Pada suatu ketika Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo (KGPAA) Mangkunegara IV bermaksud hendak menghadap raja di Pesanggrahan Langenharjo.
Kebiasaan apabila menghadap raja di Keraton Surakarta, pakaian yang dikenakan adalah “sikepan”, yaitu sejenis jas tetapi tertutup sampai bagian atas (leher), sedangkan bagian belakangnya dibuat lengkungan (krowokan).
Pada saat itu, karena tidak menghadap raja di Keraton, pertimbangan lainnya, mestinya tidak harus “sikepan”, maka secepatnya KGPAA Mangkunegara mempunyai prakarsa untuk merubah baju “rokkie” (Jas Barat), menjadi baju corak Jawa.
Diceritakan pada hari Selasa Wage, PB IX beserta Permaisuri dan para putera serta sentana, mengadakan acara khusus di Pesanggrahan Langenharjo. Sudah barang tentu juga memanggil para Bupati, para Adipati dan sentana dalem yang lain, dan tidak ketinggalan KGPAA Mangkunegara IV mengenakan baju beskap Langenharjan dengan dasi berbentuk kupu-kupu.
Serta merta setelah diterima dengan menghaturkan sembah, maka perhatian PB IX tertuju pada yang dikenakan KGPAA Mangkunegara.
PB IX memberikan penilaian bahwa pakaian yang dikenakan KGPAA Mangkunegara IV yang dibuat dengan menggabungkan jenis “Rokkie” dan Jawa sangat mengesankan.
Oleh karena peristiwa pertama kali menghadap dengan pakaian itu berlangsung di Pesanggrahan Langeharjo, maka jenis beskap tersebut dikenal dan diberi sebutan beskap Langenharjan.
Jenis pakaian tersebut kini menjadi kebangsaan masyarakat Surakarta dan sekitarnya dan dijadikan jenis pakaian dari mempelai pria.
Dibagian depan terbuka seperti layaknya baju jas, dengan dasi kupu-kupu, sedangkan bagian belakang seperti beskap memakai keris. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar