Dalem
Wuryaningratan yang ada di Jalan Slamet Riyadi ternyata memiliki visualisasi
sejarah yang cukup menarik. Pangeran Haryo Wuryaningrat adalah seorang putra
Patih Sosrodiningrat yang diambil menantu oleh Paku Buwono (PB) X. Selain
sebagai seorang bangsawan Kraton Kasunanan Surakarta, beliau adalah seorang
pejuang dan perintis kemerdekaan. Semasa pemerintahan PB X, Wuryaningrat
menjabat sebagai Bupati Nayaka Keparak Tengen (setingkat Menteri sekarang).
Dalam
masa perjuangan dulu, Dalem Wuryaningrat difungsikan sebagai markas besar dan
pusat kegiatan perjuangan bangsa. Ketika Pepatih Dalem KRMT Yudonagoro diculik
oleh komunis, maka Wuryaningrat diangkat menjadi Pepatih Dalem pada 15 Maret
1946 namun tidak lama kemudian beliau juga diculik oleh komunis tetapi akhirnya
diturunkan di daerah Gladag.
Dalem Wuryaningratan yang merupakan bangunan kuno ini berbentuk joglo yang dipengaruhi oleh bentuk arsitektur Eropa. Dari luar, bangunan itu tampak bergaya Eropa, di mana di bagian depan terdapat kanopi lengkap dengan pilar-pilar kokoh. Sebuah patung setengah badan berwajah Belanda diletakkan menghadap ke kolam. Konon, pada tahun 1890 untuk membangun rumah menantu raja secara khusus mendatangkan arsitek dari Belanda.
Bila
melongok ke dalam, ternyata konsep tata ruangnya berkiblat pada konsep Jawa.
Ruang paling depan berupa pendopo
yang dihiasi oleh lampu gantung cantik di langit-langit ruangan.
Masuk ke dalam lagi, dijumpai ruangan besar yang disebut dalem ageng. Dahulu ruangan ini digunakan untuk sebagai ruang makan keluarga. Antara ruangan besar dan pendopo terdapat semacam pembatas dengan lantai rendah, yang biasa disebut pringgitan. Ruangan ini dulu ditata dengan kursi dan difungsikan sebagai tempat untuk menerima tamu.
Sebelum
menuju dalem ageng, di sebelah kiri
dan kanan dari pintu menuju dalem ageng
tersebut terdapat dua ruangan di sebelah barat dan timur. Ruangan ini dahulu
merupakan tempat kerja mendiang KPH Wuryaningrat.
Selain
ruangan tersebut, masih ada tempat yang ada di kiri kanan dalem ageng. Letaknya
simetris antara gandhok kiri dan gandhok kanan. Dahulu digunakan untuk
bersantai dengan menggunakan akses khusus dari masing-masing kamar tidur.
Dulu
tempat ini juga biasa digunakan oleh para dalang untuk mementaskan wayang kulit
guna menghibur pemilik rumah. Sedangkan, di kiri kanan dalem ageng terdapat
ruangan kecil yang berisi kamar tidur, biasa disebut senthong kulon (barat) dan wetan
(timur).
Selain
bangunan induk, Dalem Wuryaningrat juga memiliki sebuah paviliun yang berada di
sebelah timur. Dalam sejarahnya, paviliun itu pernah dipakai KPH Wuryaningrat
bersama Dr. Sutomo dan Dr. Wahidin Sudiro Husodo membentuk Partai Indonesia
Raya (Parindra).
Dalem
Wuryaningrat semula pernah mangkrak beberapa tahun. Bangunan kuno tersebut
ditumbuhi ilalang dan terkesan dibiarkan begitu saja. Namun setelah, bangunan
kuno tersebut dibeli oleh Pemilik PT. Danar Hadi, Santoso Doellah, bangunan ini
mengalami renovasi tanpa mengubah bentuk. Kini kondisi bangunan menjadi
terawat, dan atas kreativitas Santoso Doellah bangunan ini diintegrasikan ke
Museum Batik Kuno Danar Hadi yang menyimpan 15 ribu batik kuno, outlet Batik
Danar Hadi bagi yang ingin membeli kenang-kenangan batik khas Solo, dan café yang menempati bekas paviliun. *** [Berbagai sumber]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar