya tsunami. “Babad ing Sangkala menguatkan kemungkinan terjadinya tsunami besar pada tahun 1618, yang melanda pantai selatan Jawa Tengah (Mataram) di tempat yang menjadi pusat perkembangan mitologi Ratu Kidul,” tulis Reid.
Reid juga menghubungkan kemungkinan terjadinya petaka pada tahun itu dengan temuan peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Eko Yulianto, tentang terjadinya tsunami besar di selatan Jawa. Eko yang melakukan penggalian di Pangandaran (Jawa Barat) dan Cilacap (Jawa Tengah) telah menemukan deposit tsunami raksasa yang pernah melanda selatan Jawa sekitar 400 tahun lalu.
Guru Besar Sejarah Universitas Gadjah Mada, Bambang Purwanto mengatakan, tafsir yang mengaitkan fenomena Ratu Kidul dengan ancaman tsunami dari selatan Jawa sah-sah saja. “Selama ini kita kebanyakan menafsirkan Ratu Kidul hanya dari aspek mitologi dan kepercayaan. Tetapi, bisa jadi, Ratu Kidul memang mengabarkan bencana gempa dan tsunami pada masa lalu yang bersumber di pantai selatan Jawa,” katanya. “Sekarang saatnya kita menggali sumber-sumber lokal, yang selama ini banyak dilupakan.” ***
*) KOMPAS edisi Sabtu, 26 Mei 2012 hal.40
Tidak ada komentar:
Posting Komentar