Salah
satu peninggalan zaman megalitik yang cukup terkenal di Pulau Samosir adalah
Makam Raja Sidabutar. Kuburan tua tersebut terletak di Desa Tomok, Kecamatan
Simanindo, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara.
Makam
yang terbuat dari batu utuh tanpa persambungan ini dipahat untuk tempat
peristirahatan Raja Sidabutar, penguasa kawasan Tomok pada masa itu. Walaupun
bergelar raja, namun sebenarnya kekuasaannya setara dengan kepala adat atau
kepala desa. Berdasarkan sejarah, Sidabutar merupakan orang pertama yang
menginjakkan kakinya di Pulau Samosir. Kuburan yang sudah berumur 469 tahun
itu, merupakan kubur batu (sarkofagus). Pada batu itu, selain dipahatkan wajah
sang raja, juga dipahatkan wajah permaisurinya yang bernama Boru Damanik. Di
kompleks itu, terdapat pula ukiran lelaki yang duduk di bawah pahatan kepala
raja, yaitu Panglima Guru Saung Lang Meraji. Lelaki yang berasal dari daerah
Pakpak Dairi tersebut, konon adalah penasih raja sekaligus panglima perang yang
sangat dipercaya. Sedangkan, kedua patung gajah yang diletakkan di sebelah kiri
dan kanan kuburan batu Raja Sidabutar mempunyai kisah tersendiri.
Dikisahkan
bahwa Raja Sidabutar adalah raja sakti yang kekuatannya terhubung dengan
rambutnya yang panjang dan gimbal. Apabila dipotong maka raja akan kehilangan
kesaktiannya. Lambang gajah yang mengapit dasar makam tersebut mewakili kisah
tentang mahar yang ia bayarkan saat meminang Boru Damanik. Ketika itu, Raja
Sidabutar memerintahkan Guru Saung Lang Meraji mencari mahar berupa gajah,
hewan yang sulit didapat ke daerah yang ada gajahnya yaitu Lampung atau Aceh.
Akhirnya, dengan kesaktian yang dimilikinya, Guru Saung Lang Meraji mampu
menjinakkan kedua gajah di Aceh, dan dibawa pulang untuk dihadapkan kepada Raja
Sidabutar.
Kompleks makam berisi tiga kuburan raja beserta beberapa kuburan kerabatnya. Raja yang pertama dan raja yang kedua belum memeluk agama samawi namun masih menganut aliran kepercayaan setempat yang biasa disebut Parmalim. Sedangkan untuk raja yang ketiga, yang bernama Solompoan Sidabutar sudah menganut agama Kristen yang dibawa oleh Nomensen, seorang misionaris asal Jerman pada tahun 1881 ke Tanah Batak. Perbedaan aliran yang dianut oleh raja-raja, ditandai dengan kain yang diletakkan di atas makam, dan ornamen salib yang menghiasi makam raja ketiga.
Sebelum
memasuki pemakaman Raja Sidabutar, pengunjung pertama sekali diwajibkan
mengenakan ulos yang sudah disediakan penjaga makam tepat di depan pintu masuk
kompleks makam. Ketentuan ini telah berlaku semenjak Raja Sidabutar wafat pada
tahun 1544. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, bila hal ini dilanggar
maka pengunjung yang melanggar tersebut akan didatangi oleh Raja Sidabutar
lewat mimpi. Ulos tersebut sebagai simbol untuk menjaga kesopanan. Ulos yang
digunakan pengunjung pria berbeda dengan ulos yang digunakan oleh pengunjung
perempuan. Di belakang makam tersebut juga terdapat patung batu yang
menggambarkan perkumpulan masyarakat Batak. Dahulunya patung tersebut digunakan
para leluhur untuk memohon agar diturunkan hujan.
Kompleks
kuburan tua Raja Sidabutar hingga kini masih terawat dengan baik, dan hampir
tiap hari terdapat beberapa pengunjung yang singgah di makam tersebut. Hal ini
disebabkan karena kuburan tua tersebut merupakan salah salah satu destini yang
ada di Pulau Samosir. *** (031111)
Bagus tulisannya menambah wawasan, jangan2 umur patung batu tsb sama dengan yg Fasifik (Tonga & Samoa). Koreksi sefikit bahwa lokasi tsb di atas adalah Sumatera Utara, bukan Sumatera Barat. Gali terus jangan2 bangso batak bagian dr Atlantis yg hilang, horas & GBU.
BalasHapus