Tarumanegara
merupakan sebuah kerajaan yang berkuasa di wilayah Jawa Barat. Kerajaan yang
berdiri pada abad ke-4 hingga ke-7 Masehi ini merupakan salah satu kerajaan tua
di Indonesia. Kerajaan
Tarumanegara dikenal memiliki tujuh buah prasasti. Salah satunya adalah
Prasasti Munjul. Prasasti Munjul disebut juga Prasasti Cidanghiang. Prasasti
ini terdapat di tepi Sungai Cidanghiang yang terletak di Desa Lebak. Desa Lebak
terdapat di Kecamatan Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten.
Prasasti
ini berisi pujian kepada Raja Purnawarman yang berkuasa pada saat itu. Pujian
ini diberikan karena Raja Purnawarman berhasil menumpas kelompok perompak yang
telah mengganggu keamanan.
Pada
masa kekuasaan Raja Purnawarman, para perompak sangat merajalela. Mereka sangat
meresahkan warga, terutama para nelayan. Hasil tangkapan mereka sering dirampas
oleh para perompak.
Para
perompak itu tidak hanya merampas hasil tangkapan para nelayan, tetapi mereka
juga sering menyiksa dengan kejam. Para nelayan tidak ada yang berani melawan
karena gerombolan perompak itu sangat garang.
Perlawanan
Raja Purnawarman terhadap para perompak bermula ketika perompak menyerang kapal
milik kerajaan. Di dalam kapal itu, terdapat seorang menteri kerajaan. Para
perompak seakan tidak peduli dan tidak takut dengan kekuasaan raja. Mereka
tetap merompak kapal kerajaan.
Para
pengawal kerajaan berusaha melawan mereka. Namun, para perompak lebih kuat.
Pasukan kerajaan dapat mereka kalahkan. Banyak pengawal yang gugur dan mayatnya
dibuang ke laut.
Salah
seorang pengawal kerajaan yang dibuang ke laut, ternyata masih hidup. Tubuhnya
terombang-ambing di lautan. Ia ditemukan oleh dua orang penduduk yang sedang
memancing bernama Bima dan Wamana.
“Lihat,
ada orang tenggelam!” seru Bima.
Mereka
segera menolong pengawal itu dan membawanya ke daratan.
“Orang
ini mengenakan seragam kerajaan. Sepertinya ia seorang pengawal,” ujar Bima
lagi.
Wamana
berkata, “Betul, ayo kita bawa ke istana.”
Mereka
membawa pengawal itu ke istana. Setelah mendapat perawatan, pengawal itu telah
kembali sehat dan menjelaskan peristiwa yang terjadi.
Raja
Purnawarman sangat marah mendengar cerita pengawalnya. Ia memutuskan untuk
mengadakan perlawanan dengan para perompak. Seluruh pasukan kerajaan telah
disiapkan untuk melawan gerombolan perompak itu.
Pasukan
kerajaan menyerang kapal perompak pada malam hari. Para perompak sangat tidak
siap dengan serangan itu. Mereka berhasil ditaklukkan. Para perompak itu
ditangkap dan dijadikan tawanan kerajaan. Namun, ada satu orang yang berhasil
meloloskan diri. Ia adalah kepala perompak.
Para
pengawal sudah mencari ke seluruh kapal, tetapi kepala perompak itu tidak juga
ditemukan. Akhirnya, pasukan kerajaan kembali ke istana.
Kepala
perompak masih menjadi buronan kerajaan. Raja Purnawarman menanyakan ciri-ciri
kepala perompak kepada para perompak yag telah tertangkap. Jawaban yang mereka
berikan sangat tidak memuaskan. Mereka mengatakan kalau pemimpin mereka berbau
amis, berpenyakit asma, dan suka menyamar. Mendengar jawaban itu, raja sangat
marah dan merasa dipermainkan. Ia lalu menyuruh pengawalnya untuk menghukum
mereka.
Setelah
berhasil menaklukkan gerombolan perompak, kerajaan mengadakan acara syukuran
secara besar-besaran. Seluruh rakyat Tarumanegara ikut serta, begitu juga
dengan Bima dan Wamana.
Di
acara syukuran itu, Wamana mencurigai seorang perempuan berkerudung yang
berkelakuan aneh. Perempuan itu berbau amis dan sikapnya tidak wajar.
Wamana
lalu teringat pengakuan dari anak buah perompak kalau pemimpin mereka berbau
amis dan suka menyamar. Ia langsung curiga dengan perempuan itu. Bisa saja ia
adalah si kepala perompak yang menyamar.
Diikutinya
terus perempuan itu. Kecurigaan Wamana semakin meningkat karena tingkah laku
perempuan itu sangat aneh. Akhirnya, Wamana menarik kerudung yang dipakai oleh
perempuan itu. Dan benar saja, ia adalah si kepala perompak.
Raja
Purnawarman menyaksikan kejadian itu. Ia langsung menyuruh para pengawalnya
menangkap si kepala perompak. Namun, rupanya, kepala perompak bukan orang
sembarangan. Ia sangat sakti. Berpuluh-puluh pengawal bisa ia lumpuhkan.
Bima
yang ilmu bela dirinya sangat tinggi, mencoba melawan perompak itu. Pertarungan
berjalan seimbang. Keduanya mengeluarkan jurus-jurus sakti andalan untuk
menaklukkan lawannya. Pukulan dan tendangan tidak bisa dihindarkan.
Pertarungan
berjalan dengan sengit, membuat yang menyaksikan sampai tidak mengedipkan mata.
Setelah cukup lama bertarung, keduanya mulai kelelahan. Bima menyadari
kekuatannya sudah hamper habis. Tiba-tiba, ia teringat penyakit asma yang
diderita oleh kelompok perompak. Bima segera mencekik leher perompak itu agar
penyakit asmanya kambuh.
Penyakit
asma si perompak kambuh dan membuatnya lemah. Ia jatuh tersungkur karena
kehabisan napas. Raja Purnawarman segera memerintahkan pengawalnya untuk
meringkus kepala perompak dan menjebloskannya ke dalam penjara.
Raja
Purnawarman sangat berterima kasih kepada Bima dan Wamana karena telah membantu
kerajaan menaklukkan gerombolan perompak.
Tarumanegara
kini sudah aman. Tidak ada perompak yang meresahkan warga lagi. Mereka sangat
bersukacita dan menghaturkan terima kasih kepada Raja Purnawarman karena telah
berhasil menumpas para perompak.
Rakyat
Tarumanegara membuat sebuah prasasti yang berisi pujian kepada Raja
Purnawarman. Isi prasasti itu adalah (ini
tanda) penguasa dunia yang perkasa, prabu yang setia serta penuh kepahlawanan,
yang menjadi panji segala raja, yang termahsyur Purnawarman.
Prasasti
itu kemudian dinamakan Prasasti Munjul karena berada di Kecamatan Munjul. Dan
termasuk ke dalam tujuh prasasti yang terkenal di Tarumanegara. ***
Sumber:
- Sekar Septiandari, 2010, Seri Cerita Rakyat Banten, Tangerang: KARISMA Publishing Group
Tidak ada komentar:
Posting Komentar