Nusa
Tenggara Timur (NTT) terdiri atas sekitar 500 pulau. Tiga yang terbesar adalah
Flores, Sumba, dan Timor. Ketiganya memiliki kekayaan tekstil yang luar biasa.
Selain tiga pulau tersebut, daerah penghasil tekstil tenun yang juga patut dicatat
adalah Alor, Rote, Sawu, Lembata, dan Ndao. Kain tenun yang dihasilkan
masing-masing daerah memiliki karakteristik motif yang warna yang berbeda meski
sebagian besar menggunakan teknik tenun ikat.
Tenun
ikat dibuat di Sumba Barat maupun Timur, tetapi ada perbedaan cukup signifikan
pada motifnya. Tenun Sumba Barat biasanya banyak menggunakan warna biru-hitam
hitam, dan putih polos. Selain itu, motif kotak-kotak (gundu) kerap dipakai. Tenun ikat yang biasanya dibuat di daerah
Kodi menonjolkan warna-warna monokrom (hanggi)
dengan nuansa hitam, abu-abu, dan putih. Warna cerah pada kain ini melambangkan
kelahiran, hidup, dan cahaya, sementara warna gelap menyimbolkan kematian dan
kegelapan.
Bentuk
dan motif tenun ikat Sumba Barat mirip dengan patola, jenis tenunan ikat ganda
yang berasal dari Gujarat, India Utara. Motif khusus yang ditemui di Sumba
Barat misalnya mamuli, ornamen metal
berbentuk omega yang melambangkan rahim dan seksualitas perempuan. Kain ini
biasanya diberikan calon mempelai laki-laki kepada pengantin perempuan. Tenun
ikat juga kerap menggunakan motif kulit piton. Kemampuan piton berganti kulit
merupakan analogi kelahiran kembali. Dalam mitos Kodi, ular dan reptile lain
terhubung dengan nenek moyang dan kehidupan alam baka.
Tenun
ikat Sumba Timur cenderung lebih cerah, memiliki warna pendar merah-cokelat dan
biru. Bentuk kain kotak besar yang menyerupai selimut disebut hinggi. Dalam adat masyarakat tersebut,
kain ini memiliki nilai tertinggi, kerap digunakan laki-laki dalam berbagai
upacara dan ritual meski beberapa orang juga mengenakannya dalam keseharian.
Perempuan Sumba Timur kini juga mengenakan sarung dari tenun ikat yang pada
mulanya hanya boleh dipakai perempuan bangsawan.
Motif
pada kain Sumba Timur biasanya figur-figur yang berukuran besar seperti kuda,
anjing, rusa, monyet, buaya, dan sebagainya. Kuda melambangkan kebangsawanan,
anjing diidentikkan dengan pejuang, sementara rusa menyimbolkan raja. Di tengah
laju modernisasi, beberapa tangan masih tekun menenun dan menjaga agar warisan
ini sampai ke generasi selanjutnya. [*/NOV]
Sumber:
KOMPAS Edisi Jumat, 2 Agustus 2013 hal. 43
Tidak ada komentar:
Posting Komentar