Makam
Al-Malik Ash-Shalih atau Malikussaleh terletak di Gampong Beuringen, Kecamatan
Samudera, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh. Lokasi makam ini berada di
pemakaman Kesultanan Samudra Pasai Periode I, yang berjarak sekitar 17 Km
sebelah timur Kota Lhokseumawe.
Nisan
makam ini terbuat dari batu granit yang beraksara Arab. Lewat inskripsi pada
nisan makam Sultan Al-Malik Ash-Shalih, para arkeolog maupun sejarawan bisa
mengidentifikasi siapa yang bersemayam di situ. Inskripsi tersebut bila
diterjemahkan, isinya kurang lebih seperti ini: “Inilah kubur orang yang dirahmati lagi diampuni, yang bertaqwa lagi
pemberi nasihat, yang berasal dari keturunan terhormat dan terkenal lagi
pemurah, yang ahli ibadah dan pembebas, yang digelar dengan Sultan Malik
Ash-Shalih, yang meninggal dunia pada bulan Ramadhan tahun 696 sejak
perpindahan (hijrah) Nabi [SAW]. Semoga Allah melimpahkan rahmat ke atas
pusaranya dan menjadikan syurga sebagai tempat kembalinya.”
Catatan
otentik yang singkat padat itu mengungkapkan dengan jelas bahwa Sultan memiliki
kepribadian yang berimbang, seorang yang baik sekaligus menginginkan kebaikan
untuk orang lain.
Begitulah
seorang penguasa yang agung dan berpengaruh, dan adalah berkat jasa-jasa para
penguasa semisalnya, Islam menyebar dan menerangi kawasan yang luas di Asia
Tenggara.
Latar Belakang Sejarah
Legenda
menyebutkan tentang Meurah Silu yang setelah memeluk Islam berubah nama menjadi
Al-Malik Ash-Shalih atau masyarakat setempat melafalkannya menjadi Malikussaleh,
sebuah nama yang biasa digunakan Dinasti Ayyubiyah di Mesir.
Konon,
suatu hari Meurah Silu bermimpi bertemu dengan Nabi Muhammad SAW. Setelah itu,
ia memutuskan untuk masuk Islam. Beliau diangkat menjadi Sultan di Kerajaan
Samudra Pasai oleh Laksamana Laut dari Mesir bernama Nazimuddin Al-Kamil.
Sultan
Al-Malik Ash-Shalih merupakan pendiri Kerajaan Samudra Pasai, sebuah Kerajaan
Islam di Nusantara. Beliau menikah dengan seorang putri dari Kerajaan Peureulak
yang bernama Ganggang Sari, dan memerintah sejak 1270 M hingga 1279 M. Dari
perkawinannya, beliau memiliki dua putra yaitu Al-Malik Azh-Zhahir dan Malikul
Mansyur.
Pertengahan
abad ke-14 M, Ibnu Baththuthah, musafir Islam terkenal asal Maroko, pernah
mengunjungi kota kesultanan Samudra Pasai yang disebut dengan Sumuthrah, lantas ia mencatat dalam
laporannya: “Sumuthrah adalah sebuah
kota besar dan indah, dikelilingi benteng dan menara-menara terbuat dari kayu.”
*** [300913]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar