Benteng
Van Den Bosch terletak di Kelurahan Pelem, Kecamatan Ngawi, Kabuapten Ngawi,
Jawa Timur. Lokasi benteng ini mudah dicapai, karena terletak di Kota Ngawi.
Dekat dengan Pasar Ngawi dan Alun-Alun Ngawi, atau ± 2 Km dari Kantor Pemerintahan
Kabupaten Ngawi. Hanya saja, bagi pengunjung yang bukan berasal dari Kota Ngawi
akan sedikit bingung lantaran letak benteng tidak persis di tepi jalan,
melainkan sedikit masuk dan tidak ada penanda lokasi keberadaan benteng
tersebut.
Sebenarnya letak benteng ini berada di pertemuan Jalan Untung Suropati dan Jalan Diponegoro, atau di seberang Taman Makam Pahlawan Dr. Radjiman Wedyodingrat Ngawi, namun karena di situ ada pintu gerbang Kompleks Batalyon Artileri Medan 12/ KONSTRAD “Angicipi Yudha” maka pengunjung dari luar Kota Ngawi akan bertanya di mana keberadaan benteng tersebut. Karena memang setelah tahun 1962, benteng ini pernah dijadikan sebagai markas Yon Armed yang berkedudukan di Rampal, Malang. Dulunya, benteng ini merupakan kawasan yang terlarang karena sempat dijadikan sebagai gudang amunisi. Akan tetapi setelah Yon Armed dipindahkan ke Jalan Siliwangi lantaran kawasan benteng tersebut dipandang sudah tidak representatif lagi sebagai Kompleks Militer, kini kawasan benteng tersebut dibuka untuk umum.
Benteng
ini dinamakan Fort Van Den Bosch karena benteng ini dibangun atas prakarsa
Gubernur Jenderal Van Den Bosch pada tahun 1839. Letak benteng Van Den Bosch
sangat strategis karena berada di sudut pertemuan Sungai Bengawan Solo dan
Sungai Madiun, lokasi benteng sengaja dibuat rendah dari tanah sekitar yang
dikelilingi oleh tanah tinggi (tanggul)
sehingga terlihat dari luar tampak terpendam. Oleh karena itu, benteng ini oleh
masyarakat sekitar dikenal juga dengan sebutan benteng pendem.
Dipilihnya lokasi itu sebagai pembangunan benteng mengingat Sungai Bengawan Solo dan Sungai Madiun kala itu merupakan jalur lalu lintas sungai yang dapat dilayari oleh perahu-perahu yang cukup besar sampai jauh ke bagian hulu. Perahu-perahu tersebut memuat berbagai macam hasil bumi yang berupa rempah-rempah dan palawija dari Surakarta-Ngawi menuju Bandar Gresik, demikian juga Madiun-Ngawi dengan tujuan yang sama. Pada abad 19, Kota Ngawi menjadi salah satu pusat perdagangan dan pelayaran di Jawa Timur dan dijadikan pusat pertahanan para pejuang di Kabupaten Madiun, Ngawi, dan sekitarnya. Perlawanan melawan Belanda yang berkorbar di daerah, dipimpin oleh kepala daerah setempat. Di Kabupaten Madiun, dipimpin oleh Bupati Kerto Dirjo, dan di daerah Ngawi dipimpin oleh Adipati Judodiningrat dan Raden Tumenggung Surodirjo, serta salah satu pengikut Pangeran Diponegoro bernama Wirontani pada tahun 1825, Kota Ngawi berhasil direbut dan dan diduduki. Untuk mempertahankan kedudukan dari fungsi strategis Kota Ngawi serta menguasai jalur perdagangan, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda membangun sebuah benteng pada tahun 1839, dan selesai pembangunannya pada tahun 1845, yaitu Benteng Van Den Bosch yang dihuni oleh tentara Belanda sebanyak 250 orang bersenjatakan bedil, 6 meriam api, dan 60 orang kavaleri yang dipimpin oleh Van Den Bosch.
Bangunan
benteng ini masih terlihat kokoh meski telah dimakan usia. Menempati lahan
seluas ± 1 hektar, bangunan benteng ini terdiri dari pintu gerbang utama,
ratusan kamar untuk para tentara, ruangan untuk seorang kolonel dan ruang
komando yang depanya berupa halaman rumput, dan beberapa ruangan yang dulunya
diyakini sebagai kandang kuda.
Kendati usia benteng ini sudah ratusan tahun lebih, namun bangunan benteng ini belum pernah diperbaharui sama sekali. Sungguh sayang, bangunan cagar budaya yang bernilai sejarah tinggi ini kurang terawat.*** (070413)
wah saya baru tahu kalau ada benteng seperti ini di ngawi ...
BalasHapuskelihatannya tidak terlalu di urus ya ..