Letak pelabuhan ini, di ujung timur pantai utara Jawa. Pada masa pra-Islam, Pelabuhan Cirebon disebut sebagai titik mata rantai Jalur Sutera di pantai utara Jawa. Inilah kota bandar yang unik, karena berada di perbatasan Kerajaan Galuh (Hindu), Demak, dan Mataram (Islam). Secara geografis pun sangat strategis karena berada di teluk yang terlindung oleh Semenanjung Indramayu. Pantainya yang landai membuat kapal-kapal mudah merapat ke darat.
Di masa kejayaan Islam (abad XVII) bandarnya terletak di Muarajati. Pelabuhan ini berkembang pesat dan menjadi yang terbesar, mengalahkan pelabuhan-pelabuhan lain di sekitarnya. Kapal-kapal niaga dari berbagai Negara bersandar di pelabuhan ini untuk mengambil dan menurunkan muatan. Di sinilah bahan-bahan produksi dari wilayah pedalaman Jawa Barat disalurkan ke berbagai tempat. Bandar Cirebon menjadi ajang pertemuan para pedagang dari Arab, Persia, India, dan Cina.
Komoditas utama yang diperdagangkan di Bandar Cirebon adalah gula, kopi, dan beras. Dalam perkembangannya, Pelabuhan Cirebon mengalami perpindahan lokasi sampai beberapa kali dengan berbagai alasan, antara lain karena keadaan alam yang tidak menguntungkan. Setelah Bandar di Muarajati berkurang keramaiannya, pelabuhannya kemudian dipindahkan ke Caruban.
Pada masa VOC Belanda sampai awal abad XX, Bandar Cirebon berfungsi sebagai salah satu jaringan pasar dunia atau perdagangan internasional. Untuk memberikan pelayanan kepada pengguna jasa kelautan, pemerintah kolonial Belanda kemudian membangun Pelabuhan Tanjung Mas (Semarang), berikut benteng pertahanan di dalam kota. ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar